Rabu, 17 Februari 2016

ANAK TUNAGRAHITA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progressif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan disekitarnya. Melalui pendidikan anak bias berkembang lebih baik dan optimal. Varietas progresivitas perkembangan anak sangat individual. Setiap individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya. Pendidikan yang diberikan pun sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada umumnya, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tetapi mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Olehh karena itu, maka layanan pendidikan yang diberikan kepada mereka, diupayakan dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal sesuai dengankebutuhan mereka.
Pemahaman terhadap mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya para professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Dalam kegiatan pendidikan bagi anak tunagrahita bertujuan mengembangkan potensi yang masih dimiliki secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana mereka berada.

B.     RUMUSAN MASALAH
v  Apakah pengertian tunagrahita?
v  Bagaimana klasifikasi tunagrahita?
v  Bagaimana karakteristik anak tunagrahita?
v  Apa faktor penyebab tuna grahita?
v  Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunagrahitaan?
v  Masalah apa saja yang dihadapi anak tunagrahita?
v  Apa dampak ketunagrahitaan?
v  Kebutuhan khusus apa yang dibutuhkan anak tunagrahita?
v  Bagaimana penanganan anak tunagrahita?
v  Berapa jumlah penyandang tunagrahita saat ini?

C.    TUJUAN PENULISAN
Ø  Untuk memahami pengertian tunagrahita
Ø  Untuk memahami klasifikasi tunagrahita
Ø  Untuk memahami karakteristik tunagrahita
Ø  Untuk memahami faktor penyebab tuna grahita
Ø  Untuk memahami usaha untuk mencegah ketunagrahitaan
Ø  Untuk memahami masalah yang dihadapi anak tunagrahita
Ø  Untuk memahami dampak ketunagrahitaan
Ø  Untuk memahami kebutuhan khusus anak tunagrahita
Ø  Untuk memahami penanganan anak tunagrahita
Ø  Untuk mengetahui jumlah penyandang tunagrahita



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TUNAGRAHITA

Banyak terminologi yang digunakan untuk menyebut anak tunagrahita. Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang sering digunakan misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, reterdasi mental, terbelakang mental, cacat ganda, dan tunagrahita. Sedangkan dalam kepustakaan bahasa asing dikenal dengan istilah mental reterdation, mentally reterded, mental deficiency, dan mental defective, dan lain-lain.
Istilah tuna grahita berasal dari bahasa sansekerta, tuna artinya rugi, kurang; dan grahita artinya berfikir (Mumpuniarti, 2000:25). Tuna Grahita dipakai sebagai istilah resmi di Indonesia sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Luar Biasa Nomor 72 tahun 1991. Definisi yang berpandangan medis, menurut Qudkerk yang dikutip Suparlan (1983:5), lemah otak ialah orang yang terganggu pertumbuhandaya pikirnya dan tidak sempurna seluruh kepribadiaannya (Mumpuniarti,2000:26).
Beltasar Taringan (2000;30) mengenmukakan bahwa terdapat dua criteria dari individu yang dianggap tunagrahita, yaitu: pertama, kecerdasan dibawah rata-rata anak normal yang seusianya, dan yang kedua kekurangan dalam adaptasi tingkah laku yang terjadi selama masa perkembangan. Beltasar Taringan menambahakan (2000:42), tuna grahita sebagai kelainan meliputi:
1.      Intelektual umum dibawah rata-rata (subverrage), yaitu IQ 84 kebawah berdasarkan tes individual.
2.      Mucul sebelum usia 16 tahun
3.      Menunjukan hambatan dalam prilaku adaptif
Ingalls (1978:55) menyatakan bahwa tuna grahita adalah tingkat kemampuan individual yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan normal dan membutuhkan perawatan, upervisi, control, dan dukungan dari pihak luar, maka dikatagorikan perkembangan mentalnya tidak sempurna .Seseorang yang mengalami keterbelakangan mental, tidak bisa memadukan informasi seperti yang biasa dilakukan anak normal pada umumnya. Oleh karna itu perlu diberikan pembelajaran yang disederhanakan, instruksi harus sering diulang dan menggunakan kalimat pendek karena waktu partisipasi dalam aktifitas lebih lama.
Pakar lain menyebutkan bahwa, penyandang tuna grahita (cacat ganda) adalah seorang yang mampunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang teranggu, biasanya cacat mental terjadi dalam satu keadaan dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda (Delphie, 2006:1). Misalnya cacat intelligensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan pengelihatan (cacat pada mata), ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran. Adanya cacat lain yang dimiliki selain cacat intelligensi ini yang menciptakan istilah lain untuk anak tuna grahita yakni cacat ganda.
Definisi yang berpandangan sosial, menurut Hardershe yang dikutip Suparlan (1988:6), seorang disebut lemah otak jika tidak cukup daya fikirnya, tidak dapat hidup dengan kekurangnya sendiri di tempat yang sederhana dalam masyarakat, dan jika dapat hanyalah dalam keadaan yang sangat baik (Mumpuniarti, 2000:26). Aspek kemampuan hidup di masyarakat tidak dapat dengan kekuatan sendiriini yang menjadi indicator tuna grahita dalam definisi yang berpandangan sosial.
Menurut Edgare Dole yang dikutip Mumpuniarti (2000:26), mengemukakan definisi dengan tanda atau ciri, seorang dianggap keterbelakangan mental jika ditandai:
1)      Tidak berkemampuan secara sosial dan tidak dapat mengelola dirinya sendiri sempai tingkat usia dewasa,
2)      Mental dibawah normal,
3)      Terlambat kecerdasannya sejak lahir,
4)      Terlambat tingkat kemasakannya,
5)      Terbelakang mentaldisebaban pembawaan dari keturunan atau penyakit,
6)      Tidak dapat disembuhkan.
Menurut WHO yang dikutip Menkes (1990), tuna grahita adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Carter CH mengatakan tuna grahita adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelligensi yang rendah yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker AC (1983), tuna grahita adalah apabila jelas terdapat fungsi intelligensi yang rendah yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian prilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan.
Pakar lain menyebutkan bahwa, tuna grahita disebut juga tuna grahita adalah anak yang meiliki tingkat kecerdasan rendah (dibawah normal) sehingga untuk melakukan tugasnya memerlukan bantuan atau layanan khusus, termasuk kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya (Mohammad Efendi, 2006:9). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1987:47) anak keterbelakangan mental adalah anak yang keadaan dan pertumbuhan mentalnya terbelakang daripada anak normal sebayanya, atau intelligensnya dibawah rata-rata.

B.     KLASIFIKASI TUNAGRAHITA
Klasifikasi menurut AAMD (Moh. Amin, 1995: 22-24), sebagai berikut:
1.      Tunagrahita Ringan (Mampu Didik)
Tingkat kecerdasannya IQ mereka berkisar 50 – 70 mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, mampu menyesuaikan lingkungan yang lebih luas, dapat mandiri dalam masyaraakat, mampu melakukan pekerjaan semi trampil dan pekerjaan sederhana.

2.      Tunagrahita Sedang (Mampu Latih)
Tingkat kecerdasan IQ berkisar 30–50 dapat belajar keterampilan sekolah untuk tujuan fungsional, mampu melakukan keterampilan mengurus dirinya sendiri (self-help), mampu mengadakan adaptasi sosial dilingkungan terdekat, mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan.
3.      Tunagrahita Berat dan Sangat Berat (Mampu Rawat)
Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 30 hampir tidak memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri. Ada yang masih mampu dilatih mengurus diri sendiri, berkomunikasi secara sederhanaa dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat terbatas.
Sedangkan klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini (PP No 72/1999) adalah:
Ø  Tunagrahita ringan IQ nya 50 – 70.
Ø  Tunagrahita sedang IQ nya 30 – 50.
Ø  Tunagrahita berat dan sangt berat IQ nya kurang dari 30.
Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan tipe-tipe klinis/fisik (Mumpuniarti, 2007: 11), sebagai berikut:
1)      Down syndrome (mongolisme) karena kerusakan khromozon.
2)      Krettin (cebol) ada gangguan hiporoid.
3)      Hydrocephal karena cairan otak yang berlebihan.
4)      Micdocephal karena kekurangan gizi dan faktor radiasi, karena penyakit pada tengkorak, brohicephal (kepala besar)
Menurut Leo Kanner (Mumpuniarti, 2007: 13) berdasarkan pandangan masyarakat:
v  Tunagrahita absolut (sedang) Yaitu jelas nampak ketunagrahitaannya yang dipandang dari semua lapisan masyarakat
v  Tunagrahita Relatif (ringan) Yaitu dalam masyarakat tertentu dipandang tunagrahita, tetapi di tempat yang lain tidak dipandang tunagrahita
v  Tunagrahita Semu (debil) Yaitu anak yang menunjukkan penempilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya mempunyai kemampuan normal.
Berdasarkan sudut pandang disiplin ilmu (Mumpuniarti, 2007: 14) 
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa klasifikasi anak tunagrahita, antara lain:
·         Anak tunagrahita (mampu didik) IQ 50/55 -70/75 (debil), yaitu dapat dididik dalam bidang akademik, mampu menyesuaikan sosial dalam lingungan yang lebih luas, dapat mandiri, mampu melakukan pekerjaan sosial sederhana.
·         Anak tunagrahita sedang (mampu latih) IQ 20/25 – 50/55 (Embicil), yaitu dapat mengurus dirnya sendiri mampu melakukan pekerjaan yang perlu pengawasan di tempat terlindungi dapat berkomunikasi dan beradaptasi di lingkungan terdekat.
·         Anak tunagrahita berat (mampu rawat) IQ 0 – 20/25 (Idiot), yaitu sepanjang hidupnya tergantung pada bantuan yang perawatan orang lain.
Pengklasifikasian/penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam Spesial Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut :
1.      Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemmapuan dalam akademik setara dengan anak reuler pada kelas 5 sekolah dasar.

2.      Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sanfgat terbatas kemapuan untuk pendidikan secara akademik
3.      Custodial 
Dengan peberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar car amenolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan terus menerus.

C.    KARAKTERISTIK TUNAGRAHITA
1.      Karakteristik Umum
Karakteristik anak tunagrahita (Moh. Amin, 1995: 18) pada umumnya:
a)      Kecerdasan
·         Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang kongkrit.
·         Dalam belajar tidak banyak membeo.
·         Mengalami kesulitan menangkap rangsangan atau lamban.
·         Memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas.
·         Memiliki kesanggupan yang rendah dalam menginat memerlukan jangka waktu yang lama.
b)     Sosial
·         Dalam pergaulan mereka tidak dapat, mengurus memelihara dan memimpin diri.
·         Waktu masih kanak-kanak setiap aktivitasnya harus selalu dibantu.
·         Mereka bermain dengan teman yang lebih muda usianya.
·         Setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung ada bantuan orang lain.
·         Mudah terjerumus ke dalam tingkat terlarang (mencuri, merusak, pelanggaran seksual).
c)      Fungsi mental lainnya
·         Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya.
·         Mudah lupa.
d)     Kepribadian
·         Tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri.
·         Tidak mampu mengontrol dan menyerahkan diri.
·         Selalu tergantung pada pihak luar.
·         Terlalu percaya diri.
Karakteristik anak tunagrahita menurut brown at all , 1991; wolery & harring , 1994 pada eksepsional children five edition, p.485 – 486, 1996 menyatakan
a)      Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan dalam pmempelajari dengan kemampuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang di pelajari anpa latihan terus menerus
b)     Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru
c)      Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat
d)     Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat mempunyai keterbatasan daam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana , sulit menjangkau sesuatu, dan mendonakan kepala.
e)      Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat suit utuk engurus diri sendiri, seperti: berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri. mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk emmepelajari kemampuan dasar
f)       Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
g)      Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita erat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Keiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari didepan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit diri sendir, membentur-bentukan kepala.

2.      Karakteristik Khusus
Menurut Sutjihati Somatri dalam buku Psikologi Anak Luar Biasa dijelaskan bahwa kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC). Dan klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga yaitu:
a.       Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga maron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet. Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan intelektual/ IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana sampai tingkat tertentu. Biasanya hanya sampai pada kelas IV sekolah dasar (SD). Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan bimbingan dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independen, tidak bisa merencakan masa, bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tungarhita ringan dengan anak normal.
b.      Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 menurut Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun.23 Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya.24
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara social, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih dapat bekerja ditempat kerja terlindung (sheltered workshop).
c.       Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun atau empat tahun.
Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya

3.      Karakteristik Pada Masa Perkembangan
Pengenalan cirri-ciri pada perkembangan ini penting karena segera dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa cirri yang dapat dijadikan indicator adanya kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (Wardani, dkk., 2002) adalah sebagai berikut :
a.       Masa Bayi
Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli mengemukakan bahwa cirri-ciri bayi tunagrahita adalah : tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.
b.      Masa Kanak-kanak
Pada masa ini, anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada anak tunagrahita ringan. Karena anak tunagrahita sedang mulai memperlihatkan cirri-ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, kepala kecil, dan lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan cirri-ciri: sukar memulai dan melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, penglihatannya tampak kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat) memperlihatkan cirri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga member kesan anak ini pintar, pemusatan perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.



c.       Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa. Cirri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai berikut :
·         Adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran (membaca, menulis, dan berhitung)
·         Prestasi yang kurang
·         Kebiasaan kerja yang tidak baik
·         Perhatian yang mudah beralih
·         Kemampuan motorik yang kurang
·         Perkembangan bahasa yang jelek
·         Kesulitan menyesuaikan diri.
d.      Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadiannya berada dibawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri.
Beberapa karakteristik dari anak tunagrahita antara lain lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru, kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat, cacat fisik dan perkembangan gerak, kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri, tingkah laku dan interaksi tidak lazim, serta tingkah laku yang kurang wajar dan terus menerus.

D.    FAKTOR PENYEBAB TUNA GRAHITA

Rendahnya tingkat Intelligence Quotien (IQ) pada anak ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Endang Warsiki Ghosali (1983), sebab-sebab biomedik dapat menyebabkan 25% dari tuna grahita mempunyai IQ dibawah 50. Faktor penyebab terbelakang mental, antara anak yang satu dengan yang lainnya berbeda. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984:48) menyebutkan faktor yang menyebabkan anak menjadi keterbelakang mental adalah bermacam-macam, yaitu: faktor-faktor sebelum kelahiran (prenatal), faktor-faktor pada saat kelahiran (natal), faktor-faktor setelah kelahiran (postnatal). Talf FT (1983) dan Shonkoff JP (1992) menyatakan, faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab tuna grahita sebagai berikut:

1.      Non Organik
a.       Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis.
b.      Sosio cultural.
c.       Interaksi anak pengasuh yang tidak baik.
d.      Penelantaran anak.
2.      Organik
a.       Faktor Prakonsepsi
·         Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolic, kelainan neurokutaneus).
·         Kelainan kromosom (X linked, translokasi, fragile X), sindrom polygenic familial.
b.      Faktor Prenatal
·         Gangguan kelainan otak trisemester I
1)      Kelainan kromosom (trisomi, mosiak)
2)      Infeksi intrauterine, misalnya: TORCH, HIV
3)      Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi)
4)      Disfungsi plasenta
5)      Kelainan conginetal dari otak (idiopatik)
·         Gangguan otak trisemester II dan III
1)      Ibu menderita penyakit diabetes mellitus, PKU (phenilketonuria)
2)      Toksemia gravidarum
3)      Malnutrisi ibu

c.       Faktor Perinatal
·         Sangat premature
·         Asfiksia neonatrum
·         Trauma lahir seperti: perdarahan intracranial
·         Meningitis
·         Kelainan metabolik (hipoglikemik, hiperbilirubinemia)
d.      Faktor Postnatal
·         Trauma berat pada kepala atau saraf pusat
·         Neurotoksin, misalnya logam berat
·         CVA (Cerebrovaskuler accident)
·         Anoksia, misalnya tenggelam
·         Metabolik, misalnya gizi buruk, kelainan hormonal (hipotiroid, pseudohipotiroid), amino aciduria (PKU), kelainan metabolism karbohidrat, galaktosemia, polisakaridosis (sindrom Hurler), cerebral lipidosis (Tay Sach), hepatomegali (Gaucher), penyakit degeneratif.
·         Infeksi: meningitis, ensafalitis, subakut sklerosing panasefalitis.

Menurut Endang Warsiki Godhali (1983), penyebab retradasi mental dapat dibagi menjadi kelompok: (I) biomedik, dan (II) sosiokultural, psikologik, dan lingkungan.
1.      Kelompok biomedik dapat dibagi menjadi sebab prenatal, natal, dan postnatal, antara lain:
a.       Penyebab Prenatal
·      Infeksi ibu oleh: kuman, virus, toxoplasma.
Ø  Kuman: tbc, syphilis, meningitis, karena meningococus.
Ø  Virus: rubella, influenza, cytomegalaic inclusion body desease.
Ø  Selain itu, sewaktu ibu mengandung menderita penyakit: kholera, typhus, malaria tropika kronis, gondok pada waktu  mengandung muda, syphilis, gabag atau mazelen, sehingga ada pengaruh yang buruk pada janin. Bayi yang lahir akan menderita toxemia, yaitu peristiwa keracunan darah sehingga terjadi abnormalitas pada sistem syaraf (neuron).
·         Terjadi intoksikasi atau keracunan pada janin karena bilirubin (kemicterus), timah, karbon monoksida, post imunisasi, toxemia gravidarum. Ketika ibu mengandung muda minum obat-obat penenang beracun, seperti: obat thalidomide dan obat kontraseptif anti hamil yang sangat kuat mengandung racun. Obat tersebut gagal atau tidak bekerja secara efektif, sehingga menyebabkan pertumbuhan bayi dalam kandungan mengalami kerusakan mental dan fisik.
·         Ganguan metabolisme protein (phenylketonuria), metabolism hidrat arang (galaktosemia), metabolisme lemak (Tay-Sachs disease).
·         Kelainan kromosom, dapat berupa:
o   Inverse, ialah kelainan akibat berubahnya urutan gene karena melilitnya kromosom.
o   Delesi, akibat dari kegagalan meiosis yang salah, yaitu satu pasangan tidak membelah sehingga mengakibatkan kurangnya kromsom disalah satu sel.
o   Duplikasi, merupakan kegagalan meiosis karena kromosom
o   tidak berhasil menceraikan diri, sehingga terdapat kelebihan kromosom pada salah satu sel.
o   Translokasi, karena adanya kromosom yang patah kemudian menempel pada kromosom lain.
o   Down’s Syndrome, ialah mengalami trisomi atau kromosom mempunyai tiga ekor pada kromosom 21, ada juga pada kromosom 15. Hal ini akibat kegagalan meiosis sehingga menimbulkan duplikasi dan translokasi.
o   Kinefelter’s Syndrome, yaitu genosom yang seharusnya XY,  karena kegagalan menjadi XXY atau XXXY, anak nampak laki-laki dan Tuna Grahita. Setelah masa puber, tubuhnya panjang, gaya mirip pria, payudara besar, penis dan testisnya kecil, birahinya kurang.
o   Tumer’s Syndrome, yaitu genosomnya XO (atau X menyendiri), anak nampak wanita dan Tuna Grahita, payudara tidak tumbuh beruterus kecil, tidak datang bulan, bertubuh pendek berlipatan kulit ditengkuk dan mandul.
·         Irradiasi pada kandungan dengan umur kehamilan 2-6 minggu. Zat radioaktif yang mengenai ibu yang sedang hamil dapat menjadikan anak yang dilahirkan cacat.
·         Malnutrisi ibu, terutama karena defisiensi protein. Kegagalan dalam pemenuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu. Endokrin: hypothyroid ibu menyebabkan kretinisme. Akibat gangguan kelenjar gondok atau tiroid yang menghasilkan hormon thyroxin (kelenjar gondok). Phatologi tiroid ada tiga:
o   Tiroid cacat sejak lahir (thyroid aplasia)
o   Tiroid kehilangan fungsi (athyroidsm)
o   Tiroid yang tidak berfungsi (thyroid disfungtion)

b.      Penyebab Natal
Banyak resiko waktu ibu melahirkan. Resiko tersebut dapat mengancam jiwa ibu atau bayinya. Hal ini biasa terjadi pada kelahiran anak pertama yang berlangsung lama dan sulit. Kelainan yang terjadi waktu melahirkan dapat mengakibatkan anak menjadi terbelakang mental,seperti:
1.      Kelahiran dengan bantuan tang (tangverlossing). Hal ini disebabkan bayi dalam kandungan sangat subur atau tulang pinggul ibu terlalu sempit. Cara tersebut dapat beresiko bayi terkena tang dan menimbulkan pendarahan otak sehingga susunan syaraf rusak. Kurang lebih 5% dari jumlah bayi yang lahir dengan bantuan tang mengalami retradasi mental atau terbelakang mental.
2.      Anoxia otak karena asphyxia yaitu lahir tanpa nafas, bayi sperti tercekik. Hal ini disebabkan adanya lendir di dalam alat pernafasan bayi atau cairan di dalam paru-parunya. Selain itu, asphyxia bisa terjadi karena ibu mendapat zat pembius terlalu banyak. Bayi yang lahir seperti ini banyak terjadi retradasi mental.
3.      Prematuritas, yaitu bayi lahir sebelum masanya. Pertumbuhan jasmani dan jiwanya tertunda atau mengalami kelambatan. Bisa juga bayi mengalami pendarahan pada bagian dalam kepala (intracranial haemorrhage).

c.       Penyebab Postnatal
·      Malnutrisi bayi. Perkembangan intelligensi anak dipengaruhi defisiensi protein yang terjadi sejak lahir sampai umur dua tahun. Selain itu, kekurangan thyroxin pada kelenjar gondok juga dapat menyebabkan kretinisme.
·      Infeksi pada otak oleh penyakit cerebal meningitis, encephalitis, gabag (mazelen, campak), dypteri, radang kuping yang mengandung nanah. Pada umumnya anak-anak tersebut mengalami retradasi atau kelambatan pada fungsi intelligensinya.
·      Trauma kapitis, yaitu luka-luka pada kepala atau di kepala bagian dalam karena bayi pernah jatuh, terpukul atau mengalami serangan sinar matahari (zonnesteek), dan bayi pingsan lama.
·      Anoxia otak, karena status epilepticus atau dehydrasi (gas troenteritis berat)

2.      Kelompok sosiokultural, psikologik, dan lingkungan.
a.       Adanya retradasi mental ringan (kedunguan) yang terdapat pada anggota keluarga lain (cultular familiar retardates). Sebab ini banyak terjadi di Indonesia, karena struktur masyarakat Indonesia banyak berasal dari golongan sosioekonomi rendah. Kurangnya kepandaian mereka, maka secara automatis jatuh pada suatu tingkatan yang paling bawah, yakni taraf kehidupannya berjalan sangat sederhana.
b.      Adanya gangguan emosi pada anak, sehingga anak berfungsi di bawah potensi sebenarnya. Misalanya: karena penolakan orang tua, iri terhadap saudaranya, ditinggal ibu, ayah, atau kedua orang tua, anak terpaksa dirawat dalam suatu institusi (rumah sakit, rumah yatim piatu, yayasan), anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang. Hal ini menyebabkan retradasi pertumbuhan dari fungsifungsi jasmani dan fungsi kejiwaan anak. Seorang bayi yang tidak pernah menerima kasih sayang dari orangtua, tidak akan mampu menjalin hubungan antar kemanusian dengan orang lain pada usia dewasa.
c.       Kurangnya stimulasi pada anak, misalnya: kurangnya rangsangan belajar.

Ahli lain menyebutkan bahwa, penyebab terjadinya ketunaan pada sesorang, yaitu: dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen) (Mohammad Efendi, 2006: 91). Mohammad Efendi menambahkan, gangguan fisiologis dan virus dapat menyebabkan tuna grahita. Virus tersebut diantaranya rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada tri semester pertama saat ibu mengandung, karena akan member peluang timbulnya ketuanaan pada bayi yang dikandung. Bentuk gangguan fisiologis lain adalah reshus factor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid.
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retradasi mental. Untuk mengetahui adanya retradasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Kelainan otak dapat menyebabkan seseorang menjadi tuna grahita, (Kirk & Johnson, 1951). Peningkatan tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan kemunduran fungsi otak. Selain itu, keadaan cerebal anoxia, yaitu kekurangan oksigen dalam otak juga menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik. Kelainan otak dapat terjadi pada saat pertumbuhan, pada masa prenatal, natal, maupun postnatal.  Menurut Mohammad Efendi (2006: 92) peradangan otak akibat pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan anak Tuna Grahita.

E.     USAHA UNTUK MENCEGAH KETUNAGRAHITAAN
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1.      Diagnostik prenatal
Yaitu suatu usaha memeriksakan kehamilan untuk menemukan kemungkinan kelainan-kelainan pada janin.
2.      Imunisasi
Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil dan balita agar terhindar dari penyakit-penyakit yang dapat mengganggu perkembangan anak.
3.      Tes darah
Ini dilakukan terhadap pasangan calon suami istri untuk menghidari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan,
4.      Pemeliharaan kesehatan
Ibu hamil hendaknya memeriksakan kesehatan secara rutin. Juga menyediakan makanan bergizi yang cukup, menghindari radiasi dan sebagainya.
5.      Program KB
Ini diperlukan untuk mengatur kehamilan dan membina keluarga yang sejahtera.



6.      Penyuluhan genetic
Suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai masalah genetika. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik, atau secara langsung melalui posyandu dan klinik.
7.      Tindakan operasi
Hal ini dibutuhkan apabila ada kelahiran dengan resiko tinggi misalnya kekurangan oksigen dan adanya trauma pada proses kelahiran.
8.      Sanitasi lingkungan
Mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak menghambat perkembangan bayi/anak.

F.     MASALAH YANG DIHADAPI ANAK TUNAGRAHITA
Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan prilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga banyak menghadapi kesulitan dalam hidupnya.  Menurut Rochyadi banyak masalah yang dihadapi anak tunagrahita, diantaranya:
1.      Masalah Belajar
Aktifitas belajar berkaitan langsung dengan kemampuan kecerdasan. Didalam kegiatan sekurang-kurangnya dibutuhkan kemampuan mengingatkan dan kemampuan untuk memahami, serta kemampuan untuk mencari hubungan sebab akibat. Kedaaan seperti itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita karena mereka mengalami kesulitan untuk dapat berfikir secara abstrak, belajar apapun harus terkait dengan objek ynag bersifat konkrit. Kondisi seperti itu adahubungannya dengan kelemahan ingatan jangka pendek, kelemahan dalam bernalar, dan sukar sekali dalam mengembangkan ide.
Melihat masalah-masalah belajar belajar yang dialami oleh anak tunagrahita tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran buat mereka, yaitu:
·         Bahan yang diajarkan perlu dipecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil dan ditata secara berurutan.
·         Setiap bagian dari bahan ajar diajarkan satu demi satu dan dilakukan secara berulang-ulang.
·         Kegiatan belajar hendaknya dilakukan dalam situasi yang konkrit.
·         Diberikan dorongan atau motivasi untuk melakukan apa yang sedang ia pelajari.
·         Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan menghindari kagiatan belajar yang terlalu formal.
·         Gunakan alat peraga dalam mengkongkritkan konsep.

2.      Masalah Penyesuaian Diri
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada. Tingkah laku anak tunagrahita sering dianggap aneh oleh sebagian masyarakat karena mungkin tindakannya tidak lazim dilihat dari ukuran normative atau karena tingkah lakunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya.
Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran normative lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan mengartikan norma, sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya berkaitan dengan ketidaksesuaian antara perilaku yang ditampilkan dengan perkembangan umur.

3.      Gangguan Bicara dan Bahasa
Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan gangguan proses komunikasi. Yaitu:


·         Gangguan atau kesulitan bicara.
Dimana individu mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan bunyi bahasa dengan benar. Kenyataan menunjukkan bahwa anak tunagrahita mengalami gangguan bicara dibandingkan dengan anak normal. Kelihatan Kelihatan dengan jelas bahwa terdapat hubungan yang positif antara rendahnya kemampuan kecerdasan dengan kemampuan bicara yang dialami, biasaya gangguan ini terlihat pada anak tunagrahita berat (idiot).
·         Gangguan bahasa
Dimana seorang anak mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kosa kata serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari bahasa yang digunakan.

4.      Masalah Kepribadian
Anak tunagrahita memiliki cirri kepribadian yang khas, berbeda dari anak-anak pada umumnya. Perbedaan cirri kepribadian ini berkaitan erat dengan factor-faktor yang melatarbelakanginya. Kepribadian seseorang dibentuk oleh factor organic seperti predisposisi genetic, disfngsi otak dan factor-faktor lingkungan seperti: pengalaman pada masa kecil dan lingkungan masyarakat secara umum.
Berdasarkan penjelasan mengenai anak tunagrahita diatas, yang dimaksud penulis tentang anak tunagarahita ringan adalah salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan Intelektual (IQ) dibawah rata-rata yaitu berkisar antara 55-69. Kemampuan berpikirnya rendah, perhatian dan daya ingatnya lemah, sukar berfikir abstrak, tidak mampu berfikir logis, dan disertai dengan adanya ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, perilaku itu muncul selama masa perkembangan yaitu sejak dilahirkan hingga berusia 18 tahun. Tapi dengan bimbingan dan pendidikan yang baik mereka dapat dididik dalam bidang membaca, menulis, dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus. Biasanya hanya sampai pada kelas IV sekolah dasar (SD). Namun pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Secara fisik, mereka tampak seperti anak normal pada umumnya.

G.    DAMPAK KETUNAGRAHITAAN
Dampak yang timbul sangat besar adalah reaksi orang tua, reaksi tersebut antara lain :
1.      Perasaan melindungi secara berlebihan
2.      Perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan
3.      Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal
4.      Terkejut dan kehilanga kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk mendapat berita-berita yang lebih baik
5.      Orang tua merasa berdosa
6.      Mereka bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dengan tetangga dan lebih suka menyendiri.

H.    KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA
Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki kebutuhan yang sama dengan anak pada umumnya. Namun, karena keterlambatan dalam perkembangan kecerdasannya, anak tunagrahita akan mengalami hambatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan anak tunagrahita disamping yang sudah dijelaskan diatas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :
a.       Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik anak tunagrahita tidak berbeda dengan kebutuhan anak normal. Kebutuhan ini menyangkut makan, minum, pakaian, dan perumahan. Mereka juga memerlukan perawatan kesehatan pada umumnya dan perawatan badan khususnya, bahkan mereka juga membutuhkan sarana untuk bergerak, bermain, berolahraga, berekreasi dan hal-hal yang sejenismnya.


b.      Kebutuhan kejiwaan
·         Kebutuhan akan penghargaan
Anak tunagrahita sangan ingin diperhatikan, dipuji, dihargai dan disapa dengan baik. Banyak orang tua dianggap kurang hangat oleh anak tunagrahita hanya karena mereka hamper tidak pernah menyatakan penghargaan terhadap kegiatan, sikap atau perlakuan anak. Orang tua dapat memberikan dukungan dan dorongan kalau anak menghadapi sesuatu yang menulitkan dirinya.
·         Kebutuhan akan komunikasi
Sebagai manusia, anak tunagrahita juga ingin mengungkapkan diri. Anak tunagrahita mempunyai perasaan, keinginan, dan mungkin pula mempunyai ide dan gagasan, sungguhpun idea tau gagasan itu kecil atau kurang berarti. Mereka juga menyimpan banyak pertanyaan dan permasalahan. Mereka tidak dapat menyembunyikan semua itu dalam dirinya, tetapi mereka sukar menyatakannya. Akibatnya mereka sering mengekspresikan komunikasi itu dengan kerewelan-kerewelan dan pola-pola tingkah laku yang justru sulit dimengerti oleh orangtuanya.
·         Kebutuhan social (berkelompok)
Kebutuhan ini meliputi : diakui sebagai anggota keluarga, mendapat pengakuan didepan teman-temannya, mendapat kedudukan dalam kelompok, mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, pengalaman rekreasi dan olahraga sederhana, pengalaman menjadi anak berguna.

I.       PENANGANAN ANAK TUNAGRAHITA
1)      Implikasi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah :
a)      Occuppasional terapy , ( terapi gerak),
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh gerak kasar atau halus
b)     Paly terapi (terapi bermain),
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain, misalnya : emempebikna pelajaran tenang hitngan, anak diajarkan tentang tata cara sosial derama , bermain jual beli
c)      Aktivity daily living (ADL) atau kemampuan merawat diri
Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka haus diberian pengetahuan dan ketermpilan tenang kegiatan kehidupan sehati-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang ain
d)     Live skill , keterampilan hidup
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama danak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-rata , merekajuga diharapkan untuk dapat hidup mandiri oeh karena itu untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan . dengan ketermpilan yang dimilikinya, mereka dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.
e)      Fokastional terapy (terapy bekerja)
Selain diberikan latihan ketermpilan. Anak tunagrahita jug diberikan latihan kerja. Denganbekal lathan yang elah dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja

2)      Model pelayanan pendidilan untuk anak tunagrahita
a.       Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remidial dari guru pembimbing khusus (GPK) dari SLB terdekat,pada ruangan khusus atau ruangan smber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan. Yang termasuk ke dalam kategori borderline yang biasanya mempnyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (learning difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (slow learner).
b.      Program sekolah di rumah
Program ini diperuntukan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Misalnya: sakit. Perorang dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) terrapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orang tua, sekolah, masyrakat.
c.       Pendidikan Inklusif  
Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model pendidikan insklusisi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip education for all. Layanan pendidikan insklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reuler, pada ke;as dan guru atau pembimbing yanga sama. Pada kelas inklusif siswa dibimbing oleh 2 orang guru, satu guru reguler dan satu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama tapi,saat ini pelayanan pendidikan insklusi masi dalam tahap rintisan.
d.      Panti (griya) rehabilitasi
Panti ini diperuntukan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan pada panti ini terbatas dalam hal :
·         Pengenalan diri
·         sensor motor dan persepsi
·         motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu tempat ke tempat lain)
·         kemampuan berbahasa dan komunikasi
·         bina diri dan kemampuan sosial
e.       Sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C 1/SLB – C, C 1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini dibeikan pada sekolah luar biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing atau pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama kemampuanya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjnag hari penuh di kelas khusu untuk anak tunagrahitaringan dapat bersekolah di SLB – C , sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLBC
f.       Klas transisi,
Kelas ini diperuntukan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transsi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikas sesuai kebutuhan anak.

J.      JUMLAH PENYANDANG TUNAGRAHITA
Dilihat dari kurva normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang mengalami penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu mereka yang ber IQ 70 kebawah menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ 71 – 85 termasuk tunagrahita borderline (brown). Pendapat lain mengatakan, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 kebawah. Hallahan, 1988, mengestimasi jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %. Namun pada tahun 1984. Annual eport to congress menyebutkan 1,92% anak usia sekolah menyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3:2.
Pada data pokok sekolah Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelompok usia sekolah, jumlah pendudu di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2% x 48.100.548 orang = 962.011 orang.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pengertian tunagrahita berasal dari bahasa sansekerta, tuna artinya rugi, kurang; dan grahita artinya berfikir. Sedangkan klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini (PP No 72/1999) adalah:
Ø  Tunagrahita ringan IQ nya 50 – 70.
Ø  Tunagrahita sedang IQ nya 30 – 50.
Ø  Tunagrahita berat dan sangt berat IQ nya kurang dari 30.
Seorang anak dikatakan tunagrahita berdasarkan karakteristik seperti lamban, kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru, kemampuan bicaranya sagat kurang, cacat fisik dan perkembangan gerak, kurang dalm kemampuan menolong diri sendiri, .tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim
Faktor yang menyebabkan anak menjadi keterbelakang mental adalah bermacam-macam, yaitu: faktor-faktor sebelum kelahiran (prenatal), faktor-faktor pada saat kelahiran (natal), faktor-faktor setelah kelahiran (postnatal). Namun tetap ada usaha untuk mencegah ketunagrahitaan, yaitu dengan diagnostik prenatal, imunisasi, tes darah , pemeliharaan kesehatan, program kb, penyuluhan genetic, tindakan operasi, dan sanitasi lingkungan
Masalah yang dihadapi anak tunagrahita sangat kompleks. Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan prilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga banyak menghadapi kesulitan dalam hidupnya
Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki kebutuhan yang sama dengan anak pada umumnya. Namun, karena keterlambatan dalam perkembangan kecerdasannya, anak tunagrahita akan mengalami hambatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan anak tunagrahita disamping yang sudah dijelaskan diatas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan fisik dan kebutuhan kejiwaan.
Penanganan anak tunagrahita dapat dilakukan dengan berbagai model pelayanan pendidilan seperti pendidikan terpadu, program sekolah di rumah, pendidikan inklusif, panti (griya) rehabilitasi, sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian c dan c 1/slb – c, c 1) dan klas transisi.
Pada data pokok sekolah Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelompok usia sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2% x 48.100.548 orang = 962.011 orang.

B.     SARAN

Setelah disusunnya makalah tentang tunagrahita, diharapkan semua pihak lebih membuka mata dan tidak memandang remeh anak-anak ini. Karena sejatinya mereka sama dengan kita. Mereka membutuhkan apa yang kita butuhkan. Mereka merasakan apa yang kita rasakan. Sayangilah mereka, berkawanlah dengan mereka. Biarkan mereka memperoleh hak untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Dengan menjalani pendidikan sebagaimana mestinya.



DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Nunung. 2012. Seluk-Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera
Rahardja, Djaja, Sujarwanto. 2010. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya
Wardani, I.G.A.K. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka

Libal, Autumn. 2009. Namaku Bukan Si Lamban Pemuda Penyandang Tunagrahita. Jogjakarta: KTSP

3 komentar: