BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak
proklamasi hingga sekarang ini, telah banyak upaya untuk menggeser kedudukan
pancasila sebagai dasar Negara dalam wujud pemberontakan bersenjata, gerakan
separatis, liberalisasi sikap dan pandangan hidup serta sikap dan tingkah laku
politik yang totalliter. Apabila kita menatap masa depan yaitu pada saat
pembangunan telah menimbulkan dampak dalam kehidupan bangsa, disitulah perlunya
pelestarian nilai – nilai pancasila bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Pembangunan
juga akan menimbulkan sikap hidup yang mengakibatkan timbulnya pergeseran
nilai, sebagai konsekuensi dalam rangka pemantapan integrasi berbangsa dengan
segala aspeknya. Globalisasi, masuknya budaya asing dengan mudah karena
kecanggihan teknologi dan informasi ke kehidupan bangsa Indonesia, tentu saja
sangat mengkhawatirkan eksistensi pancasila sebagai dasar Negara, sebagai jiwa
kepribadian dan sebagai pandangan hidup kita.
Oleh
sebab itu, sebagai akibat meluasnyahubungan antara bangsa, perlu dikembangkan
sikap yang kritis, terutama terhadap gagasan – gagasan, ide – ide yang datang
dari luar. Disinilah perlunya penanaman nilai – nilai pancasila ke dalam diri
setiap warga Negara Indonesia. Agar dalam menghadapi arus budaya yang tidak
sesuai dengan nilai – nilai pancasila, kita dapat menolaknya karena kita
memegang teguh prinsip pancasila di dalam hati kita. Namun, walaupun demikian,
kita tidak bias menolak semua arus budaya tersebut. Dengan pancasila, ia akan
menyaring budaya apa saja yang baik dan perlu ditirukan dan budaya apa saja yang
buruk dan harus ditinggalkan. Namun demikian, pancasila bersifat fleksibel, dan
dapat mengiikuti perkembangan zaman.
Selain itu,
untuk membangun Negara Indonesia yang kuat,
berwibawa, dan menjaga kontinuitas perjuangan yang telah dirintis oleh
generasi terdahulu, diperlukan pelestarian pancasila dan aktualisasinya di
dalam kehidupan. Suatu kearifan yang dapat diambil dari pengalaman sejarah
suatu bangsa adalah suatu cita – cita
kehidupan betapapun luhurnya haruslah diperjuangkan dan dilestarikan agar menjadi
kenyataan. Hal itu memberi keyakinan bahwa “the
gain by one generation can be lost by the next”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah
asal muasal diadakannya penataran pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila?
b. Apa
dasar hukum pelaksanaan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila ?
c. Apa
saja yang dipelajari dalam penataran P-4?
d. Apa
sajakah alasan diadakannya pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila?
e. Apa
tujuan dan fungsi pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila itu?
f. Bagaimana
terjadinya Penyimpangan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila?
g. Bagaimana
pro dan kontra dengan dilaksanakannya kembali pedoman penghayatan dan
pengamalan pancasila pada masa reformasi sekarang ini?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
a. Untuk
mengetahui sejarah perjalanan pancasila terutama pada pelaksanaan penataran pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila.
b. Untuk
mempelajari apa saja yang dipelajari dalam pelaksanaan P-4
c. Untuk
mengetahui alasan – alasan serta tujuan diadakannya P-4
d. Untuk
menganalisis apakah P-4 relevan untuk di adakan kembali pada masa reformasi
sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Diadakannya Penataran
Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila
Dalam perkembangan Pemerintahan indonesia, muncul
berbagai tafsiran terhadap pancasila. Berbagai tafsiran itu tentu dapat
membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya, hal itu terjadi
pada masa orde lama yaitu munculnya tragedi G30S/PKI tahun 1965. Berdasarkan
pengalaman sejarah tersebut, maka presiden soeharto dalam berbagai kesempatan
menganjurkan agar pancasila disatu tafsirkan.
Sebagai tidak lanjut anjuran presiden soeharto
tersebut, maka dibentuklah panitia lima,yang bertugas merumuskan tafsiran
pancasila. Pada tanggal 10 Februari 1975, panitia ini mengumumkan hasil
kerjanya yang diberi nama “uraian pancasila” kepada pers.
Uraian pancasila kemudian diserahkan kepada
pemerintah untuk dibahas bersama – sama dengan memerhatikan berbagai masukan
dari berbagai pihak. Hasilnya berupa rumusan yang kemudian diberi nama
ekaprasetia pancakarsa. Ekaprasetia pancakarsa berarti : “tekad yang tunggal
untuk melaksanakan lima kehendak”. Pada
sidang umum MPR-RI tanggal 11-23 maret 1978, pemerintah mengajukan ekaprasetia
pancakarsa untuk dibahas dan mendapat pengesahan dari MPR. Akhirnya MPR dengan
ketetapan No. II/MPR/1978 menetapkannya sebagai pedoman, penghayatan dan
pengamalan pancasila atau disingkat P-4.
Pada tanggal 1 oktober 1978, untuk pertama kali
presiden soeharto membuka penataran tingkat nasional yang terdiri dari para
pejabat tinggi Negara. Mereka kemudian menjadi penatar lagi pada penataran
berikutnya. Begitu seterusnya sampai seluruh pegawai negeri tingkat pusat dan
daerah selesai mendapatkan penataran P-4.
Namun tidak itu saja, penataran P-4 juga ditujukan
kepada para pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum.
2.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila
Dasar hukum pelaksanaan pendidikan pancasila di
lembaga – lembaga pendidikan formal bersumber pada ketetapan MPR No. II/MPR/1978
tentang GBHN, yang menetapkan antara lain:
Pendidikan pancasila
termasuk pendidikan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P-4),
pendidikan moral pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa serta unsure –
unsure yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat dan nilai – nilai
kejuangan khususnya nilai – nilai 1945 kepada generasi muda dilanjutkan dan
makin ditingkatkan di semua jenis dan jenjang pendidikan, mulai dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
KETETAPAN
MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: II /MPR/1978
TENTANG
PEDOMAN
PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA
(EKAPRASETIA
PANCAKARSA)
Pasal
1
Pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila ini tidak merupakan tafsir pancasila sebagai
dasar Negara, dan juga tidak dimaksud menafsirkan pancasila dasar Negara
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, batang tubuh
dan penjelasannya.
Pasal
2
Pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila dituangkan dalam rumusan sederhana, jelas
dan mudah dipahami maknanya, disusun dengan tata urutan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
BAB
II : pedoman penghayatan dan
pengamalan pancasila (ekaprasetia pancakarsa)
BAB III : Penutup
Pasal
3
Pedoman
sebagaimana tersebut dalam pasal 1 beserta penjelasannya terdapat dalam naskah
pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila sebagai lampiran yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari ketetapan ini.
Pasal
4
Pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila ini merupakan penuntun dan pegangan hidup
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga Negara Indonesia,
setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah dan dilaksanakan secara bulat dan
utuh.
Pasal
5
Menugaskan
kepada presiden sebagai mandataris atau presiden bersama – sama dewan
perwakilan rakyat untuk mengusahakan agar pedoman penghayatan dan pengamalan
pancasila dapat dilaksanakan sebaik – baiknya dengan tetap berlandaskan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 6
Ketetapan
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
di Jakarta
Pada
tanggal 22 Maret 1978
2.
2.3 Naskah Pedoman Penghayatan Dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa)
I.
PENDAHULUAN
Bahwa
sesungguhnya atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa perjuangan rakyat Indonesia
telah mengantarkan rakyat Indonesia kepada Negara republik indonesia yang
merdeka, bersatu, dan berdaulat, berdasarkan pancasila. Maka menjadi tugas dan
tanggung jawab setiap warga Negara Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia untuk
mengemban kelangsungan hidupnya.
Sesungguhnyalah
sejarah telah mengungkapkan, bahwa pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik di dalam
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya
pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar Negara seperti
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, keampuhan dan kesaktiannya, sehingga tidak
ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan pancasila dari kehidupan
bangsa Indonesia.
Menyadari
bahwa untuk kelestarian, keampuhan, dan kesaktian pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus pengahayatan dan pengamalan nilai –
nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga Negara Indonesia,
setiap penyelenggara Negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Dengan
penghayatan dan pengamalan pancasila
oleh manusia Indonesia, akan terasa dan terwujudlah pancasila dalam
kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Untuk
memungkinkan dan memudahkan pelaksanaan penghayatan dan pengamalan pancasila
diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi
sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat
dan kehidupan bernegara.
Pedoman
penghayatan dan pengamalan pancasila itu dituangkan dalam rumusan yang
sederhana dan jelas, yang mencerminkan suara hati manusia Indonesia yang
berjiwa pancasila dan yang mampu secara terus menerus menggelorakan semangat
serta memberikan keyakinan dan harapan akan hari depan yang lebih baik,
sehingga pedoman itu dapat mudah diresapi, dihayati, dan diamalkan.
II.
PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN
PANCASILA (EKAPRASETIA PANCAKARSA)
Pancasila
seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kesatuan yang bulat dan
utuh dari kelima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawarakatan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Pancasila
yang bulat dan utuh itu member keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia,
bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan
keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia
dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa
dengan bangsa – bangsa lain, dalam hubungan manusai dengan Tuhannya, maupun
dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Dengan
keyakinan akan kebenaran pacasila, maka manusia ditempatkan pada keluhuran
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran
untuk mengembann kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk
sosial.
Dengan
berpangkal tolak dari kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang
merupakan makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial maka penghayatan dan
pengamalan pancasila akan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan seseorang dalam
mengendalikan diri dan kepentingannnya agar dapat melaksanakan kewajibannya
sebagai warga Negara dan warga masyarakat.
Untuk
memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara dan warga masyarakat, manusia
Indonesia dalam menghayati dan mengamalkan pancasila secara bulat dan utuh
menggunakan pedoman berikut :
1. SILA
KETUHANAN YANG MAHA ESA
Dengan
sila ketuhanan yang maha esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya masyarakat Indonesia
percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaanya masing – masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di
dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama antara pemeluk – pemeluk agama dan penganut – penganut kepercayaan
yang berbeda – beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara
sesame umat beragama dan berkepecayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sadar
bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan
diyakini, maka dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalaknkan
ibadat sesuai agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.
2. SILA
KEMANUSIAAN YANG BERADAB
Dengan
sila kemanusiaan yang beradab, manusia diakui dan diperlakukan sesuai harkat
dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang
sama haknya dan kewajiban – kewajiban asasinya, tanpa membeda – bedakan suku,
keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit,
dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencinti sesame
manusia, sikap tenggang rasa, dan “tepa slira”, serta sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan,
gemar melakukan kegiatan – kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran
dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkanlah sikap hormat – menghormati dan kerjasama dengan bangsa – bangsa
lain.
3. SILA
PERSATUAN INDONESIA
Dengan
sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi, berarti bahwa
manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan
bangsa, apabila diperlukan. Oleh karena sikap rela berkorban untuk kepentingan
Negara dan bangsa itu dilandasi oleh rasa cinta kepada tanah air dan bangsanya,
maka dikembangkanlah rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia,
dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Persatuan
dikembangkan atas dasar Bhinneka tunggal ika, dengan memajukan pergaulan demi
kesatuan dan persatuan bangsa.
4. SILA
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /
PERWAKILAN
Dengan
sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, manusia Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat Indonesia,
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak –
haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan
Negara dan kepentingan masyarakat.
Karena
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak
boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil
keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan
musyawarah. Keputusan diusahakan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai
mufakat ini, diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas
bangsa Indonesia.
Manusia
Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah,
karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan melaksanakannya
dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang
diutamakan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Pembicaraan dalam
musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur. Keputusan – keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai – nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan
kesatuan, demi kepentingan bersama.
Dalam
melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberika kepada wakil – wakil yng
dipercayainya.
5. SILA
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Dengan
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur
yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong – royongan.
Untuk
itu dikembangkanlah sikap adil terhadap sesame, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak – hak orang lain.
Demikian
pula perlu dipupuk sikap suka memberika pertolongan kepada orang yang
memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap yang demikian ia tidak
menggunakan hak miliknya untuk usaha – usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain, juga tidak untuk hal – hal yang bersifat pemborosan dan hidup
bergaya mewah serta perbuatan – perbuatan lain yang bertentangan dengan atau
merugikan kepentingan umum.
Demikian
juga dipupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan
bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan keadilan sosial.
III.
PENUTUP
Sadar
sedalam – dalamnya bahwa pancasila adalah pandangan bangsa dan dasar Negara
republik Indonesia serta merasakan bahwa pancasila adalah sumber kejiwaan
masyarakat dan Negara republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan
pengamalan pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan
dan kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari
setiap warga Negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara yang secara meluas
akan berkembang menjadi pengamalan pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan
lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Dengan
demikian pancasila sebagai pandanga hidup bangsa dan dasar Negara republik
Indonesia, akan mempunyai arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya
dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Untuk
itu perlu usaha yang sungguh – sungguh dan terus menerus serta terpadu demi
terlaksananya penghayatan dan pengamalan pancasila.
Demikianlah
manusia dan bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup Negara
republik Indonesia yang merdeka, baersatu, dan berkedaulatan rakyat berdasarkan
pancasila serta penuh gelora semangat membangun masyarakat Indonesia yang maju,
sejahtera, adil dan makmur.
Semoga rahmat
Tuhan Yang Maha Esa menyertai pelaksanaan pedoman ini.
2.4 Butir – Butir Pedoman Penghayatan
Dan Pengamalan Pancasila
NILAI DAN NORMA – NORMA YANG
TERKANDUNG DALAM PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKAPRASETYA
PANCAKARSA) BERDASARKAN KETETAPAN MPR NO. II/MPR/1978
I.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Percaya
dan takwa kepada tuhan yang maha esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing
– masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat
– menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut – penganut
kepercayaan yang berbeda – beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai derngan agama dan
kepercayaannya.
4. Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
II.
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
1. Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesame manusia
2. Saling
mencintai sesama manusia
3. Mengembangkan
sikap tenggang rasa dan tepo sliro
4. Tidak
semena – mena terhadap orang lain
5. Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan
6. Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan
7. Berani
membela kebenaran dan keadilan
8. Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat – menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
III.
Sila Persatuan Indonesia
1. Menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan Negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan
2. Rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3. Cinta
tanah air dan bangsa
4. Bangsa
sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
5. Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika
IV.
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1. Mengutamakan
kepentingan Negara dan masyarakat
2. Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain
3. Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
4. Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah
6. Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
7. Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada tuhan yang
maha esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai
kebenaran dan keadilan.
V.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
1. Mengembangkan
perbuatan – perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong – royongan
2. Bersikap
adil
3. Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Menghormati
hak – hak orang lain
5. Suka
memberi pertolongan kepada orang lain
6. Menjauhi
sikap pemerasan terhadap orang lain
7. Tidak
bersifat boros
8. Tidak
bergaya hidup mewah
9. Tidak
melakukan kegiatan yang merugikan kepentingan umum
10. Suka
bekerja keras
11. Menghargai
hasil karya orang lain
12. Bersama
– sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
2.5 Alasan Pentingnya Pedoman
Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila
a. Alasan
filosofis
Suatu
bangsa mutlak harus memiliki pandangan hidup yang secara nasional diakui benar
dan sah, karena apabila tidak demikian, maka bangsa Indonesia akan terpecah –
pecah menjadi sejumlah golongan sesuai dengan jumlah pandangan hidup yang
timbul di Negara itu.
Suatu
bangsa dapat hidup dan beerkembang dengan integritas dab kepribadian yang kuat,
apabila memiliki satu pandangan hidup yang dimengerti, dihayati, dan diamalkan
dalam hidup sehari – hari oleh warga negaranya.
b. Alasan
historis
Adanya
berbagai macam pemberontakan yang terjadi semenjak proklamasi 17 agustus 1945,
banyaknya pandangan hidup yang secara liberal berkembang di Negara kita antara
tahun 1950 sampai dengan 1959, ternyata berkembang menjadi sikap yang sangat
mengutamakan kepentingan golongan atau daerah di atas kepentingan nasional. Hal
tersebut mengakibatkan kurang berperannya pandangan hidup pancasila, dan
akhirnya menyebabkan timbulnya berbagai macam pemberontakan.
Juga
masa antara 1959 sampai 1965 memberi bukti sejarah kepada kita dimana pandangan
hiudup pancasila hanya berfungsi sebagai slogan, sedang yang berlaku dan
diamalakan masyarakat adalah pandangan hidup yang lain. Hal tersebut dapat kita
lihat pada peristiwa G30S/PKI.
c. Alasan
yuridis-konstitusional
Pancasila
dengan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya pada hakekatnya merupakan
ukuran nasional, yakni ukurannya merupakan standar tingkah laku, baik
dalamkehidupan pribadi, bermasyarakat atau bernegara. Dengan adanya pedoman
tersebut di harapkan segala sesuatunya akan menjadi lebih jelas, pelaksanaanya
teratur secara terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara nasional.
d. Alasan
pedagogis-psikologis
Perkembangan
manusia ditentukan oleh 2 hal, yaitu kemampuan embrional yang dimiliki sejak
lahir, dan pengaru lingkungan tempatnya berkembang. Dua hal tersebut pastinya akan mempengaruhi
watak dan kepribadian manusia. Dalam hubungannya dengan penghayatan dan
pengamalan pancasila, maka adanya pedoman tersebut dapat merupakan bentuk
factor dari luar yang mempengaruhi kita semu
2.6 Tujuan Dan Fungsi Pedoman
Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila
Tujuan
dan fungsi pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila adalah sebagai berikut
:
1. Sebagai
jiwa dan kepribadian bangsa yang mengikat seluruh warga Negara dalam satu
pandangan hidup
2. Agar
setiap manusia Indonesia, menghayati mengamalkan pancasila secara murni dan
konsekwen dimanapun ia berada (manusia pancasila).
3. Penuntun
kehidupan sehari – hari sesuai dengan pancasila
4. Pelestarian
nilai – nilai yang menjadi pedoman hidup bagi setiap warga Negara,
penyelenggara Negara, serta lembaga Negara akan dapat terbina.
2.7 Penyimpangan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila
Pemerintah orde baru mendirikan lembaga BP-7 yang
ditugaskan untuk menyosialisasikan P-4 kepada seluruh masyarakat menggunakan
metode indoktrinasi, dengan sebutan metode objektif praktis.
Pada kenyataannya , orde baru telah jauh menyimpang
dari perjuangannya semula, yaitu sebagai berikut :
a. Orde
baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 juni sebagai lahirnya pancasila
b. Butir
– butir P4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada kekuasan dan tidak
ada butir yang mencantumkan kewajiban Negara terhadap rakyatnya.
c. Pengamalan
pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideologi, sehingga
rekayasa mendukung bapak pembangunan melalui kebulatan tekad rakyat.
1. Asas
tunggal pancasila
Dalam pidato kenegaraan di depan DPR-RI tanggal 16
agustus 1982, presiden Soeharto mengemukakan gagasannnya mengenai penerapan
asas tunggal pancasila atas partai – partai politik. Sesungguhnya gagasan ini
bukan gagasan baru karena tahun 1966 – 1967 sudah terdengar gagasan untuk
mengasas tunggalkan partai – partai politik. Namun, tampaknya keadaan belum
memungkinkan. Tujuan menyeragamkan asas partai – partai politik adalah untuk
mengurangi seminimal mungkin potensi konflik ideologis yang terkandung dalam
partai – partai politik.
Berbeda dengan gagasan bung karno dalam pidatonya
tanggal 1 juni 1945, beliau mengharapkan agar pancasila dijadikan dasar
filosofis Negara Indonesia, tiap golongan hendaknya menerima anjuran filosofis
ini dengan catatan bahwa setiap golongan berhak memperjuangkan aspirasinya
masing – masing dalam mengisi kemerdekaan (Tim. LIP FISIP-UI, 1998:39-40). Pola
seperti ini masih terlihat dalam UU No. 3/1975 tentang partai politik dan
golongan karya dengan tidak danya keharusan mencantumkan pancasila sebagai satu
– satunya asas.
Namun, dengan adanya pidato presiden Soeharto, ada
dorongan dengan menjadikan pancasila sebagai satu – satunya asas. Hal ini
berarti pencantuman asas lain yang sesuai dengan aspirasi, ciri khas, dan
karakteristik partai politik tidak diperkenankan lagi.
Akhirnya, keinginan presiden soeharto terpenuhi
dengan mengubah UU No. 3/1975 dengan UU No. 3/1985. Dalam penjelasan undang –
undang tersebut disebutkan bahwqa pengertian asas meliputi juga pengertian
dasar, landasan dan pedoman pokok yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar
partai politik. Perbedaan partai hanya dalam bentuk program saja. Asas tunggal
pancasila menurut Deliar Noer, berarti mengingkari kebhinnekaan masyarakat yang
memang berkembang menurut keyakinan masing – masing. Keyakinan ini biasanya
bersumber dari agama atau dari paham lain. Bahkan asas tunggal pancasila
cenderung kearah sistem partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga partai,
tetapi secara terselubung sebenarnya hanya ada satu partai.
2. Penyimpangan
nilai – nilai pancasila
Pada awalnya pedoman penghayatan dan pengamalan
pancasila memang memberi angin segar dalam pengamalan pancasila, namun beberapa
tahun kemudian, kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai
dengan jiwa pancasila. Kendati terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan
penghormatan dari dunia internasional, tapi kondisi politik dan keamanan dalam
negeri tetap rentan, karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian.
Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintahan dan tertutup
bagi tafsiran lain.
Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan
pelanggaran HAM terjadi dimana – mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah
atau Negara. Pancasila seringkali digunakan sebagai legimatur tindakan yang
menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada
sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi.
Walhasil, pancasila selama orde baru diarahkan
menjadi ideologi yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas
tunggal pada pemerintah dan atas nama persatuan dan kesatuan, akhirnya hak –
hak demokrasi dikekang.
2.8 Pro Dan Kontra Dilaksanakannya
Kembali Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila Pada Masa Reformasi Sekarang
Ini
Hampir 13 tahun sejak reformasi tahun 1998 berlalu.
Tidak ada kemajuan berarti. Bahkan Indonesia terancam dalam kondisi yang jauh
lebih buruk. Pengangguran meningkat, hutang luar negeri bertambah, korupsi
merajalela dan dipertontonkan di depan umum, tayangan media yang semakin tidak
mendidik, konfrontasi horizontal antara warga negara. Sistem multipartai dan
koalisi yang tidak jelas, politik dagang sapi, pemilu yang mahal dan tidak
efisien, BUMN yang semakin banyak dijual, dan sebagainya.
Sebenarnya, tidak semua hal-hal yang merupakan
produk dari pemerintah Orde Baru tidak cocok untuk diterapkan pada masa
sekarang yang disebut masa “Reformasi”, P4 adalah salah satu yang bisa
dipertimbangkan untuk dilaksanakan kembali.
Penataran P-4 itu diadakan dengan Ketetapan MPR Tahun 1978; lantas
ditiadakan sejak Orde Reformasi (Ketetapan MPR itu dicabut oleh MPR hasil
Pemilu 1999). Pada awal reformasi, beberapa implementasi hukum dan
ideologi dari orde sebelumnya telah ditiadakan sebab dipandang tidak sesuai
dengan perkembangan kekinian.
Isi P4 sebenarnya sangat bagus dan bermanfaat.
apalagi di tengah krisis jatidiri bangsa saat ini. saya punya analogi seperti
berikut, jika seorang dokter memberitahukan kepada anda bahwa :
merokok dapat merusak kesehatan dan membahayakan kehidupan anda. saya yakin,
banyak dari kita yang setuju. namun, jika ternyata si dokter ternyata adalah
seorang perokok yang melanggar apa yang dikampanyekannya, apa anda akan menjadi
tidak percaya akan pesan di dokter tadi ?
Jika pertanyaan ini diajukan kepada Saya, Jawaban
Saya : Saya tetap percaya Bahwa Merokok itu berbahaya buat kesehatan. Pesan
yang disampaikan oleh si Dokter adalah bermanfaat dan benar, karena itu Saya
mempercayainya. Mengenai si Dokter-nya merokok atau tidak, itu hal yang
berbeda.
Begitu juga dengan P4. Pada analogi di atas, pesan
merokok membahayakan kesehatan dianggap setara dengan isi P4. Sementara si
Dokter dapat disetarakan dengan pelaksana kampanye P4 (pemerintah). Apakah
bagian pemerintah itu menjalankan isi P4 atau tidak, itu hal yang lain. Ada
dokter yang merokok, dan ada juga yang tidak. Begitu juga dengan pelaksana
pemerintahan, ada yang melaksanakan prinsip P4 dan ada juga yang tidak.
Sebenarnya penataran P4 banyak manfaatnya yaitu kita
ditanamkan ideologi Pancasila sejak dini dan bisa lebih memahami ideologi
negara kita. Kita sering menjumpai anak muda jaman sekarang banyak yang
tidak hapal sila-sila dalam Pancasila, bahkan ada yang tidak hapal lagu
Indonesia Raya. suatu hal yang memprihatinkan.
Belum
lama ini, Penataran P4 diusulkan untuk diterapkan kembali oleh Menteri Dalam
Negeri Gamawan Fauzi. Menurut Mendagri hal ini disebabkan saat ini nilai-nilai
Pancasila tidak terlihat lagi menjiwai perilaku masyarakat. Sekarang ini tidak
terlihat lagi semangat gotong royong, kebersamaan dan tenggang rasa diantara
unsur dan elemen masyarakat Indonesia. Seperti sering terjadi kerusuhan dan
tindak pelanggaran hukum di masyarakat.
Menurut
Mendagri penataran P4 berfungsi untuk memasukkan nilai-nilai Pancasila pada
siswa sekolah di tingkat menengah pertama dan atas, serta beberapa
pendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia harus diimbangi dengan
kesadaran dalam bernegara dan berbangsa yang baik dan sesuai nilai-nilai
Pancasila.
Kementerian
Dalam Negeri tengah bekerja sama dengan kementerian-kementerian lain untuk
menggalakkan kembali P4. Kalau bisa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
memasukkan P4 ini ke dalam kurikulum sekolah-sekolah.
Hal
senada juga diutarakan oleh para akademisi di Pusat Studi Pancasila UGM
Yogyakarta, Slamet Sutrisno. Menurut dosen Fakultas Filsafat UGM, Drs. Slamet
Sutrisno, Pancasila baik secara ideologi, ilmu hingga filsafat tetap mampu
memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia. Hanya saja dalam
perjalanannya banyak menghadapi kendala seperti globalisasi dan fanatisme
keberagamaan. Ia juga sempat menyayangkan lunturnya nilai-nilai Pancasila
bangsa Indonesia sekarang ini jika dibandingkan bangsa lain.
Juga dalam
Seminar dengan tema "Membumikan Cita Hukum Pancasila dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan", pada 26 November 2012 di Pendopo Kabupaten Tasikmalaya
yang baru di Singaparna dengan narasumber Yudi Latif, MA, PhD dan Amin
Mudzakkir umumnya peserta menyesalkan dihilangkannya mata pelajaran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di sekolah-sekolah saat ini, serta
hilangnya kegiatan penataran P4 bagi PNS dan masyarakat yang dulu di masa Orde
Baru dilaksanakan oleh lembaga BP7 di lingkungan pemerintah. Pasca hilangnya
P4, sekarang justru muncul sosialisasi 4P (4 Pilar), yaitu Pancasila,UUD-45,
Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Memang
dengan hilangnya P4 merupakan salah satu sebab berkurangnya semangat untuk membumikan
Pancasila dalam kehidupan tata kelola negara saat ini. Sehingga untuk
menumbuhkan kembali semangat jiwa Pancasila, pemerintah dipandang perlu untuk
mempertimbangkan kembali dilakukannya sosialisasi melalui pendidikan dan
penataran P4 kepada semua warga negara. Kekurangan yang ada di masa lalu
tentang penerapan Pancasila, tinggal kita benahi dan sempurnakan. Yang penting
apa-apa yang baik dari masa lalu kita lanjutkan dan yang buruknya kita
tinggalkan. Kita jangan apriori terhadap segala produk masa lalu, namun harus
cerdas dalam memilih dan memilah sesuatu. Itulah mungkin langkah yang terbaik
bagi kehidupan kita bersama untuk ke depan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada
sidang umum MPR-RI tanggal 11-23 maret 1978, pemerintah mengajukan ekaprasetia
pancakarsa untuk dibahas dan mendapat pengesahan dari MPR. Akhirnya MPR dengan
ketetapan No. II/MPR/1978 menetapkannya sebagai pedoman, penghayatan dan
pengamalan pancasila atau disingkat P-4.
Dalam
p-4 terdapat naskah pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (ekaprasetia
pancakarsa) yang berisi pendahuluan (bab i), pedoman penghayatan dan pengamalan
pancasila (ekaprasetia pancakarsa) (bab ii) yang meliputi kelima sila, yaitu :
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila Kemanusiaan yang beradab, sila Persatuan
Indonesia, sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, dan sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia serta penutup (bab iii).
Dalam
P-4 juga terdapat butir – butir pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila
yang berisi nilai dan norma – norma yang terkandung dalam kelima sila
pancasila.
Alasan
pentingnya pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila meliputi tiga aspek,
yaitu alasan filosofis, alasan historis, alasan yuridis-konstitusional dan alasan
pedagogis-psikologis.
Tujuan
dan fungsi pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila adalah Sebagai jiwa dan
kepribadian bangsa, untuk mewujudkan manusia pancasila, penuntun kehidupan
sehari – hari, serta pelestarian nilai – nilai yang menjadi pedoman hidup bagi
setiap warga Negara
Dalam
masa itu pula terdapat banyak penyimpangan pelaksanaan pedoman penghayatan dan
pengamalan pancasila, yaitu mengasas tunggalkan pancasila dan penyimpangan
nilai – nilai yang terkandung dalam sila pancasila.
Namun,
di masyarakat kita mempunyai pendapat lain tentang wacana dilaksanakannya
kembali pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila pada masa reformasi
sekarang ini. Tapi menurut saya, mengingat fenomena yang
berkembang, maka pelaksanaan Penataran P4 masih relevan dihidupkan kembali,
karena melihat terlupakannya pancasila oleh generasi sekarang ini namun
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan kondisi yang berkembang di masyarakat
dan sesuai dengan era kekinian. Selain itu, kita harus belajar dari
sejarah, jangan sampai ketika P-4 dilaksanakan, akan terjadi penyimpangan yang
serupa.
3.2 Saran
Nilai
– nilai pancasila harus kita hayati sungguh – sungguh dan kita amalkan dalam
kehidupan kita sebagai bangsa, jika kita tidak ingin tenggelam dalam arus dunia
yang makin menggelora dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi,jika kita tidak ingin terseret dan terombang - ambing dunia modern
yang makin melanda setiap bangsa.
Kelangsungan
hidup Negara dan bangsa Indonesia ditengah – tengah ideologi yang di anut
Negara lain, mengharuskan kita uintuk mengupayakan secara berencana pelestarian
nilai – nilai pancasila agar generasi yang akan dating tetap dapat menghayati
dan mengamalkannya, agar intisari nilai – nilai luhur itu tetap menjadi pedoman
bangsa Indonesia sepanjang masa.
Teknologi
dengan segala dampak dinamikanya merupakan tantangan terhadap kelestarian
pancasila. Masa depan merupakan masa yang
penuh kemungkinan, termasuk segala sesuatu yang pada waktu ini kita
perkirakan tidak mungkin terjadi. Tugas kita sebagai warga Negara, khususnya
generasi muda ialah memanfaatkan teknologi itu untuk pelestarian pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila
Sebagai Pemandu reformasi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Ms
Bakry, Noor. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Darmodiharjo,
Darji, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Syarbaini,
Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai – Nilai Karakter
Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Laboratorium
Pancasila IKIP Malang. 1990. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang:
Penerbit IKIP Malang.
Darmodiharjo,
Darji. 1984. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Jakarta: Aries Lima.
Mustopo,
Habib, dkk. 2012. Sejarah 3. Jakarta: Yudhistira.
http://www.pusakaindonesia.org/perlukah-penataran-p4-dihidupkan-lagi/
(26 april 2014, pukul 09.17)
http://filsafat.kompasiana.com/2011/02/09/perlukah-penataran-p4-dihidupkan-kembali-339517.html/
(26 april 2014, pukul 09.03)
http://www.kabar-priangan.com/news/detail/7248/
(26 april 2014, pukul 09.13)