MODUL I
FILSAFAT
PENDIDIKAN SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN BANGSA
I.
Petunjuk
Umum
Petunjuk umum
ini memuat penjelasan
tentang langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :
1.
Kompetensi
Dasar
Agar
mahasiswa mengetahui dan memahami filsafat pendidikan sebagai paradigma
pengembangan kebudayaan bangsa.
2.
Materi
a. Pengertian
Filsafat, Pendidikan dan Filsafat Pendidikan
b. Pengertian
Paradigma dan Kebudayaan
c. Perlunya
Kebudayaan Bagi Manusia serta Perannya Terhadap Kebudayaan
d. Hubungan serta Peran Filsafat dengan Cara Berfikir Kebudayaan
e. Peranan Filsafat Pendidikan terhadap
Kebudayaan Bangsa
3.
Indikator
Pencapaian
Mahasiswa
dapat menjelaskan filsafat pendidikan
sebagai paradigma pengembangan kebudayaan bangsa.
4.
Referensi
1. E.B.
Taylor, Primitive Cultur (London:
John Murray, 1871)
2. Koentjaraningrat,
Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (Jakarta:Gramedia,
1974), hlm. 12.
3. Sutan
Takdir Alisjahbana, Perkembangan Sejarah
Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Yayasan Idayu, 1975), hlm. 6.
4. George
F. Kneller, Introduction to the
Philosophy of Education (New York: John Wiley, 1967), hlm.20.
5. Cassirer,
Ernst, Manusia dan Kebudayaan
6.
Prof.
Dr. H. A. Tafsir, Filsafat Pendidikan (Bandung
: Pustaka Setia, 2011), hlm.11-24
7.
file:///F:/DIKTAT/januar%20ferdiansyah%20%20Memahami%20Paradigma%20Pendidikan%20Melalui%20Filsafat%20Pendidikan.htm ( 5 maret 2014, pukul 16.35)
5.
Strategi
Pembelajaran
Strategi pembelajaran
yang digunakan adalah Active
Debate. Skenario kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah
yang dilakukan, sebagai berikut :
a. Materi kuliah
telah diberikan kepada
mahasiswa 1 [satu]
minggu sebelum perkuliahan.
Mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar memudahkan
“debat”.
b. Dalam kegiatan
“debat”, kelas dibagi
menjadi 4 [empat]
atau 5 [lima]
kelompok. Secara acak akan ditugaskan [1] kelompok pertama ditetapkan
sebagai penyaji, [2] kelompok kedua dan
ketiga ditentukan sebagai “kontra”
atau “penyangga”, [3] kelompok keempat sebagai “pembela”
kelompok pertama, dan [4] kelompok kelima sebagai “penengah”. Masing-masing
kelompok terdiri 10 [sepuluh] mahasiswa atau lebih [waktu 5 menit].
c. Sebelum debat
dimulai dosen menyajikan
“global materi” kuliah
yang akan didebatkan kepada
mahasiswa dalam bentuk ceramah [waktu 10-15 menit].
d. Sebelum debat
dilaksanakan, masing-masing kelompok
menetukan “juru bicaranya”. Masing-masing
kelompok mendikusikan materi
pada kelompoknya sendiri dan
merumuskan argumen-argumen dari hasil diskusinya [waktu 30 menit].
e. Setelah masing-masing kelompok
selesai diskusi dan
telah menemukan argumentasi untuk
disampaikan, kegiatan diskusi dihentikan dan setting kelas dibuat dalam situasi
yang berbeda.
f. Mulailah “perdebatan”
dan dalam “perdebatan” ini
dosen bertindak sebagai pemandu. Langkah pertama, suruhlah “juru
bicara” dari kelompok
“penyaji” untuk menyampaikan argumen-argumennya. Langkah kedua, meminta kelompok
kontra [2 dan 3
] meberikan atau
menyampaikan “komentar terhadap
argumentasi” yang
disampaikan. Buatlah situasi
“debat” anatar kelompok
penyaji dengan kelompok kontra dan
sesekali meminta argumentasi
dari kelompok “penengah”. Langkah ketiga, mintalah kolompok
“pembela” untuk menyampaikan
argumentasi pembelaannya dan buatlah situasi debat antara kelompok
“kontra” dengan kelompok “pembela” dan sesekali meminta argumentasi dari
kelompok “penengah”. Doronglah peserta yang lain untuk mencatat dan disampaikan
kepada “juru-juru debat” mereka dengan berbagai argumen atau bantahan yang
disarankan kepada juru bicaranya. Juga,
doronglah mereka untuk
menyambut dengan applaus
terhadap argumen-argumen dari
wakil atau juru bicara tim mereka [waktu 40 menit].
g. Ketika
perdebatan dianggap sudah cukup, perdebatan diakhiri dan seluruh kelompok
dikembalikan pada situasi kelas semula. Dosen menyimpulkan dan memberi
komentar terhadap permasalahan
yang diajukan dalam
perdebatan tersebut dan buatlah
diskusi seluruh kelas
tentang apa yang
telah dipelajari dari
pengalaman debat itu dan
kemudian rumuskan argumen-argumen terbaik
yang dibuat kedua kelompok [“penyaji” dan “kontra”].
Maka, sebelum menutup perkuliahan, doronglah semua mahasiswa
untuk menyambut dengan applaus atas “debat”
yang telah dilakukan , setelah
itu tutup kuliah dengan membaca do’a [ waktu 15menit]
h. Pendekatan
pembelajaran ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan
kesepakatan dengan mahasiswa.
6.
Lembar
Kegiatan Pembelajaran
a. Pahami
dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu “debat” di kelas dan
mengerjakan soal ujian saudara tidak banyak mengalami kesulitan.
b. Mulailah memotivasi
diri untuk membaca,
dari yang mudah,
dan mulai membaca sekarang.
c. Bacalah
skenario pada petunjuk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas
pembelajaran di kelas.
7.
Evaluasi
a. Setelah
kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test [post test],
sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan Pembelajaran dalam pembahasan
materi tersebut dapat tercapai.
b. Apabila mahasiswa
dapat menjawab 70%
dari soal-soal test
dengan betul, berarti mahasiswa
telah mencapai Tujuan Pembelajaran dalam pembahasan materi yang
disampaikan dosen.
II.
MATERI
1.
Pengertian
filsafat
Sebelum mendefinisikan
filsafat pendidikan, karena antara filsafat dengan filsafat pendidikan
merupakan dua konsep yang berbeda, konsep filsafat harus di artikan terlebih
dahulu.Filsafat dapat diartikan sebagai way
of life manusia sepanjang kehidupannya di dunia.Cita – cita manusia selalu
berkaitan dengan falsafah hidupnya.Bahkan, nasib suatu bangsa dan Negara
bergantung pada ideology yang dianut, yang secara substansial diciptakan oleh
filsafat.Filsafat bermakna sikap yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala
sesuatu secara kontemplatif dan menyeluruh.
Kata filsafat berasal
dari bahasa inggris dan bahasa yunani.Dalam bahasa inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa
yunani philein atau philos dan sophi. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa
arab, yaitu falsafah yang artinya al-hikmah. Philos artinya cinta,
sedangkan Sophia, artinya
kebijaksanaan.Dengan demikian, filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanaan
atau al-hikmah”.Orang yang mencintai
atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran disebut dengan filsuf.Filsuf selalu belajar dan mencari kebenaran dan
kebijaksanaan tanpa mengenal batas.Mencari kebenaran dengan pendekatan
filosofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran hingga ke
akar-akarnya yang dilakukan secara mendalam.
Menurut Plato
dan Aristoteles kebenaran adalah apabila “pernyataan yang dianggap benar itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya”. Dengan demikian
kebenaran berfungsi sebagai tolak ukur antara suatu peristiwa yang terjadi
sebelum dan sesudahnya, jika cocok dianggap benar dan jika tidak cocok tidak
diterima sebagai kebenaran.Kebenaran yang demikian agakya cenderung mengandung
pengertian yang relatif sebab tergantung dari faktor ruang dan waktu.Dari
kutipan diatas dapat dipahami bahwa pengertian filsafat dari segi
ketatabahasaan adalan cinta teradap pengetahuan atau kebijaksanaan atau
kebenaran.
Muhtar Yahya
mengatakan bahwa berfikir filsafat ialah “pemikiran yang sedalam-dalamnya yang
bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tetang alam semesta,
alam manusia dan dibalik alam”. Soegardo Poerbakwatja juga mengatakan bahwa
filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab musabab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan fikiran belaka. Sedangkan Socrates (470-399 SM)
mengatakan, berfilsafat merupakan cara berfikir yang radikal menyeluruh dan
mendasar. Di zaman yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis
yang spesial, akan tetapi suatu cara hidup yang konkrit (a concraten way of life), suatu pandangan hidup yang total tentang
manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang. Perkembangan
peradaban menyebabkan manusia mampu melakukan perubahan besar dalam bidang
sains, teknologi, kedokteran, ilmu–ilmu sosial dan pendidikan.perubahan–perubahan
tersebut mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang nilai–nilai
kebenaran. Setiap perubahan yang terjadi di peradaban akan berpengaruh dalam
sistem nilai yang berlaku. Hal ini disebabkan karena antara perubahan peradaban
dengan cara berfikir manusia terhadap hubungan timbal balik. Sebagaimana kata
Jujun S. Suriasumantri, bahwa “filsafat merupakan cara berfikir mendasar, yang
menyeluruh dan spekulasi”.
Beberapa definisi
filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Filsafat
adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber
kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang
digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam
berfikir. Dengan demikian, kebenaran filosofis adalah kebenaran berfikir yang
rasional, logis, sistematis, kritis, radikal dan universal.
2. Filsafat
adalah pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala sesuatu atau sarwa
sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segala hal yang
menyangkut keseluruhan yang bersifat universal.Dengan demikian, pencarian
kebenaran filosofis tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tidak mengenal
pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun,
kebenarannya masih diragukan. Dikatakan tidak mengenal kata puas Karena
kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus
dengan perubahan
3. Filsafat
adalah pengembaraan alam piker manusia yang tidak mengenal kenyang dengan ilmu
pengetahiuan dan kebenaran yang hakiki.
4. Filsafat
adalah pencarian kebenaran dengan cara berfikir sistematis yang dilakukan
secara teratur mengikuti system yang berlaku sehingga tahapan-tahapanya mudah
diikuti. Berfikir sistematis senantiasa mengikuti aturan logika yang benar
normative, artinya cara berfikir yang mengikuti premis – premis tertentu,
misalnya menarik kesimpulan dari pemuikiran umum kea rah pemikiran khusus atau
sebaliknya dari pemikiran khusus menuju pemikiran umuym. Keduanya lebih dikenal
dengan logika deduktif dan induktif. Sistematika berfikir normative disusun
dengan struktur dan retorika yang sinergis sehingga berfilsafat bukan menambah
kebingungan orang lain yang diajak berkomunikasi, tetapi menjadikannya lebihi
komunikatif dan efektif.
5. Pengertian
formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sifat falsafi yang benar
adalah sikap yang kritis dan mencari kebenaran tanpa batas. Sikap tersebut
merupakan sikap terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang
dan tanpa prasangka. Filsafat adalah mencari jawaban yang tidak pernah
abadi.berfilsafat tidak pernah selesai berfilsafat tidak pernah selesai karena
telah ditemukannya kebenaran, tetapi kebenaran pertama yang telah diperoleh
merupakan langkah awal menuju kontemplasi filosofis yang lebih mendalam dan
mengakar. Dengan demikian, tidak ada kebenaran akhir dari hasil perenungan
filosofis karena hakikat kebenaran bukan sebatas yang tampak. Tampaknya sesuatu
mengandung pertanyaan berikutnya.
6. Filsafat
adalah seni kritik dengan tidak membatasi diri pada destruksi pemikiran tentang
kebenaran. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kritis dalam filsafat adalah
kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah
menganggap sesuatu dianggap sudah selesai. Filsafat akan terus membuka kembali
perdebatan, dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap
putaran thesis-antitesis dan sintesisnya. Sifat kritis filsafat ditunjukkan
dengan tiga pendekatan dalam filsafat. yaitu, pendekatan ontologism,
epistemologis, dan aksiologis. Ahli filsafat selalu berfikir kritis dengan
melakukan pemeriksaan kedua terhadap segala sesuatu yang telah ditemukan secara
filosofis. Kebenaran pertama merupakan awal menuju kebenaran kedua dan
seterusnya.dengan demikian, tidak ada kata berhenti untuk menggali kebenaran
yang sesungguhnya “paling benar”. Kebenaran yang paling benarpun akan dikaji kembali
karena tidak ada kebenaran yang paling benar sepanjang kebenaran itu dihasilkan
melalui rasionalisasi.
7. Filsafat
adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan
(realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional atas keseluruhan realitas
untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan).
Al-kindi (801-873 M) menyebutkan bahwa filsafat adalah “kegiatan manusia tingkat tertinggi yang merupakan pengetahuan yang
benar mengenai hakikat segala yang ada bagi manusia. Bagian filsafat yang
paling mulia adalah pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari
segala kebenaran.
8. Filsafat
adalah pencarian kebenaran tanpa mengenal batas dengan menggunakan rasio secara
sistematis dan radikal yang diawali keraguan atas segala sesuatu. Menjangkau
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, yang bersifat kontemplatif,
logis, kritis, dan spekulatif. Filsafat menjelajah keberadaan yang empiris,
fisik, metafisik, natural, supranatural, materiil, immaterial, rasional, dan
suprarasional.
9. Objek
materi filsafat adalah segala sesuatu yang adadan yang mungkin ada, sedangkan
objek formal filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada
yang dipiokirkan secara kontemplatif pada problematika yang tidak dapat
dijangkau oleh pendekatan empiris dan observatif yang biasa berada dalam sains.
Hal – hal yang materiil dan metafisikal menjadi
objek materi filsafat.Filsafat menyatakan seluruh yang ada dan yang mungkin ada
sebagai realitas yang sebenarnya sebagaimana hakikat segala sesuatu berada pada
sesuatu itu sendiri.Diluar substansi sesuatu bukanlah hakikat yang
sebenarnya.Kebenaran hakiki tersebut benar – benar nyata dan tidak diganggu
oleh keraguan jiwa dan pikiran manusia.
Filsafat mempertanyakan setiap eksistensi sehingga
melahirkan pendekatan epistemologis.Episteme
artinya knowledge yaitu pengetahuan, logos berarti theory. Dengan demikian, epistemology berarti teori pengetahuan
atau teori tentang metode, cara, dan dasar dari ilmu pengetahuan atau studi
tentang hakikat tertinggi, kebenaran dan batasan ilmu manusia.epistemologi
adalah cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode – metode, dan kesahihan
pengetahuan.
Kajian utama filsafat berkaitan dengan masalah ilmu
pengetahuan dengan memikirkan hakikat pengetahuan dan hakikat keberadaan segala
sesuatu.Kajiannya mengarahkan diri pada dasar – dasar pengetahuan dalam bentuk
penalaran, logika, sumber pengetahuan, dan criteria kebenaran.Hakikat filsafat
memfokuskan pada batas – batas penjelajahan ilmu yang dilengkapi perspektif
epistemologis tentang system berfikir dan struktur pengetahuan ilmiah.
Manfaat filsafat dalam kehidupan :
1. Dasar
dalam bertindak
2. Dasar
dalam mengambil keputusan
3. Mengurangi
salah paham dan konflik
4. Bersiap
siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah
5. Mendalami
konsep yang sudah bakudengan melihat substansinya
6. Merumuskan
teori atau kerangka pemikiran
7. Membangun
paham – paham yang mengideologis
8. Membangun
sikap saling menghargai pendapat satu sama lain dan tidak truth claim.
9. Mengembangkan
pemahaman berbagai persoalan
2.
Pengertian
pendidikan
W.J.S. Poerwadarminta, menjelaskan
arti pendidikan sebagai berikut.
1. Pendidikan
dari segi bahasa berasal dari kata dasar didikdan
diberi awalan men, menjadi mendidik, yaitu kata kerja yang artinya
memelihara dam member latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda, berarti
proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pendidikan,
yaitu pendewasaaan diri melalui pengajaran dan latihan.
2. Dalam
dictionary of education, makna education adalah kumpulan semua proses
yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah
laku yang bernilai positif di dalam masyarakat tempat ia hidup. Istilah education juga bermakna sebagai sebuah
proses social ketika seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khususnya lingkungan social) sehingga mereka dapat
memiliki kemampuan social dan perkembangan individual secara optimal.
3. Pendidikan
adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi,
membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala
potensinya sehingga mencapai kualitas diri yang lebih baik.
4. Pendidikan
adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh orang
lain maupun oleh dirinya sendiri, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki
kemerdekaan berfikir, merasa, berbicara, dan bertindak serta percaya diri
dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku kehidupan
sehari – hari.
5. Pendidikan
merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya.
Pendidikan sebagai aktivitasyang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan
melibatkan berbagai factor yang saling berkaitan antara satu dan lainnya
sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi.
6. Pendidikan
juga diistilahkan dengan ta’dib, yang mengandung pengertian sebagai proses
pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan dalam diri
manusia pada tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan,
kemudian membimbing dan mengarahkannya pada pengakuan dan pengenalan kekuasaan
dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaanNya.
7. Pendidikan
adalah aktivitas bimbingan yang disengaja untuk mencapai kepribadian yang
luhur, baik yang berkaitan dengan dimensi jasmani, rohani, akal, maupun moral.
8. Pendidikan
adalah proses bimbingan secara sadar seorang pendidik sehingga aspek jasmani,
rohani, dan akal anak didik tumbuh dan berkembang menuju terbentuknya pribadi,
keluarga, dan masyarakat yang berbudi.
9. Pendidikan
merupakan suatu system yang keseluruhan komponennya mendukung terwujudnya
tujuan pendidikan yang diidealkan.
10. Pendidikan
artinya mendidik dengan tujuan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik
agar terbebas dari kebodohan.
11. Pendidikan
adalah pengembangan kedewasaan berpikir melalui proses transmisi ilmu
pengetahuan.
12. Pendidikan
adalah penguatan keyakinan terhadap kebenaran yang diyakini dengan pemahaman
ilmiah.
13. Pendidikan
dalam arti mengajarkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,
baik terhadap aktivitas jasmaninya, pikiran-pikirannya, maupun terhadap
ketajaman dan kelembutan hati nuraninya.
Dari semua pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa
pendidikan merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawasi,
memengaruhi, dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan oleh para
pendidik kepada anak didik untuk membebaskan kebodohan, meningkatkan
pengetahuan, dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat bagi
kehidupan sehari – hari.
3.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Ada beberapa pengertian filsafat
pendidikan, di antaranya sebagai berikut.
1. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan
yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu
pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan
keguanaannya.
2. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara
komprehensif dan kontemplatif tentang sumber, seluk beluk pendidikan, fungsi,
dan tujuan pendidikan.
3. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori teori
pendidikan.
4. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses pembelajaran di
kelas dan diluar kelas.
5. Filsafat
pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode, dan pendekatan dalam
pendidikan.
6. Filsafat
pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternative
7. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat tentang kurikulum pendidikan
8. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat evaluasi pendidikan dan evaluasi pembelajaran
9. Filsafat
pendidikan mengkaji hakikat alat – alat dan media pendidikan.
Metode
yang dipergunakan oleh filsafat pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Ontologi pendidikan, yaitu
substansi pendidikan dalam semua perspektif, sebagaimana melihat pendidikan
dari tujuan esensialnya sebagai pencapaian maksimal dari pendidikan.
2. Epistemologi pendidikan, yaitu
menyelidiki sumber ajaran atau prinsip yang terdapat dalam pendidikan serta
dasar atau asas yang digunakan untuk pendidikan yang dimaksudkan. Berbagai
teori pendidikan dikaji secara mendalam sehingga latar belakang kelahirannya
diketahui secara aplikatif berkaitan dengan pendidikan.
3. Aksiologi pendidikan, yaitu
penyelidikan mengenai kegunaan fundamental dalam pendidikan, baik secara
jasmani maupun rohani, dampak pendidikan secara fungsional terhadap kehidupan
manusia, terhadap akal dan hati semua anak didik ; aspek – aspek yang
menyangkut fungsi nilai, estetika, dan tujuan pragmatis pendidikan terkaji
secara mendalam, radikal, logis, dan sistematis.
4. Filsafat pendidikan, yaitu
merumuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat pendidikan dan
pelaksananaanya. Pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan merujuk pada tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan demikian, proses dan tujuan
yang hendak dicapai oleh pendidikan merupakan hakikat pendidikan itu sendiri,
artinya perjalanan pendidikan bergantung pada tujuannya. Tujuan tersebut dapat
dicapai dengan merumuskan berbagai metode, strategi, cara yang akan diterapkan
dalam kependidikan, dan proses pembelajaran. Kemudian, disiapkan pula alat –
alat pendidikan, sarana dan prasarana yang memperkuat dan mempercepat
tercapainya tujuan tersebut.
Paradigma atau model pendidikan yang merujuk pada
nilai – nilai yang berlaku di masyarakat merupakan ideologi pendidikan. Dengan
demikian, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan ilmu pengetahuan
masyarakat secara berjenjang dan formal, serta peningkatan pengetahuan
masyarakat yang bersifat informal.
4.
Pengertian
Paradigma
Secara umum, pengertian
paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun
seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari.Sedangkan menurut Guba
paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan
mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam
penyelidikan ilmiah.Paradigma dalam hal ini dibatasi pada paradigma pencarian
ilmu pengetahuan (dicipline inquiry
paradigm) yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan
untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu
pengetahuan. Dalam mengembangkan suatu paradigma ilmu kita harus dapat melihat
cara pandang yang menjadi aspek filosofis dan metodologis dalam menemukan ilmu
pengetahuan, yaitu: dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dimensi
aksiologis, dimensi retorik dan dimensi metodologis.
Ada empat
paradigma ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam menemukan hakikat realitas
atau ilmu pengetahuan yaitu positifisme, phost positifime (Classical paradigm, convensionalism paradigm), Critical Theory (Realis) dan
Constructivism.Dalam ilmu sosial
perubahan terjadi secara cepat dan dinamis, tergantung pada bukti empiris yang
diyakini.Berikut dipaparkan berbagai unsur yang dilihat sebagai indikator
adanya perubahan dalam pengembangan ilmu.Keragaman peradigmatik dapat terjadi
karena perbedaan pandangan filosofis, konsekuensi logis dari perbedaan teori
yang digunakan dan sifat metodologi yang digunakan untuk mencapai kebenaran.
Ada empat cara
berfikir berdasarkan dikotomi pengaruh antara individu dan masyarakat : (i)
dikotomi muncul akibat asumsi umum bahwa individu dapat membentuk atau mengubah
masyarakat; (ii) dikotomi muncul akibat asumsi umum bahwa “individu merupakan
produk dari massyarakat” (individual is
created society); (iii) dikotomi dari kedua pendapat itu disintesiskan oleh
Peter Berger, dalam model yang memiliki perspektif yang tersangkut paut dengan
hubungan antara anggota masyarakat; (iv) model terakhir itu akan menghasilkan
gambaran yang menyambung. Di satu sisi berlangsung proses (socialization) yang terjadi ketika individu mendapat pengaruh kuat
dari lingkungan sosial, individu akan menyesuaikan diri dengan pola-pola yang
berlaku di masyarakatnya.
Pandangan tentang paradigma ilmu
pengetahuan tampaknya berubah antar waktu. Perkembangan substansi paradigmatik
dalam tulisan ini akan dikupas lengkap, berawal dari paradigma positivisme,
postpositivisme, critical theory dan konstruktivisme. Perubahan paradigma dalam
ilmu pengetahuan mencakup seluruh aspek paradigma dari beberapa kasus perubahan
paradigma ilmu pengetahuan yang telah dipaparkan, arah yang dicapai memang
diutamakan berupa perkembangan.Kemapanan dan munculnya spesialisasi ilmu
menjadi harapan dari perubahan tersebut.Perubahan tersebut berhubungan timbal
balik dengan perubahan kehidupan manusia yang menjadi pendukungnya, termasuk
terutama perkembangan dikalangan ilmuwan.
5. Pengertian Kebudayaan
Definisi dan Batasan Kebudayaan Budaya
merupakan hasil budi, daya, dan karsa manusia.Budaya merupakan salah satu unsur
dasar dalam kehidupan social.Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk
pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk
kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu.Budaya mencakup perbuatan atau
aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat,
pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.Budaya secara
harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan
tanah, mengolah, memelihara ladang.Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal
daribahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan
mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta
manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada
mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung
dan mahal.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan
yang dikemukakan beberapa ahli:
·
Edward B. Taylor : Kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
·
M. Jacobs dan B.J. Stern :Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi
sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan
warisan sosial.
·
Koentjaraningrat : Kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
·
Dr. K. Kupper : Kebudayaan merupakan sistem
gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan
berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
·
William H. Haviland : Kebudayaan adalah
seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota
masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
·
Ki Hajar Dewantara : Kebudayaan berarti buah
budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni
zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
·
Francis Merill : Pola-pola perilaku yang
dihasilkan oleh interaksi sosial
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
·
Bunded : Kebudayaan adalah sesuatu yang
terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui
simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang
digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya diantara para anggota suatu
masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di
dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
·
Mitchell (Dictionary of Soriblogy) : Kebudayaan
adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan
produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan
sekedar dialihkan secara genetikal.
·
Robert H Lowie : Kebudayaan adalah segala
sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat
istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan
dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di
dapat melalui pendidikan formal atau informal.
·
Arkeolog R. Seokmono : Kebudayaan adalah seluruh
hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan
dalam penghidupan. Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang
dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima
oleh semua masyarakat.
Perumusan mengenai batasan kebudayaan
banyak sekali.Di antara batasan-batasan itu terdapat suatu kesepakatan bahwa
kebudayaan itu dipelajari dan bahwa kebudayaan menyebabkan orang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.Kebudayaan
merupakan bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh manusia.Secara implicit
dapat diartikan bahwa manusia hidup dalam suatu lingkungan alam dan lingkungan
sosial, hal mana berarti juga bahwa kebudayaan tidak semata-mata merupakan
unsur gejala biologis. Kebudayaan mencakup semua unsur yang diciptakan manusia
dari kelompoknya, dengan jalan mempelajarinya secara sadar atau dengan suatu
proses pemciptaan keadaan-keadaan tertentu. Hal itu semua mencakup pelbagai
macam teknik, lembaga-lembaga sosial, kepercayaan, maupun pola pola perilaku.
Konsep kebudayaan yang dipergunakan sebagai
sarana untuk menganalisa manusia, mempunyai arti yang berbeda dengan pengertian
berbudaya (cultured). Pengertian berbudaya menunjuk pada kemampuan manusia
(yang berbudaya) untuk memanfaatkan pelbagai unsur peradaban masyarakat.Bagi
mereka yang ingin memahami esensi hakikat kebudayaan, harus dapat memecahkan
paradoks-paradoks dalam kebudayaan.Paradoks-paradoks tersebut dapat
mengakibatkan terjadionya masalah-masalah, oleh karena itu sifatnya fundamental,
sehingga sukar untuk menyerasikan kontradiksi-kontradiksi yang ada. Paradoks-paradoks
tersebut yaitu:
a.
Dalam pengalaman manusia, maka kebudayaan bersifat
universal,; akan tetapi setiap manifestasinya secara local atau regional adalah
khas (unique).
b.
Kebudayaan bersifat stabil akan tetapi juga dinamis;
wujud kebudayaan senantiasa berubah secara konstan.
c.
Kebudayaan mengisi dan menentukan proses kehidupan
manusia, akan tetapi jarang disadari dalam pikiran. Teori Herskovits
mengemukakan bahwa:
·
Kebudayaan merupakan sesuatu yang berada di atas
manusia dan benda atau badan (super organik), oleh karena kebudayaan senantiasa
terpelihara dari satu generasi ke generasi berikutnya, walaupun anggota-anggota
generasi tersebut silih berganti (karena kelahiran dan kematian).
·
Kebudayaan menentukan segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut (cultural
determinism).
·
Unsur-unsur pokok dari kebudayaan adalah
peralatan teknologi, ekonomi, keluarga,
dan kekuasaan atau pengendalian politik.
6. Perlunya Kebudayaan Bagi Manusia
Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan
pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan
sejarahnya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat
yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan
kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan
penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior
(Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ;1999).
Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan
tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka semua
kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai,
senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan menjadi tanda dan ukuran
tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa (Dewantara, 1994).
Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam
dilihat dari keadaan jenis-jenisnya:
a.
Hidup-kebatinan manusia, yaitu yang menimbulkan tertib
damainya hidup masyarakat dengan adapt-istiadatnya yang halus dan indah; tertib
damainya pemerintahan negeri; tertib damainya agama atau ilmu kebatinan dan
kesusilaan.
b.
Angan-angan manusia, yaitu yang dapat menimbulkan
keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
c.
Kepandaian manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam
kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan
lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara;
1994).
Tempus mutantur, et nos mutamur in illid.
Waktu berubah, dan kita ikut berubah juga didalamnya. Demikian pepatah latin
kuno yang mungkin masih kita temukan aktualitasnya sampai sekarang. Waktu
berubah dan cara-cara manusia mengekspresikan dirinya, menelusuri jejak
pencarian makna tentang siapakah dirinya, orang lain dan dirinya bersama orang
lain (masyarakat) juga berubah (Sutrisno dan Putranto, 2005).
Seturut konteks zaman yang berubah, orang- orang dengan alam pikir dan rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan, serta budaya pun ikut berubah.(Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Raymond William, pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka, kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu kata yang sering digunakan karena mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda- beda dan dalam kerangka berpikir yang berbeda2 pula. Oleh arena itu, William berani berpendapat bahwa perubahan- perubahan historis tersebut bisa direfleksikan ke dalam tiga arus penggunaan istilah budaya, yaitu :
Seturut konteks zaman yang berubah, orang- orang dengan alam pikir dan rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan, serta budaya pun ikut berubah.(Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Raymond William, pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka, kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu kata yang sering digunakan karena mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda- beda dan dalam kerangka berpikir yang berbeda2 pula. Oleh arena itu, William berani berpendapat bahwa perubahan- perubahan historis tersebut bisa direfleksikan ke dalam tiga arus penggunaan istilah budaya, yaitu :
i.
Yang mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual,
dan estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat;
ii.
Yang mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual
dan artistik sekaligus produk- produk yang dihasilkan (film, benda-benda seni,
dan teater).
iii.
Yang menggambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan,
keyakinan- keyakinan, dan adat kebiasaan sejumlah orang, kelompok, atau
masyarakat. (Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Kroeber dan Kluckhon, ahli
antropologi, ada enam pemahaman pokok mengenai budaya, yaitu :
·
Definisi deskriptif : cenderung melihat budaya
sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus
menunjukan sejumlah ranah (bidang kajian)nyang membentuk budaya.
·
Definisi historis : cenderung melihat kebudayaan
sebagai warisan yang dialih-turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
·
Definisi normatif : bisa mengabil dua bentuk.
Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola- pola
perilaku dan tindakan yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa
mengacu pada perilaku.
·
Definisi psikologis : cenderung memberi tekanan
pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang isa
berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya.
·
Definisi struktural : mau menunjuk pada hubungan
atau keterkaitan antara aspek- aspek yang terpisah dari budaya sekaligus
menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda- beda dari perilaku
konkret.
·
Definisi genetis : definisi budaya yang melihat
asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini
cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa
bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.(Sutrisno
dan putranto, 2005).
Pada hakekatnya manusia secara kodrati
bersifat sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dikatakan sebagai
makhluk individu karena setiap manusia berbeda-beda dengan manusia yang lain
dalam hal kepribadian, pola pikir, kelebihan, kekurangan dan kreatifitas untuk
mencapai cita-cita. Sehingga sebagai pribadi-pribadi yang khas tersebut manusia
berusaha mengeluarkan segala potensi yang ada pada dirinya dengan cara
menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan orang lain.
Potensi-potensi manusia sebagai makhluk individu dapat dituangkan dalam sebuah
karya seni, sains, dan teknologi.
Baik sains, teknologi maupun seni dan hasil produknya dapat dirasakan disetiap aspek kehidupan manusia dan budayanya. Sehingga pengaruh sains, teknologi, seni bagi manusia dan budaya dalam masyarakat dapat berpengaruh baik secara negatif maupun secara positif
Baik sains, teknologi maupun seni dan hasil produknya dapat dirasakan disetiap aspek kehidupan manusia dan budayanya. Sehingga pengaruh sains, teknologi, seni bagi manusia dan budaya dalam masyarakat dapat berpengaruh baik secara negatif maupun secara positif
a.
Pengaruh positif
·
Meningkatkan kesejahteraan hidup manusia (secara
individu maupun kelompok) terhadap perkembangan ekonomi, politik, militer, dan
pemikiran-pemikiran dalam bidang sosial budaya.
·
Pemanfaatan sains, teknologi, dan seni secara
tepat dapat lebih mempermudah proses pemecahan berbagai masalah yang dihadapi
oleh manusia.
·
Sains, teknologi dan seni dapat memberikan suatu
inspirasi tentang perkembangan suatu kebudayaan yang ada di Indonesia.
b.
Pengaruh negative
Selain untuk memberikan pengaruh positif
sains, teknologi dan seni juga dapat memberikan pengaruh yang negatif bagi
perubahan peradapan manusia dan budaya terutama bagi generasi muda.Selain itu
sains, teknologi dan seni telah melunturkan nilai-nilai luhur kepribadian
bangsa dan tata krama sosial yang selama ini menjadi ciri khas dan kebanggaan.
Serta yang terakhir pemanfaatan dari sains, teknologi, dan seni sering kali
menimbulkan masalah baru dalam kehidupan manusia terutama dalam hal kerusakan
lingkungan, mental dan budaya bangsa, seperti:
a.
Menipisnya lapisan ozon
b.
Terjadi polusi udara, air dan tanah
c.
Terjadi pemanasan global
d.
Rusaknya ekosistem laut
e.
Pergaulan dan seks bebas dan penyakit moral.
Oleh karena itu agar sains, teknologi dan
seni dapat memberikan pengaruh yang positif bagi manusia dan budaya, maka
sains, teknologi dan seni seharusnya mampu mengkolaborasikan antara nilai-nilai
empiris dengan nilai-nilai moral dan menyesuaikan dengan nilai-nilai religius,
keagamaan, dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. (Anonim, 2008).
7. Peran manusia Terhadap Kebudayaan
Manusia adalah makhluk hidup yang dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial.
Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homo sapiens”, sama seperti
makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem
kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial
masyarakat secara berkelompok membentuk budaya
Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari
kepribadian-kepribadian.Individu adalah kreator dan sekaligus manipulator dari
kebudayaannya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan
seterusnyakebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian
tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian
dankebudayaan.
Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan
sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah laku yang bisa
dipelajari.Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti
tingkah laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari
orang dewasa dalam suatu generasi.
John Gillin menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut:
John Gillin menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut:
·
kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan
yang tidak disadari
untuk belajar.
untuk belajar.
·
kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar
akan reaksi-reaksi kelakukan tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan
kondisi yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang- perangsang untuk
terbentuknya kelakuan-kelakuan tertentu.
·
kebudayaan mempunyai sistem “reward and
punishment” terhadap kelakuan-kelakuan tertentu. Setiap kebudayaan akan
mendorong suatu bentuk kelakuan yang sesuai dengan sistem nilai dalam kebudayan
tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap kelakuan-kelakuan yang
bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat tertentu.
·
kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk
kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Pada dasarnya pengaruh tersebut dapat
dilukiskan sebagai berikut:
a.
Kepribadian adalah suatu proses, Seperti yang telah
kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara
pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika.
b.
Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangannya
untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya
tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi di dalam suatu masyarakat manusia
yang berbudaya.
c.
Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor
penting ialah imajinasi. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan
kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri
tnapa lingkungan kebudayaan maka dia akan memulai dari nol di dalam pengembangan
kepribadiannya.
d.
Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup di
dalam masyarakat agar dapat hidup dan berkembang. Yang paling efisien adalah
dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup
dalam masyarakatnya.
e.
Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang
berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan dalam waktu yang panjang.
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan dalam waktu yang panjang.
f.
Learning is a goal teaching behaviour.
g.
Dalam psikoanalisis antara lain dikemukakan mengenai
peranan super ego dalam perkembangan kepribadian. Super ego tersebut tidak lain
adalah dunia masa depan yang ideal.
h.
Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia.
Bersama- sama dengan ego, beserta id, keduanya merupakan energi yang ada di
dalam diri pribadi seseorang. Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan
dengan kondisi yang ada serta dorongan super ego yang diarahkan oleh
nilai-nilai budaya. Bidney menyatakan bahwa individu bukan pemilik pasif dari
nilai-nilai sosial budaya tetapi juga aktif di dalam menciptakan dan mengubah
kebudayaannya. (Pandupinaya,D.,2007).
8.
Kebudayaan
Dan Pendidikan
Allport, Vernon dan
Lindzey (1951) mengidentifikasi enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai
teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama.Yang dimasukkan dengan
nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti
rasionalisme, empirisme dan metode ilmiah.Nilai ekonomi mencakup kegunaan dri
berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika berhuungan
dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk,
harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan penekanan segi –
segi kemanusiaa yang luhur.Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh
baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik.Sedangkan nilai agama
merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transendental dalam usaha
manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.Setiap
kebudayaan mempunyai skala hirarki mngenai mana yang lebih penting dan mana
yang kurang pepnting dari nilai – nilai tersebut diatas serta mempunyai
penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori.Alisjahbana (1975) mengkaji
perkembangan kebudayaan. Indonesia dari segi ini dalam publikasinya
perkembangan sejarah kebudayaan indonesia dari jurusan nilai – nilai.
Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka masalah
pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai nilai budaya apa
saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita.pendidikan yang dapat di
artikan secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak
didik untuk mengembangkan pikiran, kepribadian dan kemampuan
fisiknya,mengharuskan kita setiap waku untuk mengkaji kembali masalah tersebut.
Hal ini haru dilakukan disebabkan oleh 2 hal yakni pertama, nilai – nilai
budaya yang harus dikembangkan dalam diri anak didik kita haruslah relakan
dengan kurun zaman dimana anak itu akan hidup kelak dan, kedua, usaha
pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit
dan definitif tentang hakikat nilai – nilai budaya tersebut. Keharusan kita
untuk bersifat eksplisit dan definitif ini disebabkan gejala kebudayaan, yang
meminjam perkataan Hall, lebih banyak bersifat tersembunyi ( implisit) daripada
terungkap (eksplisit), dan anehnya, hakekat kebudayaan itu justru lebih
tersembunyi bagi anggota masyarakatnya. Gejala yang kelihatannya bersifat
paradoks ini mungkin tidak mengherankan lagi bila diingat bahwa banyak aspek
kebudayaan yang kita terima begitu saja tanpa pengenalan dan pendalaman yang sadar.
Masalah ini lebih
serius lagi kalau diperhatikan bahwa pada kenyataannya nilai–nilai budaya yang
disampaikan lewat proses pendidikan buka nilai-nilai budaya yang diperlukan
oleh anak didik kita kelak dimana dia akan dewasa dan berfungdsi dalam masyaakat
melainkan nilai-nilai konfensinal yang sekarang berlaku yang didalami dan
dipraktekan oleh orang tua dan guru mereka selkau pendidik. Kesimpulan
sementara penelitian Sheldown Shaeffer di kecamatan turen Malang (1978),
menyebutkan bahwa kegiaan pendidikan dasar disana tidak memberika pengetahuan
nilai, sikap yanng diperluka anak itu kelak untuk hidup dalam abad XXI.Bukan
rahasia lagi bahwa guru selaku pendidik termasuk kedalam kelompok yang bersifat
konservatif dalam menghadapi pembaharuan dan perubuhan.
Untuk menentukan
nilai-nilai mana yang patut mendapatkan perhatian kita sekarang ini maka
pertama sekali kita harus dapat memperkirakan skenario dari masyarakat kita
dimasa yang akan datang. Skenario masyarakat indonesia di masa yang akan datang
tersebut, memperhatikan indikator dan perkembangn yang sekarang ada, cenderung
untuk mempunyai karakterisktik-karakteristik sebagai berikut:
1. Memperhatikan
tujuan dan strategi pembangunan nasional kita maka masyarakat indoneis akan
beralih dari masyarakat modern yang urban dan bersifat industri serta
2. Pengembangan
kebudayaan kita ditujukan kearah perwujudan peradaban yang bersifat khas
berdasarkan filsafat dan pandaga hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila.
Karakteristik
pertama mengharuskan kita untuk memusatkan perhatikan kepada nilai-nilai yang
relavan dengan masyarakat modern yang sedang dikembangkan. Dibandingkan dengan
masyarakat tradisonal maka masyarakat modern mempunyai indikator-indikator
sebagai berikut:
a. Lebih
bersifat analitikdimana sebagian besar aspek kehidupan bermasyarakat didasarkan
pada asas efesiensi baik yang bersifat teknis maupun ekonomis dan,
b. Lebih
bersifat individual daripada komunal terutama ditinjau dari segi pengembangan
potensi manusiawi dan masalah survival.
Indikator pertama memberikan tempat yang penting kepada nilai
teori dan nilai ekonomi.Nilai teori ini terutama sekali berkaitan erat dengan
aspek penalaran (reasoning), ilmu dan teknologi. Sedangkan nilai ekonomi
berpusat kepada penggunaan sumber dan benda ekonomi sear lebih efektifdan
efisien berdasarkan kalkulasi yang bertanggung jawab umpamanya pola konsumsi
masyarakat. Indikator kedua menimbulkan pergeseran nilai sosial dan kekuasaan
(politik).Kedua nilai ini harus berorientasi kepada kepercayaan pada diri
sendiri serta keberanian untuk mengambil keputusan sendiri.
Suatu masyarakat modern yang berasaskan efisiensi bertumpu
kepada ilmu dan teknologi sebagi landasan utamanya.Semua aspek kehidupan
bermasyarakat ditata secara rasional berdasarkan analisis.Pegambilan keputusan
dalam berbagai hal didasarkan kepada kerangka argumentasi yang disukung
penalaran yang kuat. Kekuatan berpikir akan bersifat dominan dan mendesak ke
belakang cara penarikan kesimpulan berdasarkan intuisi, perasaan dan tradisi.
Dalam masyarakat sekarang keadaan ini bersifat terbalik dimana justru
intuisi,perasaan dan tradisi itulah yang bersifat dominan.
9. Hubungan Filsafat dengan Cara
Berfikir Kebudayaan
Filsafat
mengendalikan cara berfikir kebudayaan dibelakan tiap kebudayaan selalu kita
temukan filsafat. Perbedan kebudayaan dapat dipulangkan perbedaan
filsafat.Kebudayaan bersahaja diatur oleh adat.Adat disusun oleh
nenek-moyang.Nenek moyang itu (ayat 5) berfungsi sebagai filsofi bagi
kebudayaan bersahaja.Kebudayaan komunis dikendalikan oleh pandangan dan sikap
hidup historis materalisme6 atau materialism sosiologi Marx.Cara hidup suatu
masyarakat agama berpedoman pada ajaran penganjur atai Nabi-nya, ang dapat
dipandang sebagai filsofi masyarakat itu.Cara hidup suatu kurun dipengaruhi
oleh ahli-ahli pikir besar kurun itu.
Kehidupan
materialis dalam dunia barat, yaitu memandang materi lebih berharga dari pada
nilai-nilai rohaniah, kuat dipngarui oleh filsafat materialisme.Filsafat ini
mengalami masa jayanya dalam abad ke-XIX di Eroopa Barat di bawah pimpinan Lamettrie,
Moleschott, Buchner, Hackel, Oswald. Pengaruhnya masih terasa dalam abad ke-XX ini dalam bentuk
kehidupan materialis.
Sekularisme
yang merupakan andangan dunia dan sikap hidup Barat dapat
dipulangkankepada filsafat duniawi Feuerbach dalam abad ke-XIX. Kehidupan
Negara diatur dan dikendalikan oleh undang-undang .maka Nietsche berdalil,
filsafat sejati ialah pemerintah, yang menetapkan undang-undang. Jadi kedudukan
filsafat terhadap kehidupan masyarakat adalah pemerintah terhadap
negara.Filsafat pancaila mengatur dan mengendalikan kehidupan Republik
Indonesia.Dalam Negara ini hidup bangsa Indonesia yang berkebudayaan.Republik
Indonesia ini mengatur dan mengendalikan kebudayaan yang hidup dalam
wilayahnya.Dan republik itu sendiri diatur oleh pancasila, demikian budaya
rusia cina diatur oleh filsafat komunisme.Rusia filosofinya Lenin, murid filsof
Marx dan Cina deengan filsofinya Mao Tse Tung, juga murid Marx.
10. Peran Filsafat dalam segi-segi
kebudayaan
Selama
pemikiran kita terikat oleh fakta-fakta sosial, ekonomi, politik, hukum,
teknik, seni dll, kita berada dimedan ilmu. Tetapi kketika pemikiran kita
menjangkau lebih jauh, untuk itu ia melepaskan ikatannya dari fakta, kita
memasuki lpangan filsafat.
Apabila kita berbicara tentang naluri
sosial, maksud ddan tujuan pergaulan hidup,maksud dan tujan perkawinan, nilai
monogamy, poligami, poliandri,system-sistem kekerabatan, individualism dan
kolektivisme sebagai pandangan dunia dan sikap hidup, maka pembicaraan itu
tengah dalam filsafat sosial.
Muncullah
filsofi-filsofi sosial memecahkan masalah-maslah sosial yang tidak termakan
oleh ilmu. Aristoteles, Plato, Epicuros, Epictetus, Marcus, Aurelius,
Confucius, Ibnu Chaldun, Al-Farabi, Montangine, Emerson, John Dewey
adalah tokoh-tokoh filsafat sosial yang banyak memengaruhi orang tentang
sosial.
11. Peranan
Filsafat Pendidikan terhadap Kebudayaan Bangsa
Perlu disadari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat,
bangsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya.Maka membutuhkan pewarisan
dan pengambangan sosial budaya yang dilakukan melalui pendidikan.Agar
pendidikan berjalan dengan baik.Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai
sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya.Karena pendidikan harus secara
fundamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan
perkembangan sosial budaya, martabat bangsaa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan
dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai
budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan dan
pembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa.
Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah
pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan
masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihadapi seperti kekuatan alam dan
kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik
secara spritual maupun materil.Manusia merupakan makhluk yang berbudaya.Melalui
akalnya manusia danpat mengembangkan kebudayaan.Begitu pula manusia hidup dan
tergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaanya.Kebudayaan memberikan aturan
bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan
kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan yang akan mengembangkan dan
membangkitkan budaya-budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga untuk
selamanya. Oleh karena itu, dengan adanya filsfat, kita dapat mengetahui
tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai
kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadal alam lingkungannya. Sehingga
kebudayaan memiliki peran:
a.
Suatu
hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya
b.
Wadah
untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain
c.
Sebagai
pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
d.
Pembeda
manusia dengan binatang
e.
Petunjuk-petunjuk
tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan
f.
Pengaturan
agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat, menentukan
sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain
g.
Sebagai
modal dasar pembangunan
Kebudayaan masyarkat tersebut
sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang bersumber pada masyarakat itu
sendiri.Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayan kebendaan
yang mempunyai kegunaan utama dlaam melindungi masyarakt terhadap lingkungan di
dalamnya.
.
12. Lembar Kerja
Pada
lembar kerja ini, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanpada
akhir kuliah, sebagai berikut :
1.
Rumuskan apakah yang dimaksud
dengan filsafat, pendidikan dan filsafat pendidikan ?
3. Mengapa kebudayaan ada dalam hidup manusia ? dan apa
peran manusia dalam suatu kebudayaan?
4. Bagaimana hubungan filsafat dengan kebudayaan?
5. Apa peranan filsafat pendidikan terhadap
kebudayaan bangsa ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar