BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progressif
baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat
hidup dalam lingkungan disekitarnya. Melalui pendidikan anak bias berkembang
lebih baik dan optimal. Varietas progresivitas perkembangan anak sangat
individual. Setiap individu berkembang sesuai dengan irama perkembangannya.
Pendidikan yang diberikan pun sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Anak tunagrahita
merupakan individu yang utuh dan unik. Mereka seperti anak-anak pada umumnya,
memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
mereka. Mereka memiliki hambatan intelektual tetapi mereka juga masih memiliki
potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh
mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Olehh karena itu, maka layanan
pendidikan yang diberikan kepada mereka, diupayakan dapat mengembangkan potensi
mereka secara optimal sesuai dengankebutuhan mereka.
Pemahaman terhadap
mereka baik secara teori maupun praktis sangat diperlukan supaya para
professional dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan
mereka. Dalam kegiatan pendidikan bagi anak tunagrahita bertujuan mengembangkan
potensi yang masih dimiliki secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana mereka berada.
B.
RUMUSAN MASALAH
v
Apakah pengertian tunagrahita?
v
Bagaimana klasifikasi tunagrahita?
v
Bagaimana karakteristik anak tunagrahita?
v
Apa faktor penyebab tuna grahita?
v
Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
ketunagrahitaan?
v
Masalah apa saja yang dihadapi anak tunagrahita?
v
Apa dampak ketunagrahitaan?
v
Kebutuhan khusus apa yang dibutuhkan anak tunagrahita?
v
Bagaimana penanganan anak tunagrahita?
v
Berapa jumlah penyandang tunagrahita saat ini?
C.
TUJUAN PENULISAN
Ø
Untuk memahami pengertian tunagrahita
Ø
Untuk memahami klasifikasi tunagrahita
Ø
Untuk memahami karakteristik tunagrahita
Ø
Untuk memahami faktor penyebab tuna grahita
Ø
Untuk memahami usaha untuk mencegah ketunagrahitaan
Ø
Untuk memahami masalah yang dihadapi anak tunagrahita
Ø
Untuk memahami dampak ketunagrahitaan
Ø
Untuk memahami kebutuhan khusus anak tunagrahita
Ø
Untuk memahami penanganan anak tunagrahita
Ø
Untuk mengetahui jumlah penyandang tunagrahita
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
TUNAGRAHITA
Banyak terminologi
yang digunakan untuk menyebut anak tunagrahita. Dalam Bahasa Indonesia, istilah
yang sering digunakan misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran,
reterdasi mental, terbelakang mental, cacat ganda, dan tunagrahita. Sedangkan
dalam kepustakaan bahasa asing dikenal dengan istilah mental reterdation,
mentally reterded, mental deficiency, dan mental defective, dan lain-lain.
Istilah tuna
grahita berasal dari bahasa sansekerta, tuna artinya rugi, kurang; dan grahita
artinya berfikir (Mumpuniarti, 2000:25). Tuna Grahita dipakai sebagai istilah
resmi di Indonesia sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan
Luar Biasa Nomor 72 tahun 1991. Definisi yang berpandangan medis, menurut
Qudkerk yang dikutip Suparlan (1983:5), lemah otak ialah orang yang terganggu
pertumbuhandaya pikirnya dan tidak sempurna seluruh kepribadiaannya
(Mumpuniarti,2000:26).
Beltasar Taringan
(2000;30) mengenmukakan bahwa terdapat dua criteria dari individu yang dianggap
tunagrahita, yaitu: pertama, kecerdasan dibawah rata-rata anak normal yang
seusianya, dan yang kedua kekurangan dalam adaptasi tingkah laku yang terjadi
selama masa perkembangan. Beltasar Taringan menambahakan (2000:42), tuna
grahita sebagai kelainan meliputi:
1.
Intelektual umum dibawah rata-rata (subverrage), yaitu
IQ 84 kebawah berdasarkan tes individual.
2.
Mucul sebelum usia 16 tahun
3.
Menunjukan hambatan dalam prilaku adaptif
Ingalls (1978:55) menyatakan bahwa tuna grahita adalah
tingkat kemampuan individual yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan
normal dan membutuhkan perawatan, upervisi, control, dan dukungan dari pihak
luar, maka dikatagorikan perkembangan mentalnya tidak sempurna .Seseorang yang
mengalami keterbelakangan mental, tidak bisa memadukan informasi seperti yang
biasa dilakukan anak normal pada umumnya. Oleh karna itu perlu diberikan
pembelajaran yang disederhanakan, instruksi harus sering diulang dan
menggunakan kalimat pendek karena waktu partisipasi dalam aktifitas lebih lama.
Pakar lain menyebutkan bahwa, penyandang tuna grahita (cacat
ganda) adalah seorang yang mampunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat
kecerdasan yang teranggu, biasanya cacat mental terjadi dalam satu keadaan
dengan cacat fisik sehingga disebut cacat ganda (Delphie, 2006:1). Misalnya
cacat intelligensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan
pengelihatan (cacat pada mata), ada juga yang disertai dengan gangguan
pendengaran. Adanya cacat lain yang dimiliki selain cacat intelligensi ini yang
menciptakan istilah lain untuk anak tuna grahita yakni cacat ganda.
Definisi yang berpandangan sosial, menurut Hardershe yang
dikutip Suparlan (1988:6), seorang disebut lemah otak jika tidak cukup daya
fikirnya, tidak dapat hidup dengan kekurangnya sendiri di tempat yang sederhana
dalam masyarakat, dan jika dapat hanyalah dalam keadaan yang sangat baik
(Mumpuniarti, 2000:26). Aspek kemampuan hidup di masyarakat tidak dapat dengan
kekuatan sendiriini yang menjadi indicator tuna grahita dalam definisi yang
berpandangan sosial.
Menurut Edgare Dole yang dikutip Mumpuniarti (2000:26),
mengemukakan definisi dengan tanda atau ciri, seorang dianggap keterbelakangan
mental jika ditandai:
1)
Tidak berkemampuan secara sosial dan tidak dapat mengelola
dirinya sendiri sempai tingkat usia dewasa,
2)
Mental dibawah normal,
3)
Terlambat kecerdasannya sejak lahir,
4)
Terlambat tingkat kemasakannya,
5)
Terbelakang mentaldisebaban pembawaan dari keturunan atau
penyakit,
6)
Tidak dapat disembuhkan.
Menurut WHO yang dikutip Menkes (1990), tuna grahita adalah
kemampuan mental yang tidak mencukupi. Carter CH mengatakan tuna grahita adalah
suatu kondisi yang ditandai oleh intelligensi yang rendah yang menyebabkan
ketidak mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap masyarakat atas
kemampuan yang dianggap normal. Menurut Crocker AC (1983), tuna grahita adalah
apabila jelas terdapat fungsi intelligensi yang rendah yang disertai adanya
kendala dalam penyesuaian prilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan.
Pakar lain menyebutkan bahwa, tuna grahita disebut juga tuna
grahita adalah anak yang meiliki tingkat kecerdasan rendah (dibawah normal)
sehingga untuk melakukan tugasnya memerlukan bantuan atau layanan khusus,
termasuk kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya (Mohammad Efendi,
2006:9). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1987:47) anak
keterbelakangan mental adalah anak yang keadaan dan pertumbuhan mentalnya
terbelakang daripada anak normal sebayanya, atau intelligensnya dibawah
rata-rata.
B.
KLASIFIKASI
TUNAGRAHITA
Klasifikasi menurut
AAMD (Moh. Amin, 1995: 22-24), sebagai berikut:
1.
Tunagrahita Ringan (Mampu Didik)
Tingkat kecerdasannya IQ mereka berkisar 50 – 70 mempunyai kemampuan untuk
berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan
bekerja, mampu menyesuaikan lingkungan yang lebih luas, dapat mandiri dalam
masyaraakat, mampu melakukan pekerjaan semi trampil dan pekerjaan sederhana.
2.
Tunagrahita Sedang (Mampu Latih)
Tingkat kecerdasan IQ berkisar 30–50 dapat belajar keterampilan sekolah
untuk tujuan fungsional, mampu melakukan keterampilan mengurus dirinya sendiri
(self-help), mampu mengadakan adaptasi sosial dilingkungan terdekat,
mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan.
3.
Tunagrahita Berat dan Sangat Berat (Mampu Rawat)
Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 30 hampir tidak memiliki kemampuan
untuk dilatih mengurus diri sendiri. Ada yang masih mampu dilatih mengurus diri
sendiri, berkomunikasi secara sederhanaa dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sangat terbatas.
Sedangkan klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini
(PP No 72/1999) adalah:
Ø
Tunagrahita ringan IQ nya 50 – 70.
Ø
Tunagrahita sedang IQ nya 30 – 50.
Ø
Tunagrahita berat dan sangt berat IQ nya kurang dari 30.
Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan tipe-tipe
klinis/fisik (Mumpuniarti, 2007: 11), sebagai berikut:
1)
Down syndrome (mongolisme) karena kerusakan
khromozon.
2)
Krettin (cebol) ada gangguan hiporoid.
3)
Hydrocephal karena cairan otak yang
berlebihan.
4)
Micdocephal karena kekurangan gizi dan faktor
radiasi, karena penyakit pada tengkorak, brohicephal (kepala besar)
Menurut Leo Kanner (Mumpuniarti, 2007: 13) berdasarkan pandangan
masyarakat:
v
Tunagrahita absolut (sedang) Yaitu jelas nampak ketunagrahitaannya
yang dipandang dari semua lapisan masyarakat
v
Tunagrahita Relatif (ringan) Yaitu dalam masyarakat tertentu
dipandang tunagrahita, tetapi di tempat yang lain tidak dipandang tunagrahita
v
Tunagrahita Semu (debil) Yaitu anak yang menunjukkan
penempilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya mempunyai
kemampuan normal.
Berdasarkan sudut
pandang disiplin ilmu (Mumpuniarti, 2007: 14)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa
klasifikasi anak tunagrahita, antara lain:
·
Anak tunagrahita (mampu didik) IQ 50/55 -70/75 (debil),
yaitu dapat dididik dalam bidang akademik, mampu menyesuaikan sosial dalam lingungan
yang lebih luas, dapat mandiri, mampu melakukan pekerjaan sosial sederhana.
·
Anak tunagrahita sedang (mampu latih) IQ 20/25 – 50/55 (Embicil),
yaitu dapat mengurus dirnya sendiri mampu melakukan pekerjaan yang perlu
pengawasan di tempat terlindungi dapat berkomunikasi dan beradaptasi di
lingkungan terdekat.
·
Anak tunagrahita berat (mampu rawat) IQ 0 – 20/25 (Idiot),
yaitu sepanjang hidupnya tergantung pada bantuan yang perawatan orang lain.
Pengklasifikasian/penggolongan anak tunagrahita untuk
keperluan pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam
Spesial Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut :
1.
Educable
Anak pada kelompok ini masih
mempunyai kemmapuan dalam akademik setara dengan anak reuler pada kelas 5
sekolah dasar.
2.
Trainable
Mempunyai kemampuan dalam
mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sanfgat
terbatas kemapuan untuk pendidikan secara akademik
3.
Custodial
Dengan peberian latihan yang
terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar car amenolong
diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya
memerlukan pengawasan dan dukungan terus menerus.
C.
KARAKTERISTIK
TUNAGRAHITA
1.
Karakteristik Umum
Karakteristik anak tunagrahita
(Moh. Amin, 1995: 18) pada umumnya:
a)
Kecerdasan
·
Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal
yang kongkrit.
·
Dalam belajar tidak banyak membeo.
·
Mengalami kesulitan menangkap rangsangan atau lamban.
·
Memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas.
·
Memiliki kesanggupan yang rendah dalam menginat memerlukan
jangka waktu yang lama.
b)
Sosial
·
Dalam pergaulan mereka tidak dapat, mengurus memelihara dan
memimpin diri.
·
Waktu masih kanak-kanak setiap aktivitasnya harus selalu
dibantu.
·
Mereka bermain dengan teman yang lebih muda usianya.
·
Setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung ada
bantuan orang lain.
·
Mudah terjerumus ke dalam tingkat terlarang (mencuri,
merusak, pelanggaran seksual).
c)
Fungsi mental lainnya
·
Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya.
·
Mudah lupa.
d)
Kepribadian
·
Tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri.
·
Tidak mampu mengontrol dan menyerahkan diri.
·
Selalu tergantung pada pihak luar.
·
Terlalu percaya diri.
Karakteristik anak tunagrahita menurut brown at all , 1991;
wolery & harring , 1994 pada eksepsional children five edition, p.485 –
486, 1996 menyatakan
a)
Lamban dalam mempelajari hal hal baru, mempunyai kesulitan
dalam pmempelajari dengan kemampuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu
cepat lupa apa yang di pelajari anpa latihan terus menerus
b)
Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag
baru
c)
Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat
d)
Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak tunagrahita berat
mempunyai keterbatasan daam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak
dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan
tugas-tugas yang sangat sederhana , sulit menjangkau sesuatu, dan mendonakan
kepala.
e)
Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari
anak tunagrahita berat sangat suit utuk engurus diri sendiri, seperti:
berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri. mereka selalu memerlukan latihan
khusus untuk emmepelajari kemampuan dasar
f)
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. anak
tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin
disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap
lawan main.
g)
Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak
tunagrahita erat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Keiatan mereka
seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari didepan wajahnya dan melakukan
hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya menggigit diri sendir,
membentur-bentukan kepala.
2.
Karakteristik
Khusus
Menurut Sutjihati
Somatri dalam buku Psikologi Anak Luar Biasa dijelaskan bahwa kemampuan
intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan
Skala Weschler (WISC). Dan klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi
tiga yaitu:
a.
Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan
disebut juga maron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet. Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) Anak
tunagrahita ringan merupakan salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang
memiliki kecerdasan intelektual/ IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca,
menulis, dan berhitung sederhana sampai tingkat tertentu. Biasanya hanya sampai
pada kelas IV sekolah dasar (SD). Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik,
anak terbelakang mental ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk
dirinya sendiri.
Anak terbelakang
mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti
pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika
dilatih dan bimbingan dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di
pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental
ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independen, tidak bisa
merencakan masa, bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita
ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak
normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara
anak tungarhita ringan dengan anak normal.
b.
Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita
sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 menurut Skala
Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang
mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun.23
Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya
seperti menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya, berlindung dari hujan,
dan sebagainya.24
Anak tunagrahita
sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti menulis,
membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara social,
misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat
dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, anak
tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih
dapat bekerja ditempat kerja terlindung (sheltered workshop).
c.
Tunagrahita Berat
Kelompok anak
tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan
lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe)
memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala
Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ
dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala
Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai
kurang dari tiga tahun atau empat tahun.
Anak tunagrahita
berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam berpakaian, mandi, makan,
dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang
hidupnya
3.
Karakteristik Pada
Masa Perkembangan
Pengenalan
cirri-ciri pada perkembangan ini penting karena segera dapat diketahui tanpa
mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa cirri yang dapat dijadikan
indicator adanya kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman
Prasadio (Wardani, dkk., 2002) adalah sebagai berikut :
a.
Masa Bayi
Walaupun saat ini
sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli mengemukakan bahwa cirri-ciri
bayi tunagrahita adalah : tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar,
jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara, dan
berjalan.
b.
Masa Kanak-kanak
Pada masa ini, anak
tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada anak tunagrahita ringan. Karena
anak tunagrahita sedang mulai memperlihatkan cirri-ciri klinis seperti
mongoloid, kepala besar, kepala kecil, dan lain-lain. Tetapi anak tunagrahita
ringan (yang lambat) memperlihatkan cirri-ciri: sukar memulai dan melanjutkan
sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi tidak ada variasi,
penglihatannya tampak kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian.
Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat) memperlihatkan cirri-ciri: mereaksi
cepat tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga member kesan anak ini pintar,
pemusatan perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan tangannya sendiri,
cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
c.
Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang
penting diperhatikan karena biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah
dan ada di kelas-kelas SD biasa. Cirri-ciri yang mereka munculkan adalah
sebagai berikut :
·
Adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran
(membaca, menulis, dan berhitung)
·
Prestasi yang kurang
·
Kebiasaan kerja yang tidak baik
·
Perhatian yang mudah beralih
·
Kemampuan motorik yang kurang
·
Perkembangan bahasa yang jelek
·
Kesulitan menyesuaikan diri.
d.
Masa Puber
Perubahan yang
dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik
berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadiannya berada
dibawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.
Beberapa
karakteristik dari anak tunagrahita antara lain lamban dalam mempelajari
hal-hal yang baru, kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal
yang baru, kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat, cacat
fisik dan perkembangan gerak, kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri,
tingkah laku dan interaksi tidak lazim, serta tingkah laku yang kurang wajar
dan terus menerus.
D.
FAKTOR PENYEBAB
TUNA GRAHITA
Rendahnya tingkat
Intelligence Quotien (IQ) pada anak ditentukan oleh banyak faktor. Menurut
Endang Warsiki Ghosali (1983), sebab-sebab biomedik dapat menyebabkan 25% dari
tuna grahita mempunyai IQ dibawah 50. Faktor penyebab terbelakang mental,
antara anak yang satu dengan yang lainnya berbeda. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1984:48) menyebutkan faktor yang menyebabkan anak menjadi keterbelakang
mental adalah bermacam-macam, yaitu: faktor-faktor sebelum kelahiran
(prenatal), faktor-faktor pada saat kelahiran (natal), faktor-faktor setelah
kelahiran (postnatal). Talf FT (1983) dan Shonkoff JP (1992) menyatakan,
faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab tuna grahita sebagai berikut:
1.
Non Organik
a.
Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis.
b.
Sosio cultural.
c.
Interaksi anak pengasuh yang tidak baik.
d.
Penelantaran anak.
2.
Organik
a.
Faktor Prakonsepsi
·
Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolic,
kelainan neurokutaneus).
·
Kelainan kromosom (X linked, translokasi, fragile X),
sindrom polygenic familial.
b.
Faktor Prenatal
·
Gangguan kelainan otak trisemester I
1)
Kelainan kromosom (trisomi, mosiak)
2)
Infeksi intrauterine, misalnya: TORCH, HIV
3)
Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi)
4)
Disfungsi plasenta
5)
Kelainan conginetal dari otak (idiopatik)
·
Gangguan otak trisemester II dan III
1)
Ibu menderita penyakit diabetes mellitus, PKU (phenilketonuria)
2)
Toksemia gravidarum
3)
Malnutrisi ibu
c.
Faktor Perinatal
·
Sangat premature
·
Asfiksia neonatrum
·
Trauma lahir seperti: perdarahan intracranial
·
Meningitis
·
Kelainan metabolik (hipoglikemik, hiperbilirubinemia)
d.
Faktor Postnatal
·
Trauma berat pada kepala atau saraf pusat
·
Neurotoksin, misalnya logam berat
·
CVA (Cerebrovaskuler accident)
·
Anoksia, misalnya tenggelam
·
Metabolik, misalnya gizi buruk, kelainan hormonal
(hipotiroid, pseudohipotiroid), amino aciduria (PKU), kelainan metabolism karbohidrat,
galaktosemia, polisakaridosis (sindrom Hurler), cerebral lipidosis (Tay Sach),
hepatomegali (Gaucher), penyakit degeneratif.
·
Infeksi: meningitis, ensafalitis, subakut sklerosing
panasefalitis.
Menurut Endang
Warsiki Godhali (1983), penyebab retradasi mental dapat dibagi menjadi
kelompok: (I) biomedik, dan (II) sosiokultural, psikologik, dan lingkungan.
1.
Kelompok biomedik dapat dibagi menjadi sebab prenatal,
natal, dan postnatal, antara lain:
a.
Penyebab Prenatal
·
Infeksi ibu oleh: kuman, virus, toxoplasma.
Ø
Kuman: tbc, syphilis, meningitis, karena meningococus.
Ø
Virus: rubella, influenza, cytomegalaic inclusion body desease.
Ø
Selain itu, sewaktu ibu mengandung menderita penyakit: kholera,
typhus, malaria tropika kronis, gondok pada waktu mengandung muda, syphilis, gabag atau
mazelen, sehingga ada pengaruh yang buruk pada janin. Bayi yang lahir akan menderita
toxemia, yaitu peristiwa keracunan darah sehingga terjadi abnormalitas pada
sistem syaraf (neuron).
·
Terjadi intoksikasi atau keracunan pada janin karena
bilirubin (kemicterus), timah, karbon monoksida, post imunisasi, toxemia gravidarum.
Ketika ibu mengandung muda minum obat-obat penenang beracun, seperti: obat
thalidomide dan obat kontraseptif anti hamil yang sangat kuat mengandung racun.
Obat tersebut gagal atau tidak bekerja secara efektif, sehingga menyebabkan
pertumbuhan bayi dalam kandungan mengalami kerusakan mental dan fisik.
·
Ganguan metabolisme protein (phenylketonuria), metabolism hidrat
arang (galaktosemia), metabolisme lemak (Tay-Sachs disease).
·
Kelainan kromosom, dapat berupa:
o
Inverse, ialah kelainan akibat berubahnya urutan gene karena
melilitnya kromosom.
o
Delesi, akibat dari kegagalan meiosis yang salah, yaitu satu
pasangan tidak membelah sehingga mengakibatkan kurangnya kromsom disalah satu
sel.
o
Duplikasi, merupakan kegagalan meiosis karena kromosom
o
tidak berhasil menceraikan diri, sehingga terdapat kelebihan
kromosom pada salah satu sel.
o
Translokasi, karena adanya kromosom yang patah kemudian menempel
pada kromosom lain.
o
Down’s Syndrome, ialah mengalami trisomi atau kromosom mempunyai
tiga ekor pada kromosom 21, ada juga pada kromosom 15. Hal ini akibat kegagalan
meiosis sehingga menimbulkan duplikasi dan translokasi.
o
Kinefelter’s Syndrome, yaitu genosom yang seharusnya XY, karena kegagalan menjadi XXY atau XXXY, anak nampak
laki-laki dan Tuna Grahita. Setelah masa puber, tubuhnya panjang, gaya mirip
pria, payudara besar, penis dan testisnya kecil, birahinya kurang.
o
Tumer’s Syndrome, yaitu genosomnya XO (atau X menyendiri),
anak nampak wanita dan Tuna Grahita, payudara tidak tumbuh beruterus kecil,
tidak datang bulan, bertubuh pendek berlipatan kulit ditengkuk dan mandul.
·
Irradiasi pada kandungan dengan umur kehamilan 2-6 minggu. Zat
radioaktif yang mengenai ibu yang sedang hamil dapat menjadikan anak yang
dilahirkan cacat.
·
Malnutrisi ibu, terutama karena defisiensi protein.
Kegagalan dalam pemenuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik
dan mental pada individu. Endokrin: hypothyroid ibu menyebabkan kretinisme.
Akibat gangguan kelenjar gondok atau tiroid yang menghasilkan hormon thyroxin
(kelenjar gondok). Phatologi tiroid ada tiga:
o
Tiroid cacat sejak lahir (thyroid aplasia)
o
Tiroid kehilangan fungsi (athyroidsm)
o
Tiroid yang tidak berfungsi (thyroid disfungtion)
b.
Penyebab Natal
Banyak resiko waktu
ibu melahirkan. Resiko tersebut dapat mengancam jiwa ibu atau bayinya. Hal ini
biasa terjadi pada kelahiran anak pertama yang berlangsung lama dan sulit.
Kelainan yang terjadi waktu melahirkan dapat mengakibatkan anak menjadi terbelakang
mental,seperti:
1.
Kelahiran dengan bantuan tang (tangverlossing). Hal ini disebabkan
bayi dalam kandungan sangat subur atau tulang pinggul ibu terlalu sempit. Cara
tersebut dapat beresiko bayi terkena tang dan menimbulkan pendarahan otak
sehingga susunan syaraf rusak. Kurang lebih 5% dari jumlah bayi yang lahir
dengan bantuan tang mengalami retradasi mental atau terbelakang mental.
2.
Anoxia otak karena asphyxia yaitu lahir tanpa nafas, bayi
sperti tercekik. Hal ini disebabkan adanya lendir di dalam alat pernafasan bayi
atau cairan di dalam paru-parunya. Selain itu, asphyxia bisa terjadi karena ibu
mendapat zat pembius terlalu banyak. Bayi yang lahir seperti ini banyak terjadi
retradasi mental.
3.
Prematuritas, yaitu bayi lahir sebelum masanya. Pertumbuhan jasmani
dan jiwanya tertunda atau mengalami kelambatan. Bisa juga bayi mengalami
pendarahan pada bagian dalam kepala (intracranial haemorrhage).
c.
Penyebab Postnatal
·
Malnutrisi bayi. Perkembangan intelligensi anak dipengaruhi defisiensi
protein yang terjadi sejak lahir sampai umur dua tahun. Selain itu, kekurangan
thyroxin pada kelenjar gondok juga dapat menyebabkan kretinisme.
·
Infeksi pada otak oleh penyakit cerebal meningitis,
encephalitis, gabag (mazelen, campak), dypteri, radang kuping yang mengandung
nanah. Pada umumnya anak-anak tersebut mengalami retradasi atau kelambatan pada
fungsi intelligensinya.
·
Trauma kapitis, yaitu luka-luka pada kepala atau di kepala bagian
dalam karena bayi pernah jatuh, terpukul atau mengalami serangan sinar matahari
(zonnesteek), dan bayi pingsan lama.
·
Anoxia otak, karena status epilepticus atau dehydrasi (gas troenteritis
berat)
2.
Kelompok sosiokultural, psikologik, dan lingkungan.
a.
Adanya retradasi mental ringan (kedunguan) yang terdapat
pada anggota keluarga lain (cultular familiar retardates). Sebab ini banyak
terjadi di Indonesia, karena struktur masyarakat Indonesia banyak berasal dari
golongan sosioekonomi rendah. Kurangnya kepandaian mereka, maka secara
automatis jatuh pada suatu tingkatan yang paling bawah, yakni taraf
kehidupannya berjalan sangat sederhana.
b.
Adanya gangguan emosi pada anak, sehingga anak berfungsi di bawah
potensi sebenarnya. Misalanya: karena penolakan orang tua, iri terhadap
saudaranya, ditinggal ibu, ayah, atau kedua orang tua, anak terpaksa dirawat
dalam suatu institusi (rumah sakit, rumah yatim piatu, yayasan), anak kurang
mendapat perhatian dan kasih sayang. Hal ini menyebabkan retradasi pertumbuhan
dari fungsifungsi jasmani dan fungsi kejiwaan anak. Seorang bayi yang tidak pernah
menerima kasih sayang dari orangtua, tidak akan mampu menjalin hubungan antar
kemanusian dengan orang lain pada usia dewasa.
c.
Kurangnya stimulasi pada anak, misalnya: kurangnya
rangsangan belajar.
Ahli lain
menyebutkan bahwa, penyebab terjadinya ketunaan pada sesorang, yaitu: dibawa
sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan
lainnya (faktor eksogen) (Mohammad Efendi, 2006: 91). Mohammad Efendi
menambahkan, gangguan fisiologis dan virus dapat menyebabkan tuna grahita.
Virus tersebut diantaranya rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya
dan berpengaruh sangat besar pada tri semester pertama saat ibu mengandung,
karena akan member peluang timbulnya ketuanaan pada bayi yang dikandung. Bentuk
gangguan fisiologis lain adalah reshus factor, mongoloid (penampakan fisik
mirip keturunan orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau
kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid.
Adanya disfungsi
otak merupakan dasar dari retradasi mental. Untuk mengetahui adanya retradasi
mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Kelainan
otak dapat menyebabkan seseorang menjadi tuna grahita, (Kirk & Johnson,
1951). Peningkatan tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan kemunduran fungsi
otak. Selain itu, keadaan cerebal anoxia, yaitu kekurangan oksigen dalam otak juga
menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik. Kelainan otak dapat terjadi pada
saat pertumbuhan, pada masa prenatal, natal, maupun postnatal. Menurut Mohammad Efendi (2006: 92) peradangan
otak akibat pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental, sehingga dapat
mempengaruhi kemampuan anak Tuna Grahita.
E.
USAHA UNTUK
MENCEGAH KETUNAGRAHITAAN
Beberapa usaha yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1.
Diagnostik prenatal
Yaitu suatu usaha memeriksakan
kehamilan untuk menemukan kemungkinan kelainan-kelainan pada janin.
2.
Imunisasi
Imunisasi dilakukan terhadap ibu
hamil dan balita agar terhindar dari penyakit-penyakit yang dapat mengganggu
perkembangan anak.
3.
Tes darah
Ini dilakukan terhadap pasangan
calon suami istri untuk menghidari kemungkinan menurunkan benih-benih yang
berkelainan,
4.
Pemeliharaan kesehatan
Ibu hamil hendaknya memeriksakan
kesehatan secara rutin. Juga menyediakan makanan bergizi yang cukup,
menghindari radiasi dan sebagainya.
5.
Program KB
Ini diperlukan untuk mengatur
kehamilan dan membina keluarga yang sejahtera.
6.
Penyuluhan genetic
Suatu usaha mengkomunikasikan
berbagai informasi mengenai masalah genetika. Penyuluhan ini dapat dilakukan
melalui media cetak dan elektronik, atau secara langsung melalui posyandu dan
klinik.
7.
Tindakan operasi
Hal ini dibutuhkan apabila ada
kelahiran dengan resiko tinggi misalnya kekurangan oksigen dan adanya trauma
pada proses kelahiran.
8.
Sanitasi lingkungan
Mengupayakan terciptanya
lingkungan yang baik sehingga tidak menghambat perkembangan bayi/anak.
F.
MASALAH YANG
DIHADAPI ANAK TUNAGRAHITA
Perkembangan fungsi
intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan
prilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat langsung pada kehidupan mereka
sehari-hari, sehingga banyak menghadapi kesulitan dalam hidupnya. Menurut Rochyadi banyak masalah yang dihadapi
anak tunagrahita, diantaranya:
1.
Masalah Belajar
Aktifitas belajar
berkaitan langsung dengan kemampuan kecerdasan. Didalam kegiatan
sekurang-kurangnya dibutuhkan kemampuan mengingatkan dan kemampuan untuk
memahami, serta kemampuan untuk mencari hubungan sebab akibat. Kedaaan seperti
itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita karena mereka mengalami kesulitan
untuk dapat berfikir secara abstrak, belajar apapun harus terkait dengan objek
ynag bersifat konkrit. Kondisi seperti itu adahubungannya dengan kelemahan
ingatan jangka pendek, kelemahan dalam bernalar, dan sukar sekali dalam
mengembangkan ide.
Melihat
masalah-masalah belajar belajar yang dialami oleh anak tunagrahita tersebut,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran buat mereka,
yaitu:
·
Bahan yang diajarkan perlu dipecah-pecah menjadi
bagian-bagian kecil dan ditata secara berurutan.
·
Setiap bagian dari bahan ajar diajarkan satu demi satu dan
dilakukan secara berulang-ulang.
·
Kegiatan belajar hendaknya dilakukan dalam situasi yang
konkrit.
·
Diberikan dorongan atau motivasi untuk melakukan apa yang
sedang ia pelajari.
·
Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan
menghindari kagiatan belajar yang terlalu formal.
·
Gunakan alat peraga dalam mengkongkritkan konsep.
2. Masalah
Penyesuaian Diri
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan
mengartikan norma lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita sering melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada.
Tingkah laku anak tunagrahita sering dianggap aneh oleh sebagian masyarakat
karena mungkin tindakannya tidak lazim dilihat dari ukuran normative atau
karena tingkah lakunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya.
Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran
normative lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan mengartikan norma,
sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya berkaitan dengan ketidaksesuaian
antara perilaku yang ditampilkan dengan perkembangan umur.
3. Gangguan
Bicara dan Bahasa
Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
gangguan proses komunikasi. Yaitu:
·
Gangguan atau kesulitan bicara.
Dimana individu mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan
bunyi bahasa dengan benar. Kenyataan menunjukkan bahwa anak tunagrahita
mengalami gangguan bicara dibandingkan dengan anak normal. Kelihatan
Kelihatan dengan jelas bahwa terdapat hubungan yang positif antara rendahnya
kemampuan kecerdasan dengan kemampuan bicara yang dialami, biasaya gangguan ini
terlihat pada anak tunagrahita berat (idiot).
·
Gangguan bahasa
Dimana seorang anak mengalami kesulitan dalam memahami dan
menggunakan kosa kata serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari
bahasa yang digunakan.
4. Masalah
Kepribadian
Anak tunagrahita memiliki cirri kepribadian yang khas,
berbeda dari anak-anak pada umumnya. Perbedaan cirri kepribadian ini berkaitan
erat dengan factor-faktor yang melatarbelakanginya. Kepribadian seseorang
dibentuk oleh factor organic seperti predisposisi genetic, disfngsi otak dan
factor-faktor lingkungan seperti: pengalaman pada masa kecil dan lingkungan masyarakat
secara umum.
Berdasarkan penjelasan mengenai anak tunagrahita diatas,
yang dimaksud penulis tentang anak tunagarahita ringan adalah salah satu
klasifikasi anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan Intelektual (IQ) dibawah
rata-rata yaitu berkisar antara 55-69. Kemampuan berpikirnya rendah, perhatian
dan daya ingatnya lemah, sukar berfikir abstrak, tidak mampu berfikir logis,
dan disertai dengan adanya ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, perilaku itu
muncul selama masa perkembangan yaitu sejak dilahirkan hingga berusia 18 tahun.
Tapi dengan bimbingan dan pendidikan yang baik mereka dapat dididik dalam
bidang membaca, menulis, dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah
khusus. Biasanya hanya sampai pada kelas IV sekolah dasar (SD). Namun pada
umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Secara fisik,
mereka tampak seperti anak normal pada umumnya.
G.
DAMPAK
KETUNAGRAHITAAN
Dampak yang timbul sangat besar
adalah reaksi orang tua, reaksi tersebut antara lain :
1.
Perasaan melindungi secara berlebihan
2.
Perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan
3.
Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal
4.
Terkejut dan kehilanga kepercayaan diri, kemudian
berkonsultasi untuk mendapat berita-berita yang lebih baik
5.
Orang tua merasa berdosa
6.
Mereka bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang
suka bergaul dengan tetangga dan lebih suka menyendiri.
H.
KEBUTUHAN KHUSUS
ANAK TUNAGRAHITA
Pada dasarnya anak tunagrahita
memiliki kebutuhan yang sama dengan anak pada umumnya. Namun, karena
keterlambatan dalam perkembangan kecerdasannya, anak tunagrahita akan mengalami
hambatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan anak
tunagrahita disamping yang sudah dijelaskan diatas, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi :
a.
Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik
anak tunagrahita tidak berbeda dengan kebutuhan anak normal. Kebutuhan ini
menyangkut makan, minum, pakaian, dan perumahan. Mereka juga memerlukan
perawatan kesehatan pada umumnya dan perawatan badan khususnya, bahkan mereka
juga membutuhkan sarana untuk bergerak, bermain, berolahraga, berekreasi dan
hal-hal yang sejenismnya.
b.
Kebutuhan kejiwaan
·
Kebutuhan akan penghargaan
Anak tunagrahita
sangan ingin diperhatikan, dipuji, dihargai dan disapa dengan baik. Banyak
orang tua dianggap kurang hangat oleh anak tunagrahita hanya karena mereka
hamper tidak pernah menyatakan penghargaan terhadap kegiatan, sikap atau
perlakuan anak. Orang tua dapat memberikan dukungan dan dorongan kalau anak
menghadapi sesuatu yang menulitkan dirinya.
·
Kebutuhan akan komunikasi
Sebagai manusia,
anak tunagrahita juga ingin mengungkapkan diri. Anak tunagrahita mempunyai
perasaan, keinginan, dan mungkin pula mempunyai ide dan gagasan, sungguhpun
idea tau gagasan itu kecil atau kurang berarti. Mereka juga menyimpan banyak
pertanyaan dan permasalahan. Mereka tidak dapat menyembunyikan semua itu dalam
dirinya, tetapi mereka sukar menyatakannya. Akibatnya mereka sering
mengekspresikan komunikasi itu dengan kerewelan-kerewelan dan pola-pola tingkah
laku yang justru sulit dimengerti oleh orangtuanya.
·
Kebutuhan social (berkelompok)
Kebutuhan ini
meliputi : diakui sebagai anggota keluarga, mendapat pengakuan didepan
teman-temannya, mendapat kedudukan dalam kelompok, mengerjakan sesuatu tanpa
bantuan orang lain, pengalaman rekreasi dan olahraga sederhana, pengalaman
menjadi anak berguna.
I.
PENANGANAN ANAK
TUNAGRAHITA
1)
Implikasi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Pendekatan
yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah :
a)
Occuppasional terapy ,
( terapi gerak),
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak
fungsional anggota tubuh gerak kasar atau halus
b)
Paly terapi (terapi
bermain),
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain,
misalnya : emempebikna pelajaran tenang hitngan, anak diajarkan tentang tata
cara sosial derama , bermain jual beli
c)
Aktivity daily living
(ADL) atau kemampuan merawat diri
Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka haus diberian
pengetahuan dan ketermpilan tenang kegiatan kehidupan sehati-hari (ADL) agar
mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung
kepada orang ain
d)
Live skill ,
keterampilan hidup
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama danak dengan IQ di
bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi
anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-rata , merekajuga diharapkan
untuk dapat hidup mandiri oeh karena itu untuk bekal hidup, mereka diberikan
pendidikan keterampilan . dengan ketermpilan yang dimilikinya, mereka dapat
hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia
industri dan usaha.
e)
Fokastional terapy
(terapy bekerja)
Selain diberikan latihan ketermpilan. Anak tunagrahita jug
diberikan latihan kerja. Denganbekal lathan yang elah dimilikinya, anak
tunagrahita diharapkan dapat bekerja
2)
Model
pelayanan pendidilan untuk anak tunagrahita
a.
Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada
model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar
bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru
reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak
tunagrahita akan mendapat bimbingan/remidial dari guru pembimbing khusus (GPK)
dari SLB terdekat,pada ruangan khusus atau ruangan smber. Biasanya anak yang
belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan. Yang
termasuk ke dalam kategori borderline yang biasanya mempnyai
kesulitan-kesulitan dalam belajar (learning difficulties) atau disebut dengan
lamban belajar (slow learner).
b.
Program sekolah di rumah
Program ini diperuntukan
bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus
karena keterbatasannya. Misalnya: sakit. Perorang dilaksanakan di rumah dengan
cara mendatangkan guru PLB (GPK) terrapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama
antara orang tua, sekolah, masyrakat.
c.
Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan perkembangan
layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru
yaitu model pendidikan insklusisi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip education for all. Layanan
pendidikan insklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita
belajar bersama-sama dengan anak reuler, pada ke;as dan guru atau pembimbing
yanga sama. Pada kelas inklusif siswa dibimbing oleh 2 orang guru, satu guru
reguler dan satu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada
siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua
anak diberlakukan dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama tapi,saat ini
pelayanan pendidikan insklusi masi dalam tahap rintisan.
d.
Panti (griya) rehabilitasi
Panti ini diperuntukan bagi
anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat
sangat rendah dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran
atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan pada
panti ini terbatas dalam hal :
·
Pengenalan diri
·
sensor motor dan persepsi
·
motorik kasar dan ambulasi
(pindah dari satu tempat ke tempat lain)
·
kemampuan berbahasa dan
komunikasi
·
bina diri dan kemampuan
sosial
e.
Sekolah khusus (sekolah luar
biasa bagian C dan C 1/SLB – C, C 1)
Layanan pendidikan untuk
anak tunagrahita model ini dibeikan pada sekolah luar biasa. Dalam satu kelas
maksimal 10 anak dengan pembimbing atau pengajar guru khusus dan teman sekelas
yang dianggap sama kemampuanya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar
sepanjnag hari penuh di kelas khusu untuk anak tunagrahitaringan dapat
bersekolah di SLB – C , sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di
SLBC
f.
Klas transisi,
Kelas ini diperuntukan bagi
anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi
sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak
dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transsi merupakan kelas persiapan
dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikas sesuai
kebutuhan anak.
J.
JUMLAH PENYANDANG
TUNAGRAHITA
Dilihat dari kurva
normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang mengalami
penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu mereka yang ber IQ 70 kebawah
menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ 71 – 85 termasuk
tunagrahita borderline (brown). Pendapat lain mengatakan, bahwa anak
tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 kebawah. Hallahan, 1988,
mengestimasi jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %. Namun pada tahun 1984.
Annual eport to congress menyebutkan 1,92% anak usia sekolah menyandang
tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3:2.
Pada data pokok sekolah Luar
Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelompok usia sekolah, jumlah pendudu di
Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2% x 48.100.548
orang = 962.011 orang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengertian
tunagrahita berasal dari bahasa sansekerta, tuna artinya rugi, kurang; dan
grahita artinya berfikir. Sedangkan klasifikasi yang digunakan di Indonesia
saat ini (PP No 72/1999) adalah:
Ø
Tunagrahita ringan IQ nya 50 – 70.
Ø
Tunagrahita sedang IQ nya 30 – 50.
Ø
Tunagrahita berat dan sangt berat IQ nya kurang dari 30.
Seorang anak dikatakan tunagrahita berdasarkan karakteristik
seperti lamban, kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag
baru, kemampuan bicaranya sagat kurang, cacat fisik dan perkembangan gerak,
kurang dalm kemampuan menolong diri sendiri, .tingkah laku dan interaksi yang
tidak lazim
Faktor yang menyebabkan anak menjadi keterbelakang mental
adalah bermacam-macam, yaitu: faktor-faktor sebelum kelahiran (prenatal),
faktor-faktor pada saat kelahiran (natal), faktor-faktor setelah kelahiran
(postnatal). Namun tetap ada usaha untuk mencegah
ketunagrahitaan, yaitu dengan diagnostik prenatal, imunisasi, tes darah ,
pemeliharaan
kesehatan, program kb, penyuluhan genetic, tindakan operasi, dan sanitasi
lingkungan
Masalah yang dihadapi anak tunagrahita sangat kompleks.
Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai
dengan perkembangan prilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat langsung
pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga banyak menghadapi kesulitan dalam
hidupnya
Pada dasarnya anak tunagrahita memiliki kebutuhan yang sama
dengan anak pada umumnya. Namun, karena keterlambatan dalam perkembangan
kecerdasannya, anak tunagrahita akan mengalami hambatan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan anak tunagrahita disamping yang
sudah dijelaskan diatas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
kebutuhan fisik dan kebutuhan kejiwaan.
Penanganan anak tunagrahita dapat dilakukan dengan berbagai
model pelayanan pendidilan seperti pendidikan terpadu, program sekolah di rumah, pendidikan inklusif,
panti (griya) rehabilitasi, sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian c dan c
1/slb – c, c 1) dan klas
transisi.
Pada data pokok
sekolah Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelompok usia sekolah, jumlah
penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi
estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2% x
48.100.548 orang = 962.011 orang.
B.
SARAN
Setelah disusunnya makalah
tentang tunagrahita, diharapkan semua pihak lebih membuka mata dan tidak
memandang remeh anak-anak ini. Karena sejatinya mereka sama dengan kita. Mereka
membutuhkan apa yang kita butuhkan. Mereka merasakan apa yang kita rasakan.
Sayangilah mereka, berkawanlah dengan mereka. Biarkan mereka memperoleh hak
untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Dengan menjalani pendidikan sebagaimana
mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, Nunung.
2012. Seluk-Beluk Tunagrahita &
Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera
Rahardja, Djaja,
Sujarwanto. 2010. Pengantar Pendidikan
Luar Biasa. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya
Wardani, I.G.A.K.
2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta: Universitas Terbuka
Libal, Autumn.
2009. Namaku Bukan Si Lamban Pemuda
Penyandang Tunagrahita. Jogjakarta: KTSP
Buku panduany boleh d beli ga?
BalasHapusBuku panduany boleh d beli ga?
BalasHapusMau beli buku panduannya bs?anak sy penyandang tunagrahita
BalasHapus