Senin, 12 Mei 2014

MODUL FILSAFAT PENDIDIKAN

MODUL I
FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN BANGSA

I.     Petunjuk Umum
Petunjuk  umum  ini  memuat  penjelasan  tentang  langkah-langkah  yang  akan ditempuh dalam perkuliahan, sebagai berikut :

1.    Kompetensi Dasar
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami filsafat pendidikan sebagai paradigma pengembangan kebudayaan bangsa.

2.    Materi
a.    Pengertian Filsafat, Pendidikan dan Filsafat Pendidikan
b.    Pengertian Paradigma dan Kebudayaan
c.    Perlunya Kebudayaan Bagi Manusia serta Perannya Terhadap Kebudayaan
d.    Hubungan serta Peran Filsafat dengan Cara Berfikir Kebudayaan
e.    Peranan Filsafat Pendidikan terhadap Kebudayaan Bangsa

3.    Indikator Pencapaian       
Mahasiswa dapat  menjelaskan filsafat pendidikan sebagai paradigma pengembangan kebudayaan bangsa.

4.    Referensi
1.      E.B. Taylor, Primitive Cultur (London: John Murray, 1871)
2.      Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (Jakarta:Gramedia, 1974), hlm. 12.
3.      Sutan Takdir Alisjahbana, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia (Jakarta: Yayasan Idayu, 1975), hlm. 6.
4.      George F. Kneller, Introduction to the Philosophy of Education (New York: John Wiley, 1967), hlm.20.
5.      Cassirer, Ernst, Manusia dan Kebudayaan
6.      Prof. Dr. H. A. Tafsir, Filsafat Pendidikan (Bandung : Pustaka Setia, 2011), hlm.11-24
8.      file:///F:/DIKTAT/FILSAFAT%20PENDIDIKAN%20%20.htm ( 6 maret 2014, pukul 19.15)

5.    Strategi Pembelajaran
Strategi  pembelajaran  yang  digunakan  adalah Active  Debate.   Skenario  kelas dengan waktu 100 menit, langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut :
a.    Materi  kuliah  telah  diberikan  kepada  mahasiswa  1  [satu]  minggu  sebelum perkuliahan. Mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi tersebut agar memudahkan “debat”.
b.   Dalam  kegiatan  “debat”,  kelas  dibagi  menjadi  4  [empat]  atau  5  [lima]  kelompok. Secara acak akan ditugaskan [1] kelompok pertama ditetapkan sebagai penyaji, [2] kelompok kedua dan  ketiga ditentukan  sebagai  “kontra”  atau  “penyangga”,  [3] kelompok keempat sebagai “pembela” kelompok pertama, dan [4] kelompok kelima sebagai “penengah”. Masing-masing kelompok terdiri 10 [sepuluh] mahasiswa atau lebih [waktu 5 menit].
c.    Sebelum  debat  dimulai  dosen  menyajikan   “global  materi”   kuliah  yang  akan didebatkan kepada mahasiswa dalam bentuk ceramah [waktu 10-15 menit].
d.   Sebelum  debat  dilaksanakan,   masing-masing  kelompok  menetukan  “juru bicaranya”.  Masing-masing  kelompok  mendikusikan  materi  pada  kelompoknya sendiri dan merumuskan argumen-argumen dari hasil diskusinya [waktu 30 menit].
e.    Setelah  masing-masing   kelompok   selesai  diskusi   dan  telah  menemukan argumentasi untuk disampaikan, kegiatan diskusi dihentikan dan setting kelas dibuat dalam situasi yang berbeda.
f.     Mulailah  “perdebatan”  dan  dalam “perdebatan”  ini  dosen  bertindak  sebagai pemandu. Langkah  pertama, suruhlah  “juru  bicara”  dari  kelompok  “penyaji”  untuk menyampaikan  argumen-argumennya. Langkah  kedua, meminta   kelompok  kontra [2  dan  3  ]  meberikan  atau  menyampaikan  “komentar  terhadap  argumentasi”  yang disampaikan.  Buatlah  situasi  “debat”  anatar  kelompok  penyaji  dengan  kelompok kontra  dan  sesekali  meminta  argumentasi  dari  kelompok  “penengah”. Langkah ketiga, mintalah  kolompok  “pembela”  untuk  menyampaikan  argumentasi pembelaannya dan buatlah situasi debat antara kelompok “kontra” dengan kelompok “pembela” dan sesekali meminta argumentasi dari kelompok “penengah”. Doronglah peserta yang lain untuk mencatat dan disampaikan kepada “juru-juru debat” mereka dengan berbagai argumen atau bantahan yang disarankan kepada juru bicaranya. Juga,  doronglah  mereka  untuk  menyambut  dengan  applaus  terhadap  argumen-argumen dari wakil atau juru bicara tim mereka [waktu 40 menit].
g.    Ketika perdebatan dianggap sudah cukup, perdebatan diakhiri dan seluruh kelompok dikembalikan pada situasi kelas semula. Dosen menyimpulkan dan memberi komentar  terhadap  permasalahan  yang  diajukan  dalam  perdebatan  tersebut  dan buatlah  diskusi  seluruh  kelas  tentang  apa  yang  telah  dipelajari  dari  pengalaman debat  itu  dan  kemudian  rumuskan  argumen-argumen  terbaik  yang  dibuat  kedua kelompok [“penyaji” dan “kontra”]. Maka, sebelum menutup perkuliahan, doronglah semua  mahasiswa  untuk  menyambut  dengan applaus atas  “debat”  yang  telah dilakukan , setelah itu tutup kuliah dengan membaca do’a [ waktu 15menit]
h.    Pendekatan pembelajaran ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan, materi dan kesepakatan dengan mahasiswa.

6.    Lembar Kegiatan Pembelajaran
a.     Pahami dan kuasai materi ini dengan baik, agar pada waktu “debat” di kelas dan mengerjakan soal ujian saudara tidak banyak mengalami kesulitan.
b.    Mulailah  memotivasi  diri  untuk  membaca,   dari  yang  mudah,  dan  mulai membaca sekarang.
c.     Bacalah skenario pada petunjuk umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran di kelas.

7.    Evaluasi
a.     Setelah kegiatan belajar berakhir, mahasiswa diminta mengerjakan test [post test], sehingga dapat diketahui seberapa jauh Tujuan Pembelajaran dalam pembahasan materi tersebut dapat tercapai.
b.    Apabila  mahasiswa  dapat  menjawab  70%  dari  soal-soal  test  dengan betul,  berarti  mahasiswa  telah  mencapai Tujuan  Pembelajaran dalam pembahasan materi yang disampaikan dosen.









II.                MATERI

1.      Pengertian filsafat
Sebelum mendefinisikan filsafat pendidikan, karena antara filsafat dengan filsafat pendidikan merupakan dua konsep yang berbeda, konsep filsafat harus di artikan terlebih dahulu.Filsafat dapat diartikan sebagai way of life manusia sepanjang kehidupannya di dunia.Cita – cita manusia selalu berkaitan dengan falsafah hidupnya.Bahkan, nasib suatu bangsa dan Negara bergantung pada ideology yang dianut, yang secara substansial diciptakan oleh filsafat.Filsafat bermakna sikap yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara kontemplatif dan menyeluruh.
Kata filsafat berasal dari bahasa inggris dan bahasa yunani.Dalam bahasa inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa yunani philein atau philos dan sophi. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah yang artinya al-hikmah. Philos artinya cinta, sedangkan Sophia, artinya kebijaksanaan.Dengan demikian, filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah”.Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran disebut dengan filsuf.Filsuf selalu belajar dan mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas.Mencari kebenaran dengan pendekatan filosofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran hingga ke akar-akarnya yang dilakukan secara mendalam.
Menurut Plato dan Aristoteles kebenaran adalah apabila “pernyataan yang dianggap benar itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya”. Dengan demikian kebenaran berfungsi sebagai tolak ukur antara suatu peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya, jika cocok dianggap benar dan jika tidak cocok tidak diterima sebagai kebenaran.Kebenaran yang demikian agakya cenderung mengandung pengertian yang relatif sebab tergantung dari faktor ruang dan waktu.Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa pengertian filsafat dari segi ketatabahasaan adalan cinta teradap pengetahuan atau kebijaksanaan atau kebenaran.
Muhtar Yahya mengatakan bahwa berfikir filsafat ialah “pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tetang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam”. Soegardo Poerbakwatja juga mengatakan bahwa filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab musabab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan fikiran belaka. Sedangkan Socrates (470-399 SM) mengatakan, berfilsafat merupakan cara berfikir yang radikal menyeluruh dan mendasar. Di zaman yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis yang spesial, akan tetapi suatu cara hidup yang konkrit (a concraten way of life), suatu pandangan hidup yang total tentang manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang. Perkembangan peradaban menyebabkan manusia mampu melakukan perubahan besar dalam bidang sains, teknologi, kedokteran, ilmu–ilmu sosial dan pendidikan.perubahan–perubahan tersebut mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang nilai–nilai kebenaran. Setiap perubahan yang terjadi di peradaban akan berpengaruh dalam sistem nilai yang berlaku. Hal ini disebabkan karena antara perubahan peradaban dengan cara berfikir manusia terhadap hubungan timbal balik. Sebagaimana kata Jujun S. Suriasumantri, bahwa “filsafat merupakan cara berfikir mendasar, yang menyeluruh dan spekulasi”.

Beberapa definisi filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berfikir. Dengan demikian, kebenaran filosofis adalah kebenaran berfikir yang rasional, logis, sistematis, kritis, radikal dan universal.
2.      Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segala hal yang menyangkut keseluruhan yang bersifat universal.Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofis tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tidak mengenal pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun, kebenarannya masih diragukan. Dikatakan tidak mengenal kata puas Karena kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan perubahan
3.      Filsafat adalah pengembaraan alam piker manusia yang tidak mengenal kenyang dengan ilmu pengetahiuan dan kebenaran yang hakiki.
4.      Filsafat adalah pencarian kebenaran dengan cara berfikir sistematis yang dilakukan secara teratur mengikuti system yang berlaku sehingga tahapan-tahapanya mudah diikuti. Berfikir sistematis senantiasa mengikuti aturan logika yang benar normative, artinya cara berfikir yang mengikuti premis – premis tertentu, misalnya menarik kesimpulan dari pemuikiran umum kea rah pemikiran khusus atau sebaliknya dari pemikiran khusus menuju pemikiran umuym. Keduanya lebih dikenal dengan logika deduktif dan induktif. Sistematika berfikir normative disusun dengan struktur dan retorika yang sinergis sehingga berfilsafat bukan menambah kebingungan orang lain yang diajak berkomunikasi, tetapi menjadikannya lebihi komunikatif dan efektif.
5.      Pengertian formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sifat falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari kebenaran tanpa batas. Sikap tersebut merupakan sikap terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Filsafat adalah mencari jawaban yang tidak pernah abadi.berfilsafat tidak pernah selesai berfilsafat tidak pernah selesai karena telah ditemukannya kebenaran, tetapi kebenaran pertama yang telah diperoleh merupakan langkah awal menuju kontemplasi filosofis yang lebih mendalam dan mengakar. Dengan demikian, tidak ada kebenaran akhir dari hasil perenungan filosofis karena hakikat kebenaran bukan sebatas yang tampak. Tampaknya sesuatu mengandung pertanyaan berikutnya.
6.      Filsafat adalah seni kritik dengan tidak membatasi diri pada destruksi pemikiran tentang kebenaran. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kritis dalam filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah menganggap sesuatu dianggap sudah selesai. Filsafat akan terus membuka kembali perdebatan, dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran thesis-antitesis dan sintesisnya. Sifat kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat. yaitu, pendekatan ontologism, epistemologis, dan aksiologis. Ahli filsafat selalu berfikir kritis dengan melakukan pemeriksaan kedua terhadap segala sesuatu yang telah ditemukan secara filosofis. Kebenaran pertama merupakan awal menuju kebenaran kedua dan seterusnya.dengan demikian, tidak ada kata berhenti untuk menggali kebenaran yang sesungguhnya “paling benar”. Kebenaran yang paling benarpun akan dikaji kembali karena tidak ada kebenaran yang paling benar sepanjang kebenaran itu dihasilkan melalui rasionalisasi.
7.      Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Al-kindi (801-873 M) menyebutkan bahwa filsafat adalah “kegiatan manusia tingkat tertinggi yang merupakan pengetahuan yang benar mengenai hakikat segala yang ada bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
8.      Filsafat adalah pencarian kebenaran tanpa mengenal batas dengan menggunakan rasio secara sistematis dan radikal yang diawali keraguan atas segala sesuatu. Menjangkau segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, yang bersifat kontemplatif, logis, kritis, dan spekulatif. Filsafat menjelajah keberadaan yang empiris, fisik, metafisik, natural, supranatural, materiil, immaterial, rasional, dan suprarasional.
9.      Objek materi filsafat adalah segala sesuatu yang adadan yang mungkin ada, sedangkan objek formal filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada yang dipiokirkan secara kontemplatif pada problematika yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan empiris dan observatif yang biasa berada dalam sains.
Hal – hal yang materiil dan metafisikal menjadi objek materi filsafat.Filsafat menyatakan seluruh yang ada dan yang mungkin ada sebagai realitas yang sebenarnya sebagaimana hakikat segala sesuatu berada pada sesuatu itu sendiri.Diluar substansi sesuatu bukanlah hakikat yang sebenarnya.Kebenaran hakiki tersebut benar – benar nyata dan tidak diganggu oleh keraguan jiwa dan pikiran manusia.
Filsafat mempertanyakan setiap eksistensi sehingga melahirkan pendekatan epistemologis.Episteme artinya knowledge yaitu pengetahuan, logos berarti theory. Dengan demikian, epistemology berarti teori pengetahuan atau teori tentang metode, cara, dan dasar dari ilmu pengetahuan atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran dan batasan ilmu manusia.epistemologi adalah cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode – metode, dan kesahihan pengetahuan.
Kajian utama filsafat berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan dengan memikirkan hakikat pengetahuan dan hakikat keberadaan segala sesuatu.Kajiannya mengarahkan diri pada dasar – dasar pengetahuan dalam bentuk penalaran, logika, sumber pengetahuan, dan criteria kebenaran.Hakikat filsafat memfokuskan pada batas – batas penjelajahan ilmu yang dilengkapi perspektif epistemologis tentang system berfikir dan struktur pengetahuan ilmiah.
      Manfaat filsafat dalam kehidupan :
1.      Dasar dalam bertindak
2.      Dasar dalam mengambil keputusan
3.      Mengurangi salah paham dan konflik
4.      Bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah
5.      Mendalami konsep yang sudah bakudengan melihat substansinya
6.      Merumuskan teori atau kerangka pemikiran
7.      Membangun paham – paham yang mengideologis
8.      Membangun sikap saling menghargai pendapat satu sama lain dan tidak truth claim.
9.      Mengembangkan pemahaman berbagai persoalan

2.      Pengertian pendidikan
W.J.S. Poerwadarminta, menjelaskan arti pendidikan sebagai berikut.
1.      Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata dasar didikdan diberi awalan men, menjadi mendidik, yaitu kata kerja yang artinya memelihara dam member latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda, berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pendidikan, yaitu pendewasaaan diri melalui pengajaran dan latihan.
2.      Dalam dictionary of education, makna education adalah kumpulan semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah laku yang bernilai positif di dalam masyarakat tempat ia hidup. Istilah education juga bermakna sebagai sebuah proses social ketika seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya lingkungan social) sehingga mereka dapat memiliki kemampuan social dan perkembangan individual secara optimal.
3.      Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga mencapai kualitas diri yang lebih baik.
4.      Pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki kemerdekaan berfikir, merasa, berbicara, dan bertindak serta percaya diri dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku kehidupan sehari – hari.
5.      Pendidikan merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya. Pendidikan sebagai aktivitasyang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan berbagai factor yang saling berkaitan antara satu dan lainnya sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi.
6.      Pendidikan juga diistilahkan dengan ta’dib, yang mengandung pengertian sebagai proses pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan dalam diri manusia pada tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, kemudian membimbing dan mengarahkannya pada pengakuan dan pengenalan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaanNya.
7.      Pendidikan adalah aktivitas bimbingan yang disengaja untuk mencapai kepribadian yang luhur, baik yang berkaitan dengan dimensi jasmani, rohani, akal, maupun moral.
8.      Pendidikan adalah proses bimbingan secara sadar seorang pendidik sehingga aspek jasmani, rohani, dan akal anak didik tumbuh dan berkembang menuju terbentuknya pribadi, keluarga, dan masyarakat yang berbudi.
9.      Pendidikan merupakan suatu system yang keseluruhan komponennya mendukung terwujudnya tujuan pendidikan yang diidealkan.
10.  Pendidikan artinya mendidik dengan tujuan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik agar terbebas dari kebodohan.
11.  Pendidikan adalah pengembangan kedewasaan berpikir melalui proses transmisi ilmu pengetahuan.
12.  Pendidikan adalah penguatan keyakinan terhadap kebenaran yang diyakini dengan pemahaman ilmiah.
13.  Pendidikan dalam arti mengajarkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmaninya, pikiran-pikirannya, maupun terhadap ketajaman dan kelembutan hati nuraninya.
Dari semua pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawasi, memengaruhi, dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan oleh para pendidik kepada anak didik untuk membebaskan kebodohan, meningkatkan pengetahuan, dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan sehari – hari.

3.      Pengertian Filsafat Pendidikan
Ada beberapa pengertian filsafat pendidikan, di antaranya sebagai berikut.
1.      Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan keguanaannya.
2.      Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara komprehensif dan kontemplatif tentang sumber, seluk beluk pendidikan, fungsi, dan tujuan pendidikan.
3.      Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori teori pendidikan.
4.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses pembelajaran di kelas dan diluar kelas.
5.      Filsafat pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode, dan pendekatan dalam pendidikan.
6.      Filsafat pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternative
7.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat tentang kurikulum pendidikan
8.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat evaluasi pendidikan dan evaluasi pembelajaran
9.      Filsafat pendidikan mengkaji hakikat alat – alat dan media pendidikan.

Metode yang dipergunakan oleh filsafat pendidikan adalah sebagai berikut.
1.      Ontologi  pendidikan, yaitu substansi pendidikan dalam semua perspektif, sebagaimana melihat pendidikan dari tujuan esensialnya sebagai pencapaian maksimal dari pendidikan.
2.      Epistemologi pendidikan, yaitu menyelidiki sumber ajaran atau prinsip yang terdapat dalam pendidikan serta dasar atau asas yang digunakan untuk pendidikan yang dimaksudkan. Berbagai teori pendidikan dikaji secara mendalam sehingga latar belakang kelahirannya diketahui secara aplikatif berkaitan dengan pendidikan.
3.      Aksiologi pendidikan, yaitu penyelidikan mengenai kegunaan fundamental dalam pendidikan, baik secara jasmani maupun rohani, dampak pendidikan secara fungsional terhadap kehidupan manusia, terhadap akal dan hati semua anak didik ; aspek – aspek yang menyangkut fungsi nilai, estetika, dan tujuan pragmatis pendidikan terkaji secara mendalam, radikal, logis, dan sistematis.
4.      Filsafat pendidikan, yaitu merumuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat pendidikan dan pelaksananaanya. Pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan merujuk pada tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan demikian, proses dan tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan merupakan hakikat pendidikan itu sendiri, artinya perjalanan pendidikan bergantung pada tujuannya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan merumuskan berbagai metode, strategi, cara yang akan diterapkan dalam kependidikan, dan proses pembelajaran. Kemudian, disiapkan pula alat – alat pendidikan, sarana dan prasarana yang memperkuat dan mempercepat tercapainya tujuan tersebut.

Paradigma atau model pendidikan yang merujuk pada nilai – nilai yang berlaku di masyarakat merupakan ideologi pendidikan. Dengan demikian, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan ilmu pengetahuan masyarakat secara berjenjang dan formal, serta peningkatan pengetahuan masyarakat yang bersifat informal.

4.      Pengertian Paradigma
Secara umum, pengertian paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari.Sedangkan menurut Guba paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah.Paradigma dalam hal ini dibatasi pada paradigma pencarian ilmu pengetahuan (dicipline inquiry paradigm) yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mencari kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu pengetahuan. Dalam mengembangkan suatu paradigma ilmu kita harus dapat melihat cara pandang yang menjadi aspek filosofis dan metodologis dalam menemukan ilmu pengetahuan, yaitu: dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dimensi aksiologis, dimensi retorik dan dimensi metodologis.
Ada empat paradigma ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam menemukan hakikat realitas atau ilmu pengetahuan yaitu positifisme, phost positifime (Classical paradigm, convensionalism paradigm),  Critical Theory (Realis) dan Constructivism.Dalam ilmu sosial perubahan terjadi secara cepat dan dinamis, tergantung pada bukti empiris yang diyakini.Berikut dipaparkan berbagai unsur yang dilihat sebagai indikator adanya perubahan dalam pengembangan ilmu.Keragaman peradigmatik dapat terjadi karena perbedaan pandangan filosofis, konsekuensi logis dari perbedaan teori yang digunakan dan sifat metodologi yang digunakan untuk mencapai kebenaran.
Ada empat cara berfikir berdasarkan dikotomi pengaruh antara individu dan masyarakat : (i) dikotomi muncul akibat asumsi umum bahwa individu dapat membentuk atau mengubah masyarakat; (ii) dikotomi muncul akibat asumsi umum bahwa “individu merupakan produk dari massyarakat” (individual is created society); (iii) dikotomi dari kedua pendapat itu disintesiskan oleh Peter Berger, dalam model yang memiliki perspektif yang tersangkut paut dengan hubungan antara anggota masyarakat; (iv) model terakhir itu akan menghasilkan gambaran yang menyambung. Di satu sisi berlangsung proses (socialization) yang terjadi ketika individu mendapat pengaruh kuat dari lingkungan sosial, individu akan menyesuaikan diri dengan pola-pola yang berlaku di masyarakatnya.          
Pandangan tentang paradigma ilmu pengetahuan tampaknya berubah antar waktu. Perkembangan substansi paradigmatik dalam tulisan ini akan dikupas lengkap, berawal dari paradigma positivisme, postpositivisme, critical theory  dan konstruktivisme. Perubahan paradigma dalam ilmu pengetahuan mencakup seluruh aspek paradigma dari beberapa kasus perubahan paradigma ilmu pengetahuan yang telah dipaparkan, arah yang dicapai memang diutamakan berupa perkembangan.Kemapanan dan munculnya spesialisasi ilmu menjadi harapan dari perubahan tersebut.Perubahan tersebut berhubungan timbal balik dengan perubahan kehidupan manusia yang menjadi pendukungnya, termasuk terutama perkembangan dikalangan ilmuwan.
5.      Pengertian Kebudayaan
Definisi dan Batasan Kebudayaan Budaya merupakan hasil budi, daya, dan karsa manusia.Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social.Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu.Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang.Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
·        Edward B. Taylor : Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
·        M. Jacobs dan B.J. Stern :Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
·        Koentjaraningrat : Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
·        Dr. K. Kupper : Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
·        William H. Haviland : Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
·        Ki Hajar Dewantara : Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
·        Francis Merill : Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
·        Bunded : Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya diantara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
·        Mitchell (Dictionary of Soriblogy) : Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal.
·        Robert H Lowie : Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
·        Arkeolog R. Seokmono : Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan. Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
Perumusan mengenai batasan kebudayaan banyak sekali.Di antara batasan-batasan itu terdapat suatu kesepakatan bahwa kebudayaan itu dipelajari dan bahwa kebudayaan menyebabkan orang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.Kebudayaan merupakan bagian dari lingkungan yang diciptakan oleh manusia.Secara implicit dapat diartikan bahwa manusia hidup dalam suatu lingkungan alam dan lingkungan sosial, hal mana berarti juga bahwa kebudayaan tidak semata-mata merupakan unsur gejala biologis. Kebudayaan mencakup semua unsur yang diciptakan manusia dari kelompoknya, dengan jalan mempelajarinya secara sadar atau dengan suatu proses pemciptaan keadaan-keadaan tertentu. Hal itu semua mencakup pelbagai macam teknik, lembaga-lembaga sosial, kepercayaan, maupun pola pola perilaku.
Konsep kebudayaan yang dipergunakan sebagai sarana untuk menganalisa manusia, mempunyai arti yang berbeda dengan pengertian berbudaya (cultured). Pengertian berbudaya menunjuk pada kemampuan manusia (yang berbudaya) untuk memanfaatkan pelbagai unsur peradaban masyarakat.Bagi mereka yang ingin memahami esensi hakikat kebudayaan, harus dapat memecahkan paradoks-paradoks dalam kebudayaan.Paradoks-paradoks tersebut dapat mengakibatkan terjadionya masalah-masalah, oleh karena itu sifatnya fundamental, sehingga sukar untuk menyerasikan kontradiksi-kontradiksi yang ada. Paradoks-paradoks tersebut yaitu:
a.       Dalam pengalaman manusia, maka kebudayaan bersifat universal,; akan tetapi setiap manifestasinya secara local atau regional adalah khas (unique).
b.      Kebudayaan bersifat stabil akan tetapi juga dinamis; wujud kebudayaan senantiasa berubah secara konstan.
c.       Kebudayaan mengisi dan menentukan proses kehidupan manusia, akan tetapi jarang disadari dalam pikiran. Teori Herskovits mengemukakan bahwa:
·        Kebudayaan merupakan sesuatu yang berada di atas manusia dan benda atau badan (super organik), oleh karena kebudayaan senantiasa terpelihara dari satu generasi ke generasi berikutnya, walaupun anggota-anggota generasi tersebut silih berganti (karena kelahiran dan kematian).
·        Kebudayaan menentukan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut (cultural determinism).
·        Unsur-unsur pokok dari kebudayaan adalah peralatan teknologi,  ekonomi, keluarga, dan kekuasaan atau pengendalian politik.
6.      Perlunya Kebudayaan Bagi Manusia
Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior (Sajidiman, dalam “Pembebasan Budaya-Budaya Kita” ;1999).
Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan menjadi tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa (Dewantara, 1994).
Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya:
a.       Hidup-kebatinan manusia, yaitu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adapt-istiadatnya yang halus dan indah; tertib damainya pemerintahan negeri; tertib damainya agama atau ilmu kebatinan dan kesusilaan.
b.      Angan-angan manusia, yaitu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
c.       Kepandaian manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994).
Tempus mutantur, et nos mutamur in illid. Waktu berubah, dan kita ikut berubah juga didalamnya. Demikian pepatah latin kuno yang mungkin masih kita temukan aktualitasnya sampai sekarang. Waktu berubah dan cara-cara manusia mengekspresikan dirinya, menelusuri jejak pencarian makna tentang siapakah dirinya, orang lain dan dirinya bersama orang lain (masyarakat) juga berubah (Sutrisno dan Putranto, 2005).
Seturut konteks zaman yang berubah, orang- orang dengan alam pikir dan rasa, karsa dan cipta, kebutuhan dan tantangan yang mengalami perubahan, serta budaya pun ikut berubah.(Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Raymond William, pengamat dan kritikus kebudayaan terkemuka, kata “kebudayaan” (culture) merupakan salah satu kata yang sering digunakan karena mengacu pada sejumlah konsep penting dalam beberapa disiplin ilmu yang berbeda- beda dan dalam kerangka berpikir yang berbeda2 pula. Oleh arena itu, William berani berpendapat bahwa perubahan- perubahan historis tersebut bisa direfleksikan ke dalam tiga arus penggunaan istilah budaya, yaitu :
                                                                      i.      Yang mengacu pada perkembangan intelektual, spiritual, dan estetis dari seorang individu, sebuah kelompok, atau masyarakat;
                                                                    ii.      Yang mencoba memetakan khazanah kegiatan intelektual dan artistik sekaligus produk- produk yang dihasilkan (film, benda-benda seni, dan teater).
                                                                   iii.      Yang menggambarkan keseluruhan cara hidup, berkegiatan, keyakinan- keyakinan, dan adat kebiasaan sejumlah orang, kelompok, atau masyarakat. (Sutrisno dan putranto, 2005).
Menurut Kroeber dan Kluckhon, ahli antropologi, ada enam pemahaman pokok mengenai budaya, yaitu :
·        Definisi deskriptif : cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukan sejumlah ranah (bidang kajian)nyang membentuk budaya.
·        Definisi historis : cenderung melihat kebudayaan sebagai warisan yang dialih-turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
·        Definisi normatif : bisa mengabil dua bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola- pola perilaku dan tindakan yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku.
·        Definisi psikologis : cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang isa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya.
·        Definisi struktural : mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek- aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda- beda dari perilaku konkret.
·        Definisi genetis : definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.(Sutrisno dan putranto, 2005).
Pada hakekatnya manusia secara kodrati bersifat sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dikatakan sebagai makhluk individu karena setiap manusia berbeda-beda dengan manusia yang lain dalam hal kepribadian, pola pikir, kelebihan, kekurangan dan kreatifitas untuk mencapai cita-cita. Sehingga sebagai pribadi-pribadi yang khas tersebut manusia berusaha mengeluarkan segala potensi yang ada pada dirinya dengan cara menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan orang lain. Potensi-potensi manusia sebagai makhluk individu dapat dituangkan dalam sebuah karya seni, sains, dan teknologi.
Baik sains, teknologi maupun seni dan hasil produknya dapat dirasakan disetiap aspek kehidupan manusia dan budayanya. Sehingga pengaruh sains, teknologi, seni bagi manusia dan budaya dalam masyarakat dapat berpengaruh baik secara negatif maupun secara positif
a.       Pengaruh positif
·        Meningkatkan kesejahteraan hidup manusia (secara individu maupun kelompok) terhadap perkembangan ekonomi, politik, militer, dan pemikiran-pemikiran dalam bidang sosial budaya.
·        Pemanfaatan sains, teknologi, dan seni secara tepat dapat lebih mempermudah proses pemecahan berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia.
·        Sains, teknologi dan seni dapat memberikan suatu inspirasi tentang perkembangan suatu kebudayaan yang ada di Indonesia.
b.      Pengaruh negative
Selain untuk memberikan pengaruh positif sains, teknologi dan seni juga dapat memberikan pengaruh yang negatif bagi perubahan peradapan manusia dan budaya terutama bagi generasi muda.Selain itu sains, teknologi dan seni telah melunturkan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa dan tata krama sosial yang selama ini menjadi ciri khas dan kebanggaan. Serta yang terakhir pemanfaatan dari sains, teknologi, dan seni sering kali menimbulkan masalah baru dalam kehidupan manusia terutama dalam hal kerusakan lingkungan, mental dan budaya bangsa, seperti:
a.       Menipisnya lapisan ozon
b.      Terjadi polusi udara, air dan tanah
c.       Terjadi pemanasan global
d.      Rusaknya ekosistem laut
e.       Pergaulan dan seks bebas dan penyakit moral.
Oleh karena itu agar sains, teknologi dan seni dapat memberikan pengaruh yang positif bagi manusia dan budaya, maka sains, teknologi dan seni seharusnya mampu mengkolaborasikan antara nilai-nilai empiris dengan nilai-nilai moral dan menyesuaikan dengan nilai-nilai religius, keagamaan, dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. (Anonim, 2008).
7.      Peran manusia Terhadap Kebudayaan
Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homo sapiens”, sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya
Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadian-kepribadian.Individu adalah kreator dan sekaligus manipulator dari kebudayaannya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnyakebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dankebudayaan.
Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah laku yang bisa dipelajari.Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi.
John Gillin menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut:
·        kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari
untuk belajar.
·        kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi kelakukan tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang- perangsang untuk terbentuknya kelakuan-kelakuan tertentu.
·        kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap kelakuan-kelakuan tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk kelakuan yang sesuai dengan sistem nilai dalam kebudayan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap kelakuan-kelakuan yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat tertentu.
·        kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Pada dasarnya pengaruh tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut:
a.       Kepribadian adalah suatu proses, Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika.
b.      Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangannya untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi di dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.
c.       Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Manusia tanpa imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup terasing seorang diri tnapa lingkungan kebudayaan maka dia akan memulai dari nol di dalam pengembangan kepribadiannya.
d.      Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup di dalam masyarakat agar dapat hidup dan berkembang. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
e.       Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat
dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan dalam waktu yang panjang.
f.        Learning is a goal teaching behaviour.
g.       Dalam psikoanalisis antara lain dikemukakan mengenai peranan super ego dalam perkembangan kepribadian. Super ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal.
h.       Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia. Bersama- sama dengan ego, beserta id, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang. Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan super ego yang diarahkan oleh nilai-nilai budaya. Bidney menyatakan bahwa individu bukan pemilik pasif dari nilai-nilai sosial budaya tetapi juga aktif di dalam menciptakan dan mengubah kebudayaannya. (Pandupinaya,D.,2007).

8.      Kebudayaan Dan Pendidikan
Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasi enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama.Yang dimasukkan dengan nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metode ilmiah.Nilai ekonomi mencakup kegunaan dri berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia. Nilai estetika berhuungan dengan keindahan dan segi-segi artistik yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan penekanan segi – segi kemanusiaa yang luhur.Nilai politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia politik.Sedangkan nilai agama merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transendental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.Setiap kebudayaan mempunyai skala hirarki mngenai mana yang lebih penting dan mana yang kurang pepnting dari nilai – nilai tersebut diatas serta mempunyai penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori.Alisjahbana (1975) mengkaji perkembangan kebudayaan. Indonesia dari segi ini dalam publikasinya perkembangan sejarah kebudayaan indonesia dari jurusan nilai – nilai.
Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita.pendidikan yang dapat di artikan secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan pikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya,mengharuskan kita setiap waku untuk mengkaji kembali masalah tersebut. Hal ini haru dilakukan disebabkan oleh 2 hal yakni pertama, nilai – nilai budaya yang harus dikembangkan dalam diri anak didik kita haruslah relakan dengan kurun zaman dimana anak itu akan hidup kelak dan, kedua, usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitif tentang hakikat nilai – nilai budaya tersebut. Keharusan kita untuk bersifat eksplisit dan definitif ini disebabkan gejala kebudayaan, yang meminjam perkataan Hall, lebih banyak bersifat tersembunyi ( implisit) daripada terungkap (eksplisit), dan anehnya, hakekat kebudayaan itu justru lebih tersembunyi bagi anggota masyarakatnya. Gejala yang kelihatannya bersifat paradoks ini mungkin tidak mengherankan lagi bila diingat bahwa banyak aspek kebudayaan yang kita terima begitu saja tanpa pengenalan dan pendalaman yang sadar.
Masalah ini lebih serius lagi kalau diperhatikan bahwa pada kenyataannya nilai–nilai budaya yang disampaikan lewat proses pendidikan buka nilai-nilai budaya yang diperlukan oleh anak didik kita kelak dimana dia akan dewasa dan berfungdsi dalam masyaakat melainkan nilai-nilai konfensinal yang sekarang berlaku yang didalami dan dipraktekan oleh orang tua dan guru mereka selkau pendidik. Kesimpulan sementara penelitian Sheldown Shaeffer di kecamatan turen Malang (1978), menyebutkan bahwa kegiaan pendidikan dasar disana tidak memberika pengetahuan nilai, sikap yanng diperluka anak itu kelak untuk hidup dalam abad XXI.Bukan rahasia lagi bahwa guru selaku pendidik termasuk kedalam kelompok yang bersifat konservatif dalam menghadapi pembaharuan dan perubuhan.
Untuk menentukan nilai-nilai mana yang patut mendapatkan perhatian kita sekarang ini maka pertama sekali kita harus dapat memperkirakan skenario dari masyarakat kita dimasa yang akan datang. Skenario masyarakat indonesia di masa yang akan datang tersebut, memperhatikan indikator dan perkembangn yang sekarang ada, cenderung untuk mempunyai karakterisktik-karakteristik sebagai berikut:
1.      Memperhatikan tujuan dan strategi pembangunan nasional kita maka masyarakat indoneis akan beralih dari masyarakat modern yang urban dan bersifat industri serta
2.      Pengembangan kebudayaan kita ditujukan kearah perwujudan peradaban yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan pandaga hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila.

      Karakteristik pertama mengharuskan kita untuk memusatkan perhatikan kepada nilai-nilai yang relavan dengan masyarakat modern yang sedang dikembangkan. Dibandingkan dengan masyarakat tradisonal maka masyarakat modern mempunyai indikator-indikator sebagai berikut:
a.       Lebih bersifat analitikdimana sebagian besar aspek kehidupan bermasyarakat didasarkan pada asas efesiensi baik yang bersifat teknis maupun ekonomis dan,
b.      Lebih bersifat individual daripada komunal terutama ditinjau dari segi pengembangan potensi manusiawi dan masalah survival.
      Indikator pertama memberikan tempat yang penting kepada nilai teori dan nilai ekonomi.Nilai teori ini terutama sekali berkaitan erat dengan aspek penalaran (reasoning), ilmu dan teknologi. Sedangkan nilai ekonomi berpusat kepada penggunaan sumber dan benda ekonomi sear lebih efektifdan efisien berdasarkan kalkulasi yang bertanggung jawab umpamanya pola konsumsi masyarakat. Indikator kedua menimbulkan pergeseran nilai sosial dan kekuasaan (politik).Kedua nilai ini harus berorientasi kepada kepercayaan pada diri sendiri serta keberanian untuk mengambil keputusan sendiri.
      Suatu masyarakat modern yang berasaskan efisiensi bertumpu kepada ilmu dan teknologi sebagi landasan utamanya.Semua aspek kehidupan bermasyarakat ditata secara rasional berdasarkan analisis.Pegambilan keputusan dalam berbagai hal didasarkan kepada kerangka argumentasi yang disukung penalaran yang kuat. Kekuatan berpikir akan bersifat dominan dan mendesak ke belakang cara penarikan kesimpulan berdasarkan intuisi, perasaan dan tradisi. Dalam masyarakat sekarang keadaan ini bersifat terbalik dimana justru intuisi,perasaan dan tradisi itulah yang bersifat dominan.

9.      Hubungan Filsafat dengan Cara Berfikir Kebudayaan
Filsafat mengendalikan cara berfikir kebudayaan dibelakan tiap kebudayaan selalu kita temukan filsafat. Perbedan kebudayaan dapat dipulangkan perbedaan filsafat.Kebudayaan bersahaja diatur oleh adat.Adat disusun oleh nenek-moyang.Nenek moyang itu (ayat 5) berfungsi sebagai filsofi bagi kebudayaan bersahaja.Kebudayaan komunis dikendalikan oleh pandangan dan sikap hidup historis materalisme6 atau materialism sosiologi Marx.Cara hidup suatu masyarakat agama berpedoman pada ajaran penganjur atai Nabi-nya, ang dapat dipandang sebagai filsofi masyarakat itu.Cara hidup suatu kurun dipengaruhi oleh ahli-ahli pikir besar kurun itu.
Kehidupan materialis dalam dunia barat, yaitu memandang materi lebih berharga dari pada nilai-nilai rohaniah, kuat dipngarui oleh filsafat materialisme.Filsafat ini mengalami masa jayanya dalam abad ke-XIX di Eroopa Barat di bawah pimpinan Lamettrie, Moleschott, Buchner, Hackel, Oswald. Pengaruhnya masih terasa dalam abad ke-XX ini dalam bentuk kehidupan materialis.
Sekularisme yang merupakan andangan dunia  dan sikap hidup Barat dapat dipulangkankepada filsafat duniawi Feuerbach dalam abad ke-XIX. Kehidupan Negara diatur dan dikendalikan oleh undang-undang .maka Nietsche berdalil, filsafat sejati ialah pemerintah, yang menetapkan undang-undang. Jadi kedudukan filsafat terhadap kehidupan masyarakat adalah pemerintah terhadap negara.Filsafat pancaila mengatur dan mengendalikan kehidupan Republik Indonesia.Dalam Negara ini hidup bangsa Indonesia yang berkebudayaan.Republik Indonesia ini mengatur dan mengendalikan kebudayaan yang hidup dalam wilayahnya.Dan republik itu sendiri diatur oleh pancasila, demikian budaya rusia cina diatur oleh filsafat komunisme.Rusia filosofinya Lenin, murid filsof Marx dan Cina deengan filsofinya Mao Tse Tung, juga murid Marx.

10.  Peran Filsafat dalam segi-segi kebudayaan
Selama pemikiran kita terikat oleh fakta-fakta sosial, ekonomi, politik, hukum, teknik, seni dll, kita berada dimedan ilmu. Tetapi kketika pemikiran kita menjangkau lebih jauh, untuk itu ia melepaskan ikatannya dari fakta, kita memasuki lpangan filsafat.
 Apabila kita berbicara tentang naluri  sosial, maksud ddan tujuan pergaulan hidup,maksud dan tujan perkawinan, nilai monogamy, poligami, poliandri,system-sistem kekerabatan, individualism dan kolektivisme sebagai pandangan dunia dan sikap hidup, maka pembicaraan itu tengah dalam filsafat sosial.
Muncullah filsofi-filsofi sosial memecahkan masalah-maslah sosial yang tidak termakan oleh ilmu. Aristoteles, Plato, Epicuros, Epictetus, Marcus, Aurelius, Confucius, Ibnu Chaldun,  Al-Farabi, Montangine, Emerson, John Dewey adalah tokoh-tokoh filsafat sosial yang banyak memengaruhi orang tentang sosial.

11.  Peranan Filsafat Pendidikan terhadap Kebudayaan Bangsa
Perlu disadari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa dan negara hidup dalam suatu sosial budaya.Maka membutuhkan pewarisan dan pengambangan sosial budaya yang dilakukan melalui pendidikan.Agar pendidikan berjalan dengan baik.Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman pelaksanaannya.Karena pendidikan harus secara fundamental yang berazas filosofis yang menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat bangsaa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan kreaktivtas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihadapi seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil.Manusia merupakan makhluk yang berbudaya.Melalui akalnya manusia danpat mengembangkan kebudayaan.Begitu pula manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaanya.Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharakan dengan pendidikan yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya dulu, agar dia tidak punah dan terjaga untuk selamanya. Oleh karena itu, dengan adanya filsfat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadal alam lingkungannya. Sehingga kebudayaan memiliki peran:
a.       Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya
b.      Wadah untuk menyalurkan perasan dan kemampuan lain
c.       Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
d.      Pembeda manusia dengan binatang
e.       Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan
f.        Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimnaa seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jikga berhubungan dengan orang lain
g.       Sebagai modal dasar pembangunan

Kebudayaan masyarkat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dlaam melindungi masyarakt terhadap lingkungan di dalamnya.
.
12.  Lembar Kerja
Pada lembar kerja ini, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanpada akhir kuliah, sebagai berikut :
1.      Rumuskan apakah yang dimaksud dengan filsafat, pendidikan dan filsafat pendidikan ?
2.      Jelaskan secara rinci peengertian paradigma dan kebudayaan !
3.      Mengapa kebudayaan ada dalam hidup manusia ? dan apa peran manusia dalam suatu kebudayaan?
4.      Bagaimana hubungan filsafat dengan kebudayaan?
5.      Apa peranan filsafat pendidikan terhadap kebudayaan bangsa ?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar