Sabtu, 17 Mei 2014

pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sejak proklamasi hingga sekarang ini, telah banyak upaya untuk menggeser kedudukan pancasila sebagai dasar Negara dalam wujud pemberontakan bersenjata, gerakan separatis, liberalisasi sikap dan pandangan hidup serta sikap dan tingkah laku politik yang totalliter. Apabila kita menatap masa depan yaitu pada saat pembangunan telah menimbulkan dampak dalam kehidupan bangsa, disitulah perlunya pelestarian nilai – nilai pancasila bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Pembangunan juga akan menimbulkan sikap hidup yang mengakibatkan timbulnya pergeseran nilai, sebagai konsekuensi dalam rangka pemantapan integrasi berbangsa dengan segala aspeknya. Globalisasi, masuknya budaya asing dengan mudah karena kecanggihan teknologi dan informasi ke kehidupan bangsa Indonesia, tentu saja sangat mengkhawatirkan eksistensi pancasila sebagai dasar Negara, sebagai jiwa kepribadian dan sebagai pandangan hidup kita.
Oleh sebab itu, sebagai akibat meluasnyahubungan antara bangsa, perlu dikembangkan sikap yang kritis, terutama terhadap gagasan – gagasan, ide – ide yang datang dari luar. Disinilah perlunya penanaman nilai – nilai pancasila ke dalam diri setiap warga Negara Indonesia. Agar dalam menghadapi arus budaya yang tidak sesuai dengan nilai – nilai pancasila, kita dapat menolaknya karena kita memegang teguh prinsip pancasila di dalam hati kita. Namun, walaupun demikian, kita tidak bias menolak semua arus budaya tersebut. Dengan pancasila, ia akan menyaring budaya apa saja yang baik dan perlu ditirukan dan budaya apa saja yang buruk dan harus ditinggalkan. Namun demikian, pancasila bersifat fleksibel, dan dapat mengiikuti perkembangan zaman.
Selain itu, untuk membangun Negara Indonesia yang kuat,  berwibawa, dan menjaga kontinuitas perjuangan yang telah dirintis oleh generasi terdahulu, diperlukan pelestarian pancasila dan aktualisasinya di dalam kehidupan. Suatu kearifan yang dapat diambil dari pengalaman sejarah suatu bangsa  adalah suatu cita – cita kehidupan betapapun luhurnya haruslah diperjuangkan dan dilestarikan agar menjadi kenyataan. Hal itu memberi keyakinan bahwa “the gain by one generation can be lost by the next”.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah asal muasal diadakannya penataran pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila?
b.      Apa dasar hukum pelaksanaan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila ?
c.       Apa saja yang dipelajari dalam penataran P-4?
d.      Apa sajakah alasan diadakannya pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila?
e.       Apa tujuan dan fungsi pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila itu?
f.       Bagaimana terjadinya Penyimpangan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila?
g.      Bagaimana pro dan kontra dengan dilaksanakannya kembali pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila pada masa reformasi sekarang ini?




1.3  Tujuan Penulisan Makalah
a.       Untuk mengetahui sejarah perjalanan pancasila terutama pada pelaksanaan penataran pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila.
b.      Untuk mempelajari apa saja yang dipelajari dalam pelaksanaan P-4
c.       Untuk mengetahui alasan – alasan serta tujuan diadakannya P-4
d.      Untuk menganalisis apakah P-4 relevan untuk di adakan kembali pada masa reformasi sekarang ini.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Diadakannya Penataran Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila

Dalam perkembangan Pemerintahan indonesia, muncul berbagai tafsiran terhadap pancasila. Berbagai tafsiran itu tentu dapat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya, hal itu terjadi pada masa orde lama yaitu munculnya tragedi G30S/PKI tahun 1965. Berdasarkan pengalaman sejarah tersebut, maka presiden soeharto dalam berbagai kesempatan menganjurkan agar pancasila disatu tafsirkan.
Sebagai tidak lanjut anjuran presiden soeharto tersebut, maka dibentuklah panitia lima,yang bertugas merumuskan tafsiran pancasila. Pada tanggal 10 Februari 1975, panitia ini mengumumkan hasil kerjanya yang diberi nama “uraian pancasila” kepada pers.
Uraian pancasila kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk dibahas bersama – sama dengan memerhatikan berbagai masukan dari berbagai pihak. Hasilnya berupa rumusan yang kemudian diberi nama ekaprasetia pancakarsa. Ekaprasetia pancakarsa berarti : “tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak”.  Pada sidang umum MPR-RI tanggal 11-23 maret 1978, pemerintah mengajukan ekaprasetia pancakarsa untuk dibahas dan mendapat pengesahan dari MPR. Akhirnya MPR dengan ketetapan No. II/MPR/1978 menetapkannya sebagai pedoman, penghayatan dan pengamalan pancasila atau disingkat P-4.
Pada tanggal 1 oktober 1978, untuk pertama kali presiden soeharto membuka penataran tingkat nasional yang terdiri dari para pejabat tinggi Negara. Mereka kemudian menjadi penatar lagi pada penataran berikutnya. Begitu seterusnya sampai seluruh pegawai negeri tingkat pusat dan daerah selesai mendapatkan penataran P-4.
Namun tidak itu saja, penataran P-4 juga ditujukan kepada para pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum.

2.2  Dasar Hukum Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila

Dasar hukum pelaksanaan pendidikan pancasila di lembaga – lembaga pendidikan formal bersumber pada ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang GBHN, yang menetapkan antara lain:
Pendidikan pancasila termasuk pendidikan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P-4), pendidikan moral pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa serta unsure – unsure yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat dan nilai – nilai kejuangan khususnya nilai – nilai 1945 kepada generasi muda dilanjutkan dan makin ditingkatkan di semua jenis dan jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.

KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : II /MPR/1978
TENTANG
PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA
(EKAPRASETIA PANCAKARSA)

Pasal 1
Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila ini tidak merupakan tafsir pancasila sebagai dasar Negara, dan juga tidak dimaksud menafsirkan pancasila dasar Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, batang tubuh dan penjelasannya.
Pasal 2
Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila dituangkan dalam rumusan sederhana, jelas dan mudah dipahami maknanya, disusun dengan tata urutan sebagai berikut :
            BAB I             : Pendahuluan
            BAB II            : pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (ekaprasetia pancakarsa)
            BAB III          : Penutup
Pasal 3
Pedoman sebagaimana tersebut dalam pasal 1 beserta penjelasannya terdapat dalam naskah pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila sebagai lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ketetapan ini.
Pasal 4
Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila ini merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga Negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh.


Pasal 5
Menugaskan kepada presiden sebagai mandataris atau presiden bersama – sama dewan perwakilan rakyat untuk mengusahakan agar pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila dapat dilaksanakan sebaik – baiknya dengan tetap berlandaskan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 6
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Maret 1978

2.
2.3  Naskah Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa)

I.                   PENDAHULUAN
Bahwa sesungguhnya atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa perjuangan rakyat Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia kepada Negara republik indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, berdasarkan pancasila. Maka menjadi tugas dan tanggung jawab setiap warga Negara Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia untuk mengemban kelangsungan hidupnya.
Sesungguhnyalah sejarah telah mengungkapkan, bahwa pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar Negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, keampuhan dan kesaktiannya, sehingga tidak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian, keampuhan, dan kesaktian pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus pengahayatan dan pengamalan nilai – nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga Negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Dengan penghayatan dan pengamalan pancasila  oleh manusia Indonesia, akan terasa dan terwujudlah pancasila dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Untuk memungkinkan dan memudahkan pelaksanaan penghayatan dan pengamalan pancasila diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara.
Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila itu dituangkan dalam rumusan yang sederhana dan jelas, yang mencerminkan suara hati manusia Indonesia yang berjiwa pancasila dan yang mampu secara terus menerus menggelorakan semangat serta memberikan keyakinan dan harapan akan hari depan yang lebih baik, sehingga pedoman itu dapat mudah diresapi, dihayati, dan diamalkan.

II.                PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKAPRASETIA PANCAKARSA)
Pancasila seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarakatan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh itu member keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia, bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa dengan bangsa – bangsa lain, dalam hubungan manusai dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Dengan keyakinan akan kebenaran pacasila, maka manusia ditempatkan pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran untuk mengembann kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Dengan berpangkal tolak dari kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial maka penghayatan dan pengamalan pancasila akan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan kepentingannnya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga Negara dan warga masyarakat.
Untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara dan warga masyarakat, manusia Indonesia dalam menghayati dan mengamalkan pancasila secara bulat dan utuh menggunakan pedoman berikut :

1.      SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Dengan sila ketuhanan yang maha esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya masyarakat Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing – masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk – pemeluk agama dan penganut – penganut kepercayaan yang berbeda – beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesame umat beragama dan berkepecayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini, maka dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalaknkan ibadat sesuai agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.
2.      SILA KEMANUSIAAN YANG BERADAB
Dengan sila kemanusiaan yang beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama haknya dan kewajiban – kewajiban asasinya, tanpa membeda – bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencinti sesame manusia, sikap tenggang rasa, dan “tepa slira”, serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan – kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat – menghormati dan kerjasama dengan bangsa – bangsa lain.

3.      SILA PERSATUAN INDONESIA
Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara  di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi, berarti bahwa manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa, apabila diperlukan. Oleh karena sikap rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa itu dilandasi oleh rasa cinta kepada tanah air dan bangsanya, maka dikembangkanlah rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka tunggal ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.

4.      SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
Dengan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, manusia Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat Indonesia, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak – haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat.
Karena mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan diusahakan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini, diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.
Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan – keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan bersama.
Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberika kepada wakil – wakil yng dipercayainya.

5.      SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong – royongan.
Untuk itu dikembangkanlah sikap adil terhadap sesame, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak – hak orang lain.
Demikian pula perlu dipupuk sikap suka memberika pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap yang demikian ia tidak menggunakan hak miliknya untuk usaha – usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain, juga tidak untuk hal – hal yang bersifat pemborosan dan hidup bergaya mewah serta perbuatan – perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
Demikian juga dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata  dan keadilan sosial.

III.             PENUTUP
Sadar sedalam – dalamnya bahwa pancasila adalah pandangan bangsa dan dasar Negara republik Indonesia serta merasakan bahwa pancasila adalah sumber kejiwaan masyarakat dan Negara republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga Negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Dengan demikian pancasila sebagai pandanga hidup bangsa dan dasar Negara republik Indonesia, akan mempunyai arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Untuk itu perlu usaha yang sungguh – sungguh dan terus menerus serta terpadu demi terlaksananya penghayatan dan pengamalan pancasila.
Demikianlah manusia dan bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup Negara republik Indonesia yang merdeka, baersatu, dan berkedaulatan rakyat berdasarkan pancasila serta penuh gelora semangat membangun masyarakat Indonesia yang maju, sejahtera, adil dan makmur.
Semoga rahmat Tuhan Yang Maha Esa menyertai pelaksanaan pedoman ini.


2.4  Butir – Butir Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila

NILAI DAN NORMA – NORMA YANG TERKANDUNG DALAM PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKAPRASETYA PANCAKARSA) BERDASARKAN KETETAPAN MPR NO. II/MPR/1978

I.                   Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

1.      Percaya dan takwa kepada tuhan yang maha esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing – masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.      Hormat – menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut – penganut kepercayaan yang berbeda – beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
3.      Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai derngan agama dan kepercayaannya.
4.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

II.                Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

1.      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesame manusia
2.      Saling mencintai sesama manusia
3.      Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo sliro
4.      Tidak semena – mena terhadap orang lain
5.      Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
6.      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
7.      Berani membela kebenaran dan keadilan
8.      Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat – menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

III.             Sila Persatuan Indonesia

1.      Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
2.      Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3.      Cinta tanah air dan bangsa
4.      Bangsa sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
5.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika

IV.             Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

1.      Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
2.      Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
5.      Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
6.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
7.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada tuhan yang maha esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai kebenaran dan keadilan.
V.                Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1.      Mengembangkan perbuatan – perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong – royongan
2.      Bersikap adil
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4.      Menghormati hak – hak orang lain
5.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain
6.      Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
7.      Tidak bersifat boros
8.      Tidak bergaya hidup mewah
9.      Tidak melakukan kegiatan yang merugikan kepentingan umum
10.  Suka bekerja keras
11.  Menghargai hasil karya orang lain
12.  Bersama – sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

2.5  Alasan Pentingnya Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila

a.       Alasan filosofis
Suatu bangsa mutlak harus memiliki pandangan hidup yang secara nasional diakui benar dan sah, karena apabila tidak demikian, maka bangsa Indonesia akan terpecah – pecah menjadi sejumlah golongan sesuai dengan jumlah pandangan hidup yang timbul di Negara itu.
Suatu bangsa dapat hidup dan beerkembang dengan integritas dab kepribadian yang kuat, apabila memiliki satu pandangan hidup yang dimengerti, dihayati, dan diamalkan dalam hidup sehari – hari oleh warga negaranya.
b.      Alasan historis
Adanya berbagai macam pemberontakan yang terjadi semenjak proklamasi 17 agustus 1945, banyaknya pandangan hidup yang secara liberal berkembang di Negara kita antara tahun 1950 sampai dengan 1959, ternyata berkembang menjadi sikap yang sangat mengutamakan kepentingan golongan atau daerah di atas kepentingan nasional. Hal tersebut mengakibatkan kurang berperannya pandangan hidup pancasila, dan akhirnya menyebabkan timbulnya berbagai macam pemberontakan.
Juga masa antara 1959 sampai 1965 memberi bukti sejarah kepada kita dimana pandangan hiudup pancasila hanya berfungsi sebagai slogan, sedang yang berlaku dan diamalakan masyarakat adalah pandangan hidup yang lain. Hal tersebut dapat kita lihat pada peristiwa G30S/PKI.
c.       Alasan yuridis-konstitusional
Pancasila dengan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya pada hakekatnya merupakan ukuran nasional, yakni ukurannya merupakan standar tingkah laku, baik dalamkehidupan pribadi, bermasyarakat atau bernegara. Dengan adanya pedoman tersebut di harapkan segala sesuatunya akan menjadi lebih jelas, pelaksanaanya teratur secara terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara nasional.
d.      Alasan pedagogis-psikologis
Perkembangan manusia ditentukan oleh 2 hal, yaitu kemampuan embrional yang dimiliki sejak lahir, dan pengaru lingkungan tempatnya berkembang.  Dua hal tersebut pastinya akan mempengaruhi watak dan kepribadian manusia. Dalam hubungannya dengan penghayatan dan pengamalan pancasila, maka adanya pedoman tersebut dapat merupakan bentuk factor dari luar yang mempengaruhi kita semu
2.6  Tujuan Dan Fungsi Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila

Tujuan dan fungsi pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa yang mengikat seluruh warga Negara dalam satu pandangan hidup
2.      Agar setiap manusia Indonesia, menghayati mengamalkan pancasila secara murni dan konsekwen dimanapun ia berada (manusia pancasila).
3.      Penuntun kehidupan sehari – hari sesuai dengan pancasila
4.      Pelestarian nilai – nilai yang menjadi pedoman hidup bagi setiap warga Negara, penyelenggara Negara, serta lembaga Negara akan dapat terbina.

2.7  Penyimpangan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila

Pemerintah orde baru mendirikan lembaga BP-7 yang ditugaskan untuk menyosialisasikan P-4 kepada seluruh masyarakat menggunakan metode indoktrinasi, dengan sebutan metode objektif praktis.
Pada kenyataannya , orde baru telah jauh menyimpang dari perjuangannya semula, yaitu sebagai berikut :
a.       Orde baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 juni sebagai lahirnya pancasila
b.      Butir – butir P4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada kekuasan dan tidak ada butir yang mencantumkan kewajiban Negara terhadap rakyatnya.
c.       Pengamalan pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideologi, sehingga rekayasa mendukung bapak pembangunan melalui kebulatan tekad rakyat.

1.      Asas tunggal pancasila
Dalam pidato kenegaraan di depan DPR-RI tanggal 16 agustus 1982, presiden Soeharto mengemukakan gagasannnya mengenai penerapan asas tunggal pancasila atas partai – partai politik. Sesungguhnya gagasan ini bukan gagasan baru karena tahun 1966 – 1967 sudah terdengar gagasan untuk mengasas tunggalkan partai – partai politik. Namun, tampaknya keadaan belum memungkinkan. Tujuan menyeragamkan asas partai – partai politik adalah untuk mengurangi seminimal mungkin potensi konflik ideologis yang terkandung dalam partai – partai politik.
Berbeda dengan gagasan bung karno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945, beliau mengharapkan agar pancasila dijadikan dasar filosofis Negara Indonesia, tiap golongan hendaknya menerima anjuran filosofis ini dengan catatan bahwa setiap golongan berhak memperjuangkan aspirasinya masing – masing dalam mengisi kemerdekaan (Tim. LIP FISIP-UI, 1998:39-40). Pola seperti ini masih terlihat dalam UU No. 3/1975 tentang partai politik dan golongan karya dengan tidak danya keharusan mencantumkan pancasila sebagai satu – satunya asas.
Namun, dengan adanya pidato presiden Soeharto, ada dorongan dengan menjadikan pancasila sebagai satu – satunya asas. Hal ini berarti pencantuman asas lain yang sesuai dengan aspirasi, ciri khas, dan karakteristik partai politik tidak diperkenankan lagi.
Akhirnya, keinginan presiden soeharto terpenuhi dengan mengubah UU No. 3/1975 dengan UU No. 3/1985. Dalam penjelasan undang – undang tersebut disebutkan bahwqa pengertian asas meliputi juga pengertian dasar, landasan dan pedoman pokok yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar partai politik. Perbedaan partai hanya dalam bentuk program saja. Asas tunggal pancasila menurut Deliar Noer, berarti mengingkari kebhinnekaan masyarakat yang memang berkembang menurut keyakinan masing – masing. Keyakinan ini biasanya bersumber dari agama atau dari paham lain. Bahkan asas tunggal pancasila cenderung kearah sistem partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga partai, tetapi secara terselubung sebenarnya hanya ada satu partai.

2.      Penyimpangan nilai – nilai pancasila
Pada awalnya pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila memang memberi angin segar dalam pengamalan pancasila, namun beberapa tahun kemudian, kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa pancasila. Kendati terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia internasional, tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintahan dan tertutup bagi tafsiran lain.
Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana – mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau Negara. Pancasila seringkali digunakan sebagai legimatur tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi.
Walhasil, pancasila selama orde baru diarahkan menjadi ideologi yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan atas nama persatuan dan kesatuan, akhirnya hak – hak demokrasi dikekang.



2.8  Pro Dan Kontra Dilaksanakannya Kembali Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila Pada Masa Reformasi Sekarang Ini

Hampir 13 tahun sejak reformasi tahun 1998 berlalu. Tidak ada kemajuan berarti. Bahkan Indonesia terancam dalam kondisi yang jauh lebih buruk. Pengangguran meningkat, hutang luar negeri bertambah, korupsi merajalela dan dipertontonkan di depan umum, tayangan media yang semakin tidak mendidik, konfrontasi horizontal antara warga negara. Sistem multipartai dan koalisi yang tidak jelas, politik dagang sapi, pemilu yang mahal dan tidak efisien, BUMN yang semakin banyak dijual, dan sebagainya.
Sebenarnya, tidak semua hal-hal yang merupakan produk dari pemerintah Orde Baru tidak cocok untuk diterapkan pada masa sekarang yang disebut masa “Reformasi”,  P4 adalah salah satu yang bisa dipertimbangkan untuk dilaksanakan kembali.
Penataran P-4 itu diadakan dengan Ketetapan MPR Tahun 1978; lantas ditiadakan sejak Orde Reformasi (Ketetapan MPR itu dicabut oleh MPR hasil Pemilu 1999). Pada awal reformasi, beberapa implementasi hukum dan ideologi dari orde sebelumnya telah ditiadakan sebab dipandang tidak sesuai dengan perkembangan kekinian.
Isi P4 sebenarnya sangat bagus dan bermanfaat. apalagi di tengah krisis jatidiri bangsa saat ini. saya punya analogi seperti berikut, jika seorang dokter memberitahukan kepada anda bahwa : merokok dapat merusak kesehatan dan membahayakan kehidupan anda. saya yakin, banyak dari kita yang setuju. namun, jika ternyata si dokter ternyata adalah seorang perokok yang melanggar apa yang dikampanyekannya, apa anda akan menjadi tidak percaya akan pesan di dokter tadi ?
Jika pertanyaan ini diajukan kepada Saya, Jawaban Saya : Saya tetap percaya Bahwa Merokok itu berbahaya buat kesehatan. Pesan yang disampaikan oleh si Dokter adalah bermanfaat dan benar, karena itu Saya mempercayainya. Mengenai si Dokter-nya merokok atau tidak, itu hal yang berbeda.
Begitu juga dengan P4. Pada analogi di atas, pesan merokok membahayakan kesehatan dianggap setara dengan isi P4. Sementara si Dokter dapat disetarakan dengan pelaksana kampanye P4 (pemerintah). Apakah bagian pemerintah itu menjalankan isi P4 atau tidak, itu hal yang lain. Ada dokter yang merokok, dan ada juga yang tidak. Begitu juga dengan pelaksana pemerintahan, ada yang melaksanakan prinsip P4 dan ada juga yang tidak.
Sebenarnya penataran P4 banyak manfaatnya yaitu kita ditanamkan ideologi Pancasila sejak dini dan bisa lebih memahami ideologi negara kita. Kita sering menjumpai anak muda jaman sekarang banyak yang tidak hapal sila-sila dalam Pancasila, bahkan ada yang tidak hapal lagu Indonesia Raya. suatu hal yang memprihatinkan.
Belum lama ini, Penataran P4 diusulkan untuk diterapkan kembali oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Menurut Mendagri hal ini disebabkan saat ini nilai-nilai Pancasila tidak terlihat lagi menjiwai perilaku masyarakat. Sekarang ini tidak terlihat lagi semangat gotong royong, kebersamaan dan tenggang rasa diantara unsur dan elemen masyarakat Indonesia. Seperti sering terjadi kerusuhan dan tindak pelanggaran hukum di masyarakat.
Menurut Mendagri penataran P4 berfungsi untuk memasukkan nilai-nilai Pancasila pada siswa sekolah di tingkat menengah pertama dan atas, serta beberapa pendidikan  tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia harus diimbangi dengan kesadaran dalam bernegara dan berbangsa yang baik dan sesuai nilai-nilai Pancasila.
Kementerian Dalam Negeri tengah bekerja sama dengan kementerian-kementerian lain untuk menggalakkan kembali P4. Kalau bisa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memasukkan P4 ini ke dalam kurikulum sekolah-sekolah.
Hal senada juga diutarakan oleh para akademisi di Pusat Studi Pancasila UGM Yogyakarta, Slamet Sutrisno. Menurut dosen Fakultas Filsafat UGM, Drs. Slamet Sutrisno, Pancasila baik secara ideologi, ilmu hingga filsafat tetap mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia. Hanya saja dalam perjalanannya banyak menghadapi kendala seperti globalisasi dan fanatisme keberagamaan. Ia juga sempat menyayangkan lunturnya nilai-nilai Pancasila bangsa Indonesia sekarang ini jika dibandingkan bangsa lain.
Juga dalam Seminar dengan tema "Membumikan Cita Hukum Pan­casila dalam Penyeleng­garaan Peme­rintahan", pada 26 November 2012 di Pendopo Kabupaten Tasikmalaya yang baru di Singaparna dengan narasumber Yudi Latif, MA, PhD dan Amin Mudzakkir umumnya peserta menyesalkan dihilangkannya mata pelajaran Pedoman Peng­hayat­an dan Pengamalan Pancasila (P4) di sekolah-sekolah saat ini, serta hilangnya kegiatan penataran P4 bagi PNS dan masyarakat yang dulu di masa Orde Baru dilaksanakan oleh lembaga BP7 di lingkungan pemerintah. Pasca hilangnya P4, seka­rang justru muncul sosialisasi 4P (4 Pilar), yaitu Pancasila,UUD-45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 
Memang dengan hilangnya P4 merupakan salah satu sebab berkurangnya semangat untuk membumikan Pancasila dalam kehidupan tata kelola negara saat ini. Sehingga untuk menumbuhkan kembali semangat jiwa Pancasila, pemerintah dipandang perlu untuk mempertimbangkan kembali dilakukannya sosialisasi melalui pendidikan dan penataran P4 kepada semua warga negara. Keku­rangan yang ada di masa lalu tentang penerapan Panca­sila, tinggal kita benahi dan sempurnakan. Yang penting apa-apa yang baik dari masa lalu kita lanjutkan dan yang buruknya kita tinggalkan. Kita jangan apriori terhadap segala produk masa lalu, namun harus cerdas dalam memilih dan memilah sesuatu. Itulah mungkin langkah yang terbaik bagi kehidupan kita bersama untuk ke depan.
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pada sidang umum MPR-RI tanggal 11-23 maret 1978, pemerintah mengajukan ekaprasetia pancakarsa untuk dibahas dan mendapat pengesahan dari MPR. Akhirnya MPR dengan ketetapan No. II/MPR/1978 menetapkannya sebagai pedoman, penghayatan dan pengamalan pancasila atau disingkat P-4.
Dalam p-4 terdapat naskah pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (ekaprasetia pancakarsa) yang berisi pendahuluan (bab i), pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (ekaprasetia pancakarsa) (bab ii) yang meliputi kelima sila, yaitu : sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila Kemanusiaan yang beradab, sila Persatuan Indonesia, sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, dan sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia serta penutup (bab iii).
Dalam P-4 juga terdapat butir – butir pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila yang berisi nilai dan norma – norma yang terkandung dalam kelima sila pancasila.
Alasan pentingnya pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila meliputi tiga aspek, yaitu alasan filosofis, alasan historis, alasan yuridis-konstitusional dan alasan pedagogis-psikologis.
Tujuan dan fungsi pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila adalah Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, untuk mewujudkan manusia pancasila, penuntun kehidupan sehari – hari, serta pelestarian nilai – nilai yang menjadi pedoman hidup bagi setiap warga Negara
Dalam masa itu pula terdapat banyak penyimpangan pelaksanaan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila, yaitu mengasas tunggalkan pancasila dan penyimpangan nilai – nilai yang terkandung dalam sila pancasila.
Namun, di masyarakat kita mempunyai pendapat lain tentang wacana dilaksanakannya kembali pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila pada masa reformasi sekarang ini. Tapi menurut saya, mengingat fenomena yang berkembang, maka pelaksanaan Penataran P4 masih relevan dihidupkan kembali, karena melihat terlupakannya pancasila oleh generasi sekarang ini namun pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kondisi yang berkembang di masyarakat  dan sesuai dengan era kekinian. Selain itu, kita harus belajar dari sejarah, jangan sampai ketika P-4 dilaksanakan, akan terjadi penyimpangan yang serupa.
3.2  Saran
Nilai – nilai pancasila harus kita hayati sungguh – sungguh dan kita amalkan dalam kehidupan kita sebagai bangsa, jika kita tidak ingin tenggelam dalam arus dunia yang makin menggelora dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,jika kita tidak ingin terseret dan terombang - ambing dunia modern yang makin melanda setiap bangsa.
Kelangsungan hidup Negara dan bangsa Indonesia ditengah – tengah ideologi yang di anut Negara lain, mengharuskan kita uintuk mengupayakan secara berencana pelestarian nilai – nilai pancasila agar generasi yang akan dating tetap dapat menghayati dan mengamalkannya, agar intisari nilai – nilai luhur itu tetap menjadi pedoman bangsa Indonesia sepanjang masa.
Teknologi dengan segala dampak dinamikanya merupakan tantangan terhadap kelestarian pancasila. Masa depan merupakan masa yang  penuh kemungkinan, termasuk segala sesuatu yang pada waktu ini kita perkirakan tidak mungkin terjadi. Tugas kita sebagai warga Negara, khususnya generasi muda ialah memanfaatkan teknologi itu untuk pelestarian pancasila.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai Pemandu reformasi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Ms Bakry, Noor. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Darmodiharjo, Darji, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai – Nilai Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Laboratorium Pancasila IKIP Malang. 1990. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Darmodiharjo, Darji. 1984. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta: Aries Lima.
Mustopo, Habib, dkk. 2012. Sejarah 3. Jakarta: Yudhistira.